Konflik India dan Pakistan
Penerbangan Misterius Mesir Il-76MF dari China ke Pakistan Picu Spekulasi Transfer Pertahanan Udara
Sebuah pesawat angkut militer Angkatan Udara Mesir Il-76MF, yang berangkat dari China dan melakukan pemberhentian transit di Pakistan picu spekulasi
Penerbangan Misterius Mesir Il-76MF dari China Picu Spekulasi Transfer Pertahanan Udara ke Pakistan
TRIBUNNEWS.COM- Sebuah pesawat angkut militer Angkatan Udara Mesir Il-76MF, yang berangkat dari China dan melakukan pemberhentian transit di Pakistan, telah memicu spekulasi luas tentang potensi transfer sistem pertahanan udara China ke Mesir.
Penerbangan yang terjadi awal minggu ini telah menarik perhatian karena tidak adanya pernyataan resmi dari Kairo atau Beijing mengenai muatan pesawat tersebut.
Para pengamat menunjuk pada hubungan militer yang semakin erat antara Mesir dan Cina, yang disorot oleh latihan gabungan baru-baru ini seperti "Eagles of Civilization 2025," sebagai kemungkinan konteks penerbangan tersebut.
Namun, tanpa konfirmasi, pesawat itu bisa saja membawa berbagai hal mulai dari pasokan logistik hingga personel atau peralatan yang tidak terkait dengan sistem pertahanan udara.
Rute dan waktu yang tidak biasa tersebut telah memicu diskusi tentang semakin bergantungnya Mesir pada teknologi militer China dan meluasnya peran China dalam lanskap pertahanan Timur Tengah.
Il-76MF, pesawat angkut berat rancangan Soviet, merupakan andalan Angkatan Udara Mesir, yang mampu mengangkut hingga 60 ton kargo dalam jarak sekitar 4.000 kilometer.
Didukung oleh empat mesin turbofan Aviadvigatel D-30KP, pesawat ini berukuran panjang 46,6 meter dengan lebar sayap 50,5 meter, yang memungkinkannya mengangkut peralatan berukuran besar seperti komponen sistem pertahanan udara, termasuk radar, peluncur rudal, atau modul komando.
Ruang kargo yang luas, berukuran panjang 24,5 meter dan lebar 3,4 meter, dapat menampung berbagai perangkat keras militer, menjadikannya pilihan yang masuk akal untuk mengangkut sistem seperti platform pertahanan udara HQ-9B milik China.
Kemampuan pesawat untuk beroperasi dari lapangan udara yang sulit dan keandalannya yang terbukti dalam misi jarak jauh semakin meningkatkan kegunaannya untuk tugas-tugas tersebut.
Dibandingkan dengan pesawat setara Barat seperti Boeing C-17 Globemaster III, Il-76MF menawarkan kapasitas kargo yang sama dengan biaya operasional yang lebih rendah, meskipun tidak memiliki avionik canggih dan jangkauan global seperti pesawat buatan Amerika.
Spekulasi seputar penerbangan tersebut bermula dari sebuah unggahan di X, saat seorang pengamat mencatat keberangkatan Il-76MF dari China dan persinggahannya di Pakistan, yang menunjukkan pesawat itu mungkin membawa sistem pertahanan udara.
Tidak ada sumber resmi yang menguatkan klaim ini, dan baik pemerintah Mesir maupun Cina tidak mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan tujuan penerbangan tersebut. Persinggahan transit di Pakistan, sekutu dekat Cina dan penerima perangkat keras militer Cina menambah intrik.
Pakistan mengoperasikan sistem buatan Cina seperti HQ-16 dan telah berkolaborasi dengan Beijing dalam proyek pertahanan bersama, menimbulkan pertanyaan apakah penghentian itu murni logistik atau bagian dari upaya koordinasi regional yang lebih luas.
Kurangnya transparansi dari semua pihak yang terlibat hanya memperkuat spekulasi, dengan beberapa analis menduga penerbangan tersebut dapat dikaitkan dengan latihan “Eagles of Civilization 2025” yang sedang berlangsung , yang dimulai pada bulan April di Pangkalan Udara Wadi Abu Rish di Mesir.
