Minggu, 5 Oktober 2025
Deutsche Welle

Warga Iran Ingin Trump Menang Pemilu AS, Mengapa?

Banyak orang Iran memperhatikan pemilu AS, di tengah konflik yang membara antara Iran dan Israel. Bagi mereka, Donald Trump dan Kamala…

Deutsche Welle
Warga Iran Ingin Trump Menang Pemilu AS, Mengapa? 

Di tengah bayang-bayang konflik antara Iran dan Israel, banyak orang Iran dengan cemas menanti hasil pemilu presiden Amerika Serikat.

Dalam percakapan rahasia maupun terbuka, seperti yang dilaporkan CNN dari Teheran dua minggu lalu, banyak warga Iran menyatakan lebih memilih kandidat dari Partai Republik dan mantan Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih.

Mereka yang diwawancarai mengatakan melihatnya sebagai pemimpin kuat yang dapat mengatasi masalah. Di sisi lain, kemenangan kandidat Demokrat dan Wakil Presiden saat ini, Kamala Harris, menurut mereka akan melanjutkan status quo politik AS.

"Di bawah tekanan besar dari krisis ekonomi yang semakin memburuk, banyak orang Iran menginginkan perubahan mendasar," ujar jurnalis politik Iran Fariba Pajooh kepada DW. "Beberapa dari mereka melihat Donald Trump sebagai seseorang yang bisa mengakhiri sistem politik Republik Islam di Iran."

"Pernyataan Trump dipersepsikan secara selektif, tidak hanya di AS tetapi juga di Iran," kata Pajooh. "Banyak warga Iran percaya dia bisa menggulingkan rezim di Iran. Meski begitu, Trump berulang kali menekankan bahwa mencegah bom nuklir Iran adalah prioritas utamanya."

Bayang-bayang perang

Sebulan setelah Iran melancarkan serangan rudal ke Israel, Israel melakukan serangan balasan pada 25 Oktober dan menghancurkan target-target militer di Iran, terutama fasilitas produksi rudal, menurut Jerusalem Post.

Serangan tersebut bertujuan untuk merusak pertahanan udara Iran dan menghambat pengembangan rudal balistik jangka panjang.

"Tidak mungkin memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya," kata Alex Vatanka, direktur program Iran di Middle East Institute di Washington, DC, kepada DW.

Vatanka mengatakan pemerintah AS telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran sebelum pemilu.

"Namun, serangan balasan Israel bukanlah tