Konflik Iran Vs Israel
Trump Diprotes Kongres, Terancam Dimakzulkan Jadi Presiden Amerika usai Serang Nuklir Iran
Donald Trump diprotes dewan kongres AS, terancam dimakzulkan dari kursi kepresidenan usai menginstruksikan serangan ke 3 fasilitas nuklir Iran
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terancam didepak dari kursi kepemimpinan usai menginstruksikan serangan ke 3 fasilitas nuklir Iran.
Dalam cuitannya di platform X, Trump menegaskan bahwa serangan di tiga situs nuklir utama Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan telah sukses dilakukan.
Adapun serangan dilakukan Trump dengan dalih sebagai dukungan terhadap Israel dalam menghadapi ancaman nuklir dari Iran yang dianggap telah mengganggu dominasi militer AS di kawasan.
Namun itikad baik Trump mendapat kecaman dari sejumlah pihak, termasuk dewan kongres AS dari Partai Demokrat.
Adalah anggota Kongres, Sean Casten (D-IL) menjadi salah satu sosok yang mengeluarkan suara paling lantang.
Dalam cuitannya, Casten menyatakan bahwa tindakan Trump jelas merupakan pelanggaran yang dapat membuat dirinya dimakzulkan.
Menurutnya, tindakan Trump telah masuk sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Kekuasaan Perang (War Powers Act), yang mengharuskan presiden meminta persetujuan Kongres sebelum mengirim pasukan ke wilayah konflik.
War Powers Act merupakan undang-undang federal yang disahkan pada tahun 1973, bertujuan untuk membatasi kewenangan presiden dalam menggunakan militer di luar negeri.
Undang-undang ini mewajibkan presiden untuk memberi tahu Kongres dalam 48 jam setelah mengirim pasukan ke konflik bersenjata.
Oleh karenanya, ia menyebut keterlibatan militer tanpa izin Kongres sebagai alasan kuat untuk pemakzulan.
“Ini sangat berbahaya. Presiden bertindak sepihak dan bisa menyeret negara kita ke dalam perang yang panjang dan mahal,” ujar Ocasio-Cortez, dikutip dari The Hill.
Dukungan terhadap gagasan pemakzulan juga datang dari Senator Bernie Sanders, yang menegaskan bahwa keputusan militer sepenting ini harus melewati pengawasan legislatif.
Sementara itu Thomas Massie (Republikan) dan Ro Khanna (Demokrat) mendesak agar Kongres kembali mempertegas batasan kewenangan presiden dalam urusan perang.
Baca juga: Pakistan Kecam Serangan Amerika terhadap Iran, Sehari setelah Dukung Trump untuk Nobel Perdamaian
Pemimpin mayoritas Senat, Chuck Schumer, bahkan menyerukan penggunaan Undang-Undang Kekuasaan Perang untuk meninjau ulang keputusan Presiden Trump dan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut.
Meski Trump menyebut operasi itu sebagai langkah pencegahan terhadap ancaman nuklir, para pengkritik menilai tindakan ini melebihi batas kewenangan presiden secara hukum.
Lantaran pengerahan kekuatan militer tanpa persetujuan hukum, berpotensi menciptakan situasi berbahaya bagi sistem demokrasi Amerika.
Alasan itu yang mendorong para kongres untuk menyerukan pemakzulan kepada Trump.
Bagaimana Nasib Amerika Serikat Setelah Serang Nuklir Iran?
Setelah Donald Trump memerintahkan serangan ke fasilitas nuklir Iran bersama Israel, posisi Amerika Serikat jadi semakin rumit.
Iran kemungkinan akan membalas dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah, termasuk di Irak, Suriah, Bahrain, dan Qatar.
Proyeksi ini dilontarkan bukan tanpa alasan, pasalnya Televisi pemerintah Iran menyatakan bahwa seluruh warga sipil dan personel militer AS di kawasan kini dianggap sebagai “target sah”.
Jika Iran benar-benar menyerang pangkalan militer AS, hal ini bisa dianggap sebagai serangan langsung terhadap negara Amerika Serikat.
Serangan tersebut tak hanya menyebabkan banyak korban, baik di pihak militer maupun sipil jika area serangan dekat dengan permukiman.
Namun juga berpotensi memicu kerusakan pada infrastruktur militer penting seperti hanggar, gudang senjata, atau radar, yang pada akhirnya dapat memperlemah operasi militer AS di kawasan.
Selain itu dampak lain yang yang ditimbulkan dari serangan Trump yakni turunnya posisi Amerika di mata internasional sebagai pemimpin perdamaian.
Dengan menyerang negara lain tanpa mandat PBB dan tanpa deklarasi perang, AS dianggap melanggar prinsip hukum internasional.
Alhasil banyak sekutu yang melihat AS sebagai negara yang bertindak sepihak, memicu konflik, dan mengabaikan kerja sama internasional. Akibatnya, posisi AS sebagai pemimpin perdamaian dunia menjadi lemah.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.