Hubungan militer Mesir dengan China telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, yang menjadi latar belakang rumor ini. Pada tahun 2017, Mesir dilaporkan mengakuisisi sistem pertahanan udara HQ-9B, platform rudal permukaan-ke-udara jarak jauh yang dikembangkan oleh Aerospace Science and Industry Corporation milik China.
Akuisisi ini diakui oleh pejabat pertahanan Mesir selama Pameran Pertahanan Mesir [EDEX], meskipun rincian spesifik tentang jumlah sistem atau penyebarannya masih kurang. HQ-9B, yang sering dibandingkan dengan S-300PMU-2 Rusia, dirancang untuk menghadapi berbagai ancaman udara, termasuk jet tempur, rudal jelajah, dan rudal balistik jarak pendek.
Dengan jangkauan operasional hingga 200 kilometer dan ketinggian maksimum 27 kilometer, sistem ini menggunakan radar array bertahap untuk akuisisi target dan dapat melacak beberapa ancaman secara bersamaan. Rudalnya, yang dipandu oleh kombinasi navigasi inersia dan radar homing aktif, menawarkan kemungkinan tinggi untuk mencegat pesawat dan amunisi modern.
Radar HQ-9B, yang diyakini merupakan turunan dari model HT-233, menggunakan teknologi active electronically scanned array [AESA], yang memungkinkannya mendeteksi target yang sulit diamati seperti pesawat siluman pada jarak jauh. Arsitektur komando dan kendali sistem memungkinkan integrasi dengan aset pertahanan udara lainnya, sehingga menciptakan jaringan pertahanan berlapis.
Bagi Mesir, HQ-9B merupakan alternatif yang hemat biaya untuk sistem Barat seperti Patriot PAC-3 buatan AS, yang harganya lebih mahal dan disertai dengan kepentingan politik. Persyaratan ekspor sistem China yang relatif terbuka dan tidak adanya perjanjian pengguna akhir yang membatasi menjadikannya pilihan yang menarik bagi negara-negara yang ingin memperkuat pertahanan udara mereka tanpa terlalu dekat dengan Washington atau Moskow.
Dibandingkan dengan S-400 milik Rusia, HQ-9B menawarkan kemampuan serupa dengan biaya lebih rendah, meskipun belum diuji dalam pertempuran setingkat dengan rudal buatan Rusia atau Amerika.
Akuisisi HQ-9B oleh Mesir menandai langkah signifikan dalam diversifikasi pemasok senjata, sebuah tren yang telah meningkat selama dekade terakhir. Secara historis bergantung pada bantuan militer AS, termasuk sistem seperti F-16 Fighting Falcon dan baterai pertahanan udara MIM-23 Hawk, Mesir semakin beralih ke mitra non-Barat untuk mengurangi ketergantungannya pada Washington.
China telah muncul sebagai pemain kunci dalam perubahan ini, memasok Mesir dengan perangkat keras canggih seperti kendaraan udara tempur tak berawak Wing Loong II, pesawat tanpa awak multiperan yang mampu melakukan serangan presisi dan pengumpulan intelijen.
Drone tersebut, yang dilengkapi dengan radar aperture sintetis dan sensor elektro-optik, memiliki jangkauan 1.500 kilometer dan dapat membawa hingga 480 kilogram amunisi, menjadikannya aset serbaguna untuk operasi kontraterorisme Mesir di Semenanjung Sinai. Mesir juga telah menjajaki platform angkatan laut China, dengan laporan diskusi untuk fregat Tipe 054A, meskipun belum ada kontrak yang dikonfirmasi secara publik.
Latihan udara gabungan “Eagles of Civilization 2025”, yang dimulai pada tanggal 19 April, menggarisbawahi hubungan yang semakin erat antara Kairo dan Beijing. Diselenggarakan di Pangkalan Udara Wadi Abu Rish, latihan tersebut melibatkan pesawat canggih dari kedua negara, termasuk pesawat tempur MiG-29M/M2 buatan Rusia milik Mesir dan jet tempur multiperan J-10C milik Tiongkok, yang didukung oleh pesawat tanker YU-20 dan pesawat peringatan dini dan kontrol udara KJ-500.
