Minggu, 5 Oktober 2025

Pendaki Tewas di Gunung Rinjani

Jenazah Juliana Marins akan Di-autopsi Ulang di Brasil, Tak Percaya Hasil Autopsi di Indonesia?

Pihak keluarga Juliana Marins  mengambil tindakan hukum untuk meminta autopsi ulang di Brasil.

Penulis: Hasanudin Aco
Tangkapan layar dari akun Instagram @ajulianamarins
JENAZAH JULIANA - Jenazah Juliana Marins yang telah diautopsi di RSDU Bali Mandara akan dipulangkan ke Brasil. Namun demikian pihak keluarga akan melakukan autopsi ulang di Brasil. 

 

TRIBUNNEWS.COM, BRASIL - Pihak keluarga Juliana Marins  mengambil tindakan hukum untuk meminta autopsi ulang di Brasil.

Demikian Kantor Jaksa Agung (AGU) Brasil menjelaskan keinginan pihak keluarga seperti dikutip dari CNN BrasilSelasa (1/7/2025).

Pihak kejaksaan mengatakan pihaknya akan secara sukarela memenuhi permintaan tersebut.

Permintaan tersebut diajukan oleh Kantor Pembela Umum Federal (DPU) melalui pihak keluarga.

 AGU mengkomunikasikannya kepada Pengadilan Federal ke-7 Niterói, Brasil.

Jenazah Juliana Marins akan akan menjalani pemeriksaan baru segera setelah tiba di Brasil , yang dijadwalkan tiba hari ini atau besok.

“Mengingat sifat kemanusiaan dan isi tuntutan tersebut, kami memahami bahwa sikap yang paling tepat adalah bekerja sama sehingga tindakan yang diminta dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,” kata Jaksa Wilayah Uni untuk Wilayah ke-2, Glaucio de Lima e Castro.

Informasi mengenai permintaan tersebut dirilis oleh saudara perempuan korban, Mariana Marins, melalui media sosial.

Tak Percaya Hasil Autopsi di Indonesia?

Juliana Marins (27 tahun), warga asli Niterói Brasuil, meninggal setelah terjatuh sekitar 300 meter saat mendaki Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat (20/6/2026) lalu.

Kematiannya memantik kemarahan warga Brasil.

Alasannya proses evakuasi jenazah memakan waktu hampir empat hari.

Muncul tuduhan proses evakuasi lambat dan terkesan ada pembiaran.

Padahal lokasi jatuhnnya Juliana Marins sangat ekstrem  seperti kabut tebal, bebatuan licin, dan medan terjal.

Sehingga sangat mustahil menggunakan helikopter mengevakuasi langsung Juliana Marins

Di media sosial Brasil muncul banyak desakan autopsi ulang terhadap Juliana Marins

Autopsi jenazah sebenarnya telah dilakukan di RSUD Bali Mandara pada Kamis (26/6/2025) pukul 22.00 WITA.

Dokter forensik RSUD Bali Mandara, dr Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F mengatakan hasil autopsi memperilhakan Juliana Marins  meninggal bukan akibat hipotermia saat jatuh di jurang.

Berdasarkan hasil autopsi, Juliana Marins tewas akibat kekerasan tumpul hampir di seluruh tubuhnya.

Hasil pemeriksaan menunjukkan luka lecet geser di hampir seluruh tubuh korban, terutama di punggung, kepala, dan anggota gerak. Luka ini mengindikasikan bahwa tubuh korban tergeser oleh benda-benda tumpul saat jatuh.

"Kami juga menemukan banyak patah tulang, terutama di bagian dada, punggung, dan paha. Dari kerusakan itu terjadi perdarahan hebat dan kerusakan organ-organ dalam," ujar dr Alit.

Menurutnya, luka-luka tersebut merupakan penyebab langsung kematian Juliana.

Kesimpulan awal adalah korban meninggal akibat kekerasan tumpul yang menyebabkan kerusakan organ vital dan pendarahan masif, terutama di daerah dada dan perut.

“Kematian terjadi dalam waktu singkat, diperkirakan paling lama 20 menit setelah korban mengalami luka,” jelasnya.

Dokter Alit juga menyampaikan bahwa hipotermia tidak menjadi penyebab kematian, karena tidak ada tanda-tanda spesifik seperti penyusutan limpa.

Namun, ia menambahkan bahwa tidak bisa dilakukan pemeriksaan cairan bola mata untuk memastikan hipotermia, karena jenazah sudah dalam kondisi dingin dan disimpan dalam freezer.

"Secara umum, pola luka dan sebarannya konsisten dengan korban jatuh dari ketinggian. Tidak ada indikasi korban meninggal dalam waktu lama setelah luka terjadi," katanya.

Ia menekankan bahwa meskipun kesimpulan sementara mengarah ke kekerasan tumpul sebagai penyebab kematian, autopsi belum sepenuhnya lengkap karena masih menunggu hasil pemeriksaan toksikologi.

Saat diperiksa, kondisi jenazah masih utuh.

Tanda-tanda lebam dan kekakuan tubuh menunjukkan kematian terjadi 12–24 jam sebelum autopsi dilakukan, sesuai dengan standar forensik mayat yang telah dibekukan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved