Krisis di Suriah
Druze Suriah Tolak Mentah-Mentah Tawaran Netanyahu untuk Atasi Konflik Internal: Kami Tidak Butuh
Netanyahu memerintah pasukan untuk membela kelompok Druze di Suriah. Tetapi aktivis Druze tidak membutuhkan bantuan eksternal.
TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan yang dipicu oleh bentrokan antara pasukan keamanan Suriah dan kelompok bersenjata lokal di kota Jaramana, yang mayoritas penduduknya Druze, dekat Damaskus, meningkat pada hari Sabtu (1/3/2025).
Peningkatan ini terjadi setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz mengumumkan bahwa mereka telah menginstruksikan tentara Israel untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi kota tersebut.
Mengutip laporan media Israel Haaretz, warga setempat mengatakan bahwa pernyataan tersebut justru memperkeruh suasana dan meningkatkan kekhawatiran di kota tersebut.
"Kami tidak meminta perlindungan dari siapa pun, dan kami selalu menjadi bagian integral dari tatanan sosial Suriah," kata Rabih Munthir, seorang aktivis politik dan anggota komite sosial Jaramana, dalam wawancara dengan Al-Watan FM yang berbasis di Damaskus.
"Masalah yang ada dapat diselesaikan dalam kerangka nasional, tanpa campur tangan eksternal," tambahnya.
"Kami menentang upaya untuk mengubah situasi saat ini menjadi dalih intervensi eksternal—baik oleh Israel maupun pihak lain. Ini adalah masalah internal dan harus tetap seperti itu," kata Nour al-Din (28), seorang warga Jaramana.
Ia mengakui bahwa beberapa pihak mungkin ingin menyebarkan kekacauan, tetapi menegaskan, "Kita harus menjaga Suriah tetap bersatu."
Menurut Kamal (43), seorang warga negara Suriah, tidak jelas mengapa Israel campur tangan dalam masalah yang bukan urusannya.
Ia mengatakan bahwa kota itu sedang menghadapi ketegangan internal, karena otoritas Suriah yang baru berusaha untuk menegaskan kendali dan memperkuat kehadiran mereka.
Setiap intervensi asing terutama dari Israel, berbahaya.
Kamal mencatat bahwa minggu lalu, setelah pernyataan Netanyahu tentang Israel yang tidak akan menoleransi ancaman apa pun terhadap komunitas Druze, kemarahan meluas di seluruh Suriah, memicu protes, termasuk di Suwayda, basis populasi Druze di negara itu.
Baca juga: Media Israel: Pelaku Penyerangan di Haifa Adalah Pemuda Druze, Motif Terkait Agresi IDF di Suriah?
"Ini adalah upaya lain—mirip dengan yang sebelumnya—untuk memecah belah warga Suriah dan menimbulkan ketegangan di negara itu," imbuh Kamal.
Dalam pidatonya, Netanyahu juga menuntut demiliterisasi penuh Suriah selatan dari pasukan rezim baru, dan menyatakan bahwa Pasukan Pertahanan Israel akan tetap berada di Gunung Hermon dan zona demiliterisasi untuk waktu yang tidak terbatas.
"Kesetiaan komunitas Druze di Suriah, pertama dan terutama, adalah untuk negara-bangsa Suriah," imbuh Kamal.
"Sudah seperti itu di masa lalu, dan akan tetap seperti itu. Itulah sebabnya orang-orang memprotes dan menolak pernyataan Netanyahu."
Arwad (37) juga menyatakan keberatannya atas pernyataan terbaru yang dibuat oleh para pemimpin Israel.
"Upaya intervensi Israel di Suriah bukanlah hal baru bagi kami, tetapi kata-kata Netanyahu menegaskan bahwa mereka mengeksploitasi masalah internal, seperti bentrokan di Jaramana, untuk membenarkan kehadiran militer mereka di Suriah," katanya.
"Hal ini tidak memberi kami rasa aman," tambahnya.
"Sebaliknya, hal ini menciptakan permusuhan terhadap kami dari pemerintah Suriah yang baru, dan itu menakutkan. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak konfrontasi."