Menurut pernyataan dari Angkatan Bersenjata Mesir, latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan interoperabilitas dan berbagi keahlian taktis antara kedua angkatan udara. Kementerian Pertahanan Nasional Tiongkok menggambarkan latihan tersebut sebagai tonggak penting dalam kerja sama militer bilateral, dengan menekankan peran mereka dalam mempromosikan rasa saling percaya.
Citra satelit dari tanggal 17 April, yang dipublikasikan oleh The Asia Live, mengungkap keberadaan pesawat angkut udara Y-20 milik Tiongkok di pangkalan udara tersebut, yang menunjukkan dukungan logistik yang signifikan untuk latihan tersebut. Dimasukkannya aset-aset canggih seperti KJ-500, yang menyediakan kewaspadaan situasional secara real-time melalui radar AESA-nya, menunjukkan bahwa latihan tersebut menguji skenario yang kompleks, yang mungkin mencakup operasi pertahanan udara terpadu.
Penerbangan Il-76MF dapat dikaitkan dengan latihan ini, yang berpotensi mengangkut personel, suku cadang, atau peralatan pendukung bagi kontingen China. Atau, mungkin juga merupakan bagian dari operasi logistik terpisah, seperti pengiriman perlengkapan perawatan untuk sistem HQ-9B milik Mesir.
Kapasitas pesawat untuk membawa susunan radar besar atau kontainer rudal menjadikannya kandidat untuk mengangkut komponen pertahanan udara, tetapi tanpa konfirmasi resmi, kemungkinan lain—seperti pasokan medis, perlengkapan komunikasi, atau bahkan bantuan kemanusiaan—tidak dapat dikesampingkan.
Persinggahan di Pakistan memperumit situasi, karena hal itu menunjukkan bahwa penerbangan tersebut mungkin memerlukan pengisian bahan bakar di tengah rute atau dikoordinasikan dengan otoritas Pakistan karena alasan yang belum diungkapkan. Hubungan militer Pakistan sendiri dengan China, termasuk pengoperasian pesawat tempur JF-17 Thunder yang dikembangkan bersama dengan Beijing, menunjukkan jaringan kerja sama pertahanan yang lebih luas yang dapat melibatkan Mesir.
Pengaruh China yang semakin besar di sektor pertahanan Timur Tengah memberikan konteks yang lebih luas untuk spekulasi tersebut. Selama dekade terakhir, Beijing telah memperluas ekspor persenjataannya, memasok sistem seperti HQ-9B dan HQ-22 ke negara-negara seperti Pakistan, Serbia, dan Arab Saudi.
Tidak seperti pemasok Barat, Tiongkok memberlakukan lebih sedikit pembatasan pada transfer teknologi, yang memungkinkan negara klien untuk mengintegrasikan sistemnya ke dalam persenjataan yang ada dengan hambatan birokrasi yang minimal.
Pendekatan ini telah menempatkan Tiongkok sebagai pesaing langsung Amerika Serikat dan Rusia di pasar persenjataan global, khususnya untuk sistem pertahanan udara. HQ-9B, misalnya, mengisi celah bagi negara-negara yang mencari kemampuan canggih dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan sistem seperti Patriot atau S-400.
Teknologi radar dan rudalnya menggabungkan pelajaran dari program pertahanan udara domestik China, termasuk integrasi kecerdasan buatan untuk penentuan prioritas dan pelacakan target, meskipun kinerja sistem terhadap ancaman modern seperti rudal hipersonik masih belum terbukti dalam pertempuran.
Kalkulasi strategis Mesir dalam mempererat hubungan dengan China mencerminkan pertimbangan praktis dan geopolitik. Sebagai sekutu AS yang menerima bantuan militer tahunan sebesar $1,3 miliar, Kairo telah lama menyeimbangkan kemitraannya untuk menjaga fleksibilitas.
