Gempa di Myanmar
Hujan dan Angin Kencang Hambat Penanganan Gempa Myanmar, Perparah Krisis Kemanusiaan
Pemerintah mencatat ada potensi hujan es, angin kencang, tanah longsor, dan suhu mencapai 38 derajat Celsius di beberapa wilayah Myanmar.
TRIBUNNEWS.COM - Hujan deras dan angin kencang melanda Myanmar selama sepekan terakhir.
Cuaca buruk ini memperparah krisis kemanusiaanakibat gempa bumi besar yang melanda Myanmar pada Jumat (28/4/2025).
Menurut MRTV, stasiun televisi milik pemerintah Myanmar, cuaca buruk diperkirakan berlanjut hingga seminggu ke depan.
Pemerintah mencatat ada potensi hujan es, angin kencang, tanah longsor, dan suhu mencapai 38 derajat Celsius di beberapa wilayah.
Kondisi ini makin menyulitkan operasi penyelamatan dan penyaluran bantuan bagi para korban gempa bermagnitudo 7,7 yang melanda wilayah dekat Mandalay, CNN melaporkan.
Gempa tersebut merusak infrastruktur secara luas, memutus aliran listrik, komunikasi, serta menghancurkan jalan dan jembatan.
Mayor Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara pemerintah militer Myanmar, menyampaikan bahwa hingga Minggu (6/4/2025), tercatat 3.564 orang tewas, 5.012 terluka, dan 210 orang masih hilang.
Federasi Penyelamatan Myanmar mengatakan kepada Associated Press bahwa hujan deras memaksa mereka menghentikan sementara penggunaan peralatan listrik selama operasi pencarian, namun tim tetap melanjutkan penyelamatan meski cuaca memburuk.
Sumber yang bekerja di Mandalay melaporkan bahwa badai menyebabkan beberapa bangunan yang sudah rapuh runtuh, menambah risiko bagi para pengungsi dan relawan.
Situs berita independen The Irrawaddy melaporkan bahwa sedikitnya 80 jenazah ditemukan di reruntuhan Hotel Great Wall di Mandalay.
Sementara itu, Departemen Pemadam Kebakaran Myanmar melaporkan penemuan lima jenazah lain dari bangunan runtuh di kota tersebut.
Baca juga: Akses Bantuan Terbatas, PBB: Operasi Militer di Myanmar Harus Dihentikan
Pemerintah militer menyebut kerusakan mencakup 5.223 bangunan, 1.824 sekolah, 2.752 tempat tinggal biara, 4.817 pagoda dan kuil, 167 rumah sakit dan klinik, serta 184 ruas jalan dan 198 bendungan.
Kota Sagaing dan Mandalay menjadi wilayah yang paling terdampak.
Gempa susulan terus terjadi, termasuk gempa berkekuatan 4,7 SR di selatan Mandalay pada Jumat malam, menurut Survei Geologi Amerika Serikat.
AFP melaporkan bahwa cuaca ekstrem turut memperlambat evakuasi jenazah dan distribusi bantuan.
Upaya internasional juga terhambat oleh komunikasi yang buruk dan kerusakan infrastruktur akibat perang saudara yang sudah berlangsung selama empat tahun.
Sebelum gempa, Myanmar telah mengalami krisis kemanusiaan parah.
PBB menyatakan bahwa konflik bersenjata menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi.
Bahkan setelah gempa, junta militer tetap melancarkan serangan ke wilayah pemberontak, termasuk setidaknya 16 serangan sejak Rabu (2/4), sehari setelah pengumuman gencatan senjata sementara.
Pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, menghadiri KTT regional di Bangkok pada 3–4 April.
Kehadirannya menuai protes keras dari kelompok anti-junta, yang menyebutnya sebagai “pembunuh.”
Kini, Myanmar menghadapi krisis berlapis: gempa bumi mematikan, ancaman cuaca ekstrem, dan konflik bersenjata yang belum menunjukkan tanda mereda.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.