China Vs Amerika
Perang Intelijen AS Vs China: Amerika Larang Diplomatnya Berhubungan Intim dengan Warga Tiongkok
AS melarang diplomat, anggota keluarga mereka, dan kontraktor di Tiongkok untuk menjalin hubungan romantis atau seksual dengan warga negara tersebut.
Versi terbatas dari aturan tersebut yang diperkenalkan pada musim panas lalu hanya melarang hubungan dengan warga negara Tiongkok yang bekerja sebagai staf pendukung di misi AS.
Kebijakan baru ini memperluas larangan tersebut ke semua warga negara Tiongkok di Tiongkok, meskipun pengecualian dapat diminta untuk hubungan yang sudah ada sebelumnya.
Jika permohonan pengecualian ditolak, individu harus mengakhiri hubungan tersebut atau meninggalkan pos mereka.
Pelanggar dapat menghadapi pengusiran segera dari Tiongkok, yang dapat mengganggu operasi diplomatik dan memperburuk hubungan AS-Tiongkok.
Kebijakan ini mencerminkan ketegangan yang lebih luas antara AS dan Tiongkok, dengan Washington mengutip risiko keamanan nasional, sementara beberapa kritikus berpendapat bahwa kebijakan ini melanggar kebebasan pribadi.
Departemen Luar Negeri AS belum merinci penegakan kebijakan ini atau definisi tepat dari hubungan yang dilarang, yang memicu perdebatan tentang cakupan dan implikasinya.
Larangan ini dapat memperburuk hubungan AS-Tiongkok dan mempersulit upaya diplomatik, terutama jika pejabat Tiongkok melihatnya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan mereka.
Kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang potensi penyalahgunaan hubungan pribadi dalam konteks spionase, yang telah menjadi alat yang digunakan dalam berbagai skenario, dari konflik internasional hingga skandal korporat.
Perang Pengaruh AS Vs China di Asia Barat
Dalam dekade terakhir, China telah memperkuat kehadirannya di kawasan Teluk Persia, menjadikannya mitra dagang utama, pengimpor energi, dan pengembang infrastruktur.
Wilayah Asia Barat menjadi jembatan vital antara Asia dan Eropa, terutama dalam konteks Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) yang bernilai triliunan dollar.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping merupakan dua tokoh kunci dalam dinamika ini.
Dalam dua bulan pertama masa jabatannya, Trump telah menandatangani sejumlah perintah eksekutif yang memprioritaskan industri domestik, menerapkan tarif pada berbagai impor asing, serta menghidupkan kembali doktrin "Amerika Pertama".
Dokumen rahasia yang bocor, Interim National Strategic Defense Guidance, menunjukkan bahwa AS mengadopsi sikap yang lebih hawkish terhadap China.
Menurut Menteri Pertahanan Pete Hegseth, potensi konflik dengan China terkait Taiwan menjadi prioritas utama, sementara ancaman dari negara lain seperti Iran dan Rusia diakui, namun fokus utama tetap pada China.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.