Rusuh di Amerika Serikat
5 Tahun Kematian George Floyd, Narasi Palsu soal Overdosis Masih Beredar
Lima tahun setelah George Floyd tewas, klaim palsu soal overdosis masih dipakai untuk bela Chauvin.
TRIBUNNEWS.COM - Lima tahun setelah George Floyd tewas saat ditangkap polisi kulit putih di Amerika Serikat (AS), misinformasi tetap menyebar.
Peristiwa yang terjadi pada 25 Mei 2020 itu memicu protes global terhadap kebrutalan polisi dan rasisme.
Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun, meninggal usai lehernya ditindih lutut Derek Chauvin selama sekitar sembilan menit.
Video kejadian itu menjadi bukti penting dalam vonis pembunuhan Chauvin.
Narasi tandingan segera muncul, menyebut Floyd meninggal karena overdosis narkoba.
Narasi ini kembali mencuat dalam seruan agar Chauvin diberi pengampunan oleh Presiden Donald Trump.
Anggota DPR AS dari Partai Republik, Marjorie Taylor Greene, bahkan menyebut Floyd meninggal akibat obat-obatan.
Padahal dua laporan otopsi menyimpulkan bahwa Floyd tewas karena pembunuhan, bukan overdosis.
Meski ditemukan fentanil dalam tubuh Floyd, laporan medis menyatakan penyebabnya adalah serangan jantung akibat penahanan paksa.
Klaim overdosis diperkuat tokoh konservatif seperti Tucker Carlson dan Candace Owens sejak 2020.
Menurut ahli, penyebaran narasi ini dipengaruhi rasisme sistemik dan upaya delegitimasi gerakan keadilan rasial.
Baca Selanjutnya: Tagar justiceforgeorgefloyd trending soroti pria kulit hitam yang meninggal diinjak polisi
Rachel Kuo dari University of Wisconsin menyebut misinformasi ini digunakan untuk membenarkan stereotip kriminalisasi orang kulit hitam.
Setelah penyelidikan federal pada 2023, Departemen Kehakiman AS menemukan pola pelanggaran HAM oleh polisi Minneapolis.
Algoritma media sosial terus memperluas jangkauan narasi palsu demi klik dan visibilitas.
Film dokumenter Candace Owens dan pernyataan rapper Kanye West turut menyebarkan kembali kebohongan lama ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.