Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
‘Kabur Dulu’ Jadi Tren di AS, Warga Berlomba Pindah Kewarganegaraan Karena Ogah Dipimpin Trump
Fenomena "Kabur Aja Dulu" meledak di AS selama awal 2025, ribuan warga berlomba mengajukan perpindahan kewarganegaraan buntut ketidakpuasan politik
TRIBUNNEWS.COM - Fenomena "Kabur Aja Dulu" belakangan meledak di Amerika Serikat (AS), melonjak tajam di awal 2025 buntut ketidakpuasan politik.
Adapun istilah “kabur dulu” sendiri berasal dari budaya pop dan media sosial, menggambarkan langkah cepat dan preventif seseorang untuk menyelamatkan diri dari situasi yang dianggap tidak sehat atau berbahaya meski belum sepenuhnya darurat.
Dalam konteks ini, banyak warga AS merasa lebih aman membangun hidup baru di negara seperti Inggris, yang dianggap lebih stabil secara politik dan sosial.
Meski pemerintah Inggris tengah memperketat persyaratan bagi migran legal, termasuk memperpanjang masa tunggu sebelum seseorang bisa mengajukan kewarganegaraan.
Namun hal itu tak menyurutkan upaya warga AS untuk kabur, bahkan sebagian besar warga AS memanfaatkan koneksi keluarga, pekerjaan, atau status Pendidikan agar bisa segera meninggalkan negara paman Sam itu.
Mereka memanfaatkan peluang ini untuk membangun masa depan yang dianggap lebih menjanjikan.
Mencuatnya tren ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap masa depan politik AS di mata sebagian warganya sendiri.
Bagi mereka, meninggalkan Amerika bukan semata bentuk pelarian, melainkan langkah strategis demi keamanan, stabilitas, dan harapan baru.
Ribuan Warga Pilih Kabur
Menurut data terbaru yang dirilis Kantor Dalam Negeri Inggris, jumlah warga AS yang mengajukan permohonan kewarganegaraan atau izin tinggal tetap di Inggris pada kuartal I-2025 meledak.
Melonjak jadi 6.618 warga, dengan lebih dari 1.900 permohonan diterima antara Januari dan Maret.
Baca juga: Trump Beri Napas Lega: Ancaman Tarif 50 Persen Mobil Eropa Ditunda Sampai Juli
Menjadi rekor tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2004 setelah Donald Trump resmi kembali menjabat sebagai Presiden untuk periode kedua.
Mengutip dari The Guardian, lonjakan juga terjadi pada permohonan izin tinggal permanen, dimana pada 2024, lebih dari 5.500 warga AS diberikan status menetap di Inggris naik sekitar 20 persen jika dibandingkan dengan tahun 2023..
“Orang-orang tidak menunggu keadaan memburuk. Mereka memilih untuk ‘kabur dulu’ sebelum situasinya tak terkendali,” ujar salah satu warga AS yang kini menetap di London.
Selain di Inggris, lonjakan permohonan juga terjadi di Irlandia, dimana jumlah warga AS yang menjadikan paspor perpindahan ke Irlandia mencapai level tertinggi dalam satu dekade pada dua bulan pertama tahun ini.
Adapun rata-rata permohonan bulanan pada bulan Januari dan Februari yang hampir mencapai 4.300, naik sekitar 60 persen dari tahun lalu, menurut data dari Departemen Luar Negeri Irlandia.
Sementara di Prancis, data pemerintah menunjukkan bahwa permintaan visa jangka panjang dari warga Amerika mencapai 2.383 dalam tiga bulan pertama tahun 2025.
Angka itu dibandingkan dengan total 1.980 pada periode yang sama tahun lalu.
Ketidakpuasan Politik Jadi Pemicu
Bagi banyak warga Amerika, fenomena kabur bukan semata soal tidak suka pada Trump secara pribadi.
Ini adalah bentuk protes senyap terhadap arah kebijakan negara yang dianggap mengancam kebebasan, keamanan, dan masa depan.
Banyak warga merasa bahwa suara dan aspirasi mereka tak lagi dihargai. Ketika institusi demokrasi dianggap tidak mewakili rakyat, muncul rasa kecewa yang mendalam.
Kembalinya Donald Trump ke kursi presiden, bagi sebagian orang, dianggap sebagai kemunduran, bukan kemenangan demokrasi.
Selain alasan politik, meningkatnya ketegangan sosial juga ikut mendorong warga untuk mencari tempat tinggal baru.
Polarisasi yang tajam, konflik ideologi, hingga diskriminasi terhadap kelompok minoritas membuat banyak orang merasa tidak aman, bahkan di lingkungan sendiri.
Alasan tersebut yang mendorong mereka memilih untuk menyelamatkan diri sebelum semuanya terlambat.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.