Kekecewaan terhadap pembatasan penjualan senjata oleh AS, terutama setelah krisis politik tahun 2013 yang menyebabkan penghentian sementara bantuan, mendorong Mesir untuk mencari alternatif. Kesediaan Tiongkok untuk menyediakan sistem canggih tanpa prasyarat politik telah menjadikannya mitra yang menarik.
Pada saat yang sama, kedekatan Mesir dengan zona konflik seperti Libya dan Sudan, dikombinasikan dengan perannya dalam mengamankan Terusan Suez, membutuhkan jaringan pertahanan udara yang kuat. HQ-9B, dengan kemampuannya untuk melawan ancaman dari negara tetangga atau aktor non-negara, sejalan dengan kebutuhan Mesir untuk memproyeksikan kekuatan di wilayah yang bergejolak.
Secara historis, strategi pertahanan udara Mesir telah berkembang melalui beberapa fase. Selama Perang Dingin, Mesir sangat bergantung pada sistem Soviet seperti SA-2 dan SA-3, yang digunakan dengan keberhasilan beragam terhadap pesawat Israel dalam perang tahun 1967 dan 1973. Peralihan ke sistem AS pada tahun 1980-an, termasuk Improved Hawk dan kemudian Patriot, menandai perubahan orientasi ke arah teknologi Barat.
Pengenalan sistem China pada tahun 2010-an mencerminkan kembalinya diversifikasi, yang didorong oleh biaya dan otonomi strategis. Penempatan HQ-9B, kemungkinan di sepanjang pantai utara Mesir atau di dekat infrastruktur utama seperti Terusan Suez, meningkatkan kemampuannya untuk mencegah serangan udara, meskipun mengintegrasikannya dengan sistem AS dan Rusia menimbulkan tantangan logistik.
Ketergantungan sistem pada perangkat lunak dan dukungan pemeliharaan China juga dapat menciptakan kerentanan, terutama dalam konflik berkepanjangan di mana rantai pasokan terganggu.
Spesifikasi Il-76MF menyoroti kesesuaiannya untuk mengangkut sistem pertahanan udara. Dengan berat lepas landas maksimum 210 ton, pesawat ini dapat membawa baterai HQ-9B yang sudah dirakit lengkap, termasuk radar, kendaraan komando, dan peluncur rudal, dalam satu penerbangan.
Konfigurasi empat mesinnya menyediakan daya dorong yang dibutuhkan untuk beban berat, sementara roda pendaratannya yang diperkuat memungkinkan operasi dari landasan pacu yang kasar, fitur penting untuk medan Mesir yang beragam. Jangkauan pesawat, yang dapat diperluas dengan pengisian bahan bakar udara, memungkinkan misi jarak jauh seperti yang dilakukan dari Cina ke Mesir melalui Pakistan.
Dibandingkan dengan pesawat angkut udara Y-20 milik China, yang memiliki kapasitas muatan sedikit lebih rendah yakni 55 ton, Il-76MF tetap menjadi platform yang terbukti untuk operasi angkat berat, meskipun tidak memiliki avionik modern dan efisiensi bahan bakar seperti Y-20.
Tidak adanya pernyataan resmi dari Mesir atau Cina membuat tujuan penerbangan tersebut terbuka untuk ditafsirkan. Latihan "Eagles of Civilization 2025" , yang dijelaskan oleh Egypt Today sebagai acara multi-hari yang difokuskan pada penguatan kerja sama militer, memberikan penjelasan yang masuk akal mengenai keberadaan Il-76MF di Cina.
Latihan yang melibatkan manuver rumit dan pesawat canggih ini memerlukan koordinasi logistik yang signifikan, yang berpotensi memerlukan pengangkutan peralatan atau personel. Namun, waktu penerbangan, sesaat setelah latihan dimulai, menunjukkan bahwa latihan ini bisa jadi merupakan bagian dari operasi terpisah, yang mungkin terkait dengan modernisasi pertahanan udara Mesir yang sedang berlangsung.
Modularitas HQ-9B memungkinkan adanya peningkatan, seperti peningkatan perangkat lunak radar atau jenis rudal tambahan, yang mungkin memerlukan pengiriman dari China.