Bentrokan Pasukan Keamanan Suriah dan Kelompok Bersenjata
Dilansir France24, bentrokan antara pasukan Suriah dan orang-orang bersenjata dari komunitas Druze menewaskan satu orang dan melukai sembilan orang lainnya di dekat Damaskus pada hari Sabtu (1/3/2025).
Sejak Ahmad Al-Sharaa berhasil menggulingkan mantan presiden Suriah Bashar al-Assad, bentrokan dan penembakan terjadi di beberapa daerah. Pejabat keamanan Suriah menuduh pendukung bersenjata dari pemerintahan sebelumnya sebagai penyebabnya.
Insiden hari Sabtu terjadi di Jaramana, pinggiran kota padat penduduk di dekat Damaskus yang merupakan rumah bagi mayoritas penduduk minoritas Druze dan Kristen.
Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris melaporkan bahwa satu orang tewas dan sembilan orang lainnya dari Jaramana terluka selama bentrokan antara pasukan keamanan yang berafiliasi dengan otoritas baru dan orang-orang bersenjata lokal yang bertugas melindungi daerah tersebut.
Belum dapat dipastikan apakah orang yang tewas adalah warga sipil atau pejuang lokal.
Ketegangan dimulai pada hari Jumat ketika pertikaian menyebabkan terbunuhnya seorang anggota pasukan keamanan dan terlukanya seorang lainnya dalam penembakan di sebuah pos pemeriksaan di Jaramana, menurut SOHR.
Baca juga: Pemimpin Druze Lebanon Peringatkan Adanya Rencana Israel untuk Menyabotase dan Memecah Belah Suriah
Siapa Druze?
Menurut Al Jazeera, Druze adalah kelompok minoritas etnoreligius yang sebagian besar mengidentifikasi diri sebagai orang Arab dan berbahasa Arab.
Agama Druze berakar dari Syiah Ismailiyah pada abad ke-11, tetapi telah berkembang hingga mencakup aspek-aspek agama lain, termasuk Hinduisme, serta filsafat kuno.
Keyakinan ini mempercayai reinkarnasi sambil mengakui tokoh-tokoh tradisional dalam Islam, Kristen, dan Yahudi.
Kelompok minoritas ini sebagian besar menjaga jarak dari masyarakat sekitar, tidak melakukan proselitisme, dan tidak menganjurkan pernikahan di luar agama.
Komunitas Druze dapat ditemukan di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Dataran Tinggi Golan – wilayah Suriah yang diduduki oleh Israel.
Hubungan antar komunitas Druze di berbagai negara terjalin kuat.
Israel mengambil alih sebagian besar Dataran Tinggi Golan dalam Perang Arab-Israel 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu pada 1981, sebuah tindakan yang dikutuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan masyarakat internasional.
Hanya Amerika Serikat yang mengakui kedaulatan Israel atas Golan, yang secara strategis penting karena menghadap dataran Israel utara dan Suriah barat daya.
Setelah pendudukan dimulai, banyak warga Suriah dipaksa keluar dari Golan, dan Israel membangun permukiman ilegal di sana.
Saat ini, sekitar 20.000 warga Druze tinggal di sana.
Namun, banyak warga Druze di Dataran Tinggi Golan tidak memiliki kewarganegaraan Israel.
Diperkirakan 150.000 warga Druze di Israel memegang kewarganegaraan.
Mereka sebagian besar mengidentifikasi diri sebagai orang Israel dan direkrut menjadi militer Israel.
Istilah "perjanjian darah" sering digunakan untuk menggambarkan hubungan antara Druze Israel dan Yahudi Israel.
Baca juga: Israel Menggila di Suriah, Bombardir Kota Tartus yang Jadi Gudang Senjata Rezim Assad
Sebagai bagian dari hal ini, banyak warga Druze telah berjuang untuk Israel dalam perang-perangnya melawan negara-negara tetangga Arab dan Palestina.
Diperkirakan satu juta warga Druze tinggal di Lebanon dan Suriah.
Mereka tinggal di sekitar Gunung Lebanon di Lebanon utara dan di desa-desa dan kota-kota di Suriah selatan di sekitar Sweida dan Jabal al-Druze, yang berarti "Gunung Druze" dalam bahasa Arab.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.