Strategi Tiongkok yang lebih luas di Timur Tengah melibatkan peningkatan penjualan senjata untuk membangun kemitraan jangka panjang. Jangkauannya ke negara-negara Teluk, termasuk keanggotaan Arab Saudi dalam Organisasi Kerja Sama Shanghai, menunjukkan upaya bersama untuk memperluas pengaruhnya. Mesir, sebagai pemain penting di kawasan tersebut, merupakan mitra alami bagi Beijing, yang menawarkan akses ke Mediterania dan posisi strategis di dekat Israel dan Laut Merah.
Latihan bersama dan potensi transfer senjata menandakan pergeseran keseimbangan regional, yang menantang dominasi AS di pasar pertahanan Timur Tengah. Bagi Mesir, kemitraan dengan China memberikan pengaruh dalam negosiasi dengan Washington, yang memastikan Kairo dapat mengamankan persyaratan yang menguntungkan untuk transaksi senjata di masa mendatang.
Spekulasi seputar penerbangan Il-76MF menggarisbawahi ketidakjelasan transfer senjata modern, terutama ketika melibatkan kekuatan non-Barat. Meskipun penerbangan tersebut mungkin memang rutin, waktu dan rutenya telah menimbulkan pertanyaan yang sah tentang prioritas pertahanan Mesir dan ambisi China.
HQ-9B, sebagai pusat modernisasi pertahanan udara Mesir, merupakan pilihan pragmatis bagi negara yang tengah mengarungi lanskap geopolitik yang kompleks. Namun, integrasinya ke dalam gudang persenjataan Mesir, bersama sistem AS dan Rusia, menyoroti tantangan dalam mempertahankan strategi pertahanan yang kohesif.
Seiring dengan terus meluasnya pengaruh Tiongkok di Timur Tengah, dinamika keamanan kawasan akan terus berkembang, dengan Mesir memainkan peran utama. Apakah penerbangan ini menandai babak baru dalam kemitraan Kairo dengan Beijing atau sekadar catatan logistik, kurangnya kejelasan ini mengundang perhatian.
Yang tetap pasti adalah bahwa langit di Timur Tengah semakin dipenuhi oleh kepentingan yang bersaing, dan transparansi mungkin menjadi satu-satunya cara untuk menghilangkan rumor tersebut.
Dari sudut pandang saya, insiden tersebut mencerminkan tren yang lebih luas dari kekuatan non-Barat yang membentuk kembali keselarasan pertahanan global. Peralihan Mesir ke China, meskipun pragmatis, berisiko memperumit hubungannya dengan Amerika Serikat, terutama jika kesepakatan senjata lebih lanjut dikonfirmasi.
Kemampuan HQ-9B, meskipun mengesankan di atas kertas, masih belum teruji dalam konflik berintensitas tinggi, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keandalannya jika dibandingkan dengan sistem yang telah teruji di medan perang seperti Patriot atau S-400. Kerahasiaan penerbangan tersebut, meskipun tidak biasa dalam logistik militer, memicu ketidakpercayaan di wilayah yang sudah penuh ketegangan.
Jika Mesir benar-benar memperluas persenjataannya di Cina, hal itu mungkin menandakan sikap yang lebih berani dalam urusan regional, tetapi apa yang akan mengorbankan fleksibilitas strategisnya? Hanya waktu, dan mungkin pernyataan resmi yang langka, yang akan memberikan jawaban.
SUMBER: BULGARIAN MILITARY
Konflik India dan Pakistan
Gara-gara Air, Jenderal Pakistan Mengamuk, Ancam Rudal Bendungan India di Sungai Indus |
---|
Dominasi Udara Pakistan Naik, Jet Tempur Rafale India Ditembak Jatuh dengan Rudal PL-15 Buatan China |
---|
Terungkap Bagaimana Pakistan Tembak Jatuh Jet Tempur India Mei Lalu, Bukan Masalah Performa Rafale |
---|
Angkatan Udara Pakistan 12-14 Tahun Lebih Maju Dibanding India Berkat Jet J-35A China |
---|
Pakistan: India Aktifkan Sel Teror Fitna Al Hindustan Usai Kalah Telak dalam Pertempuran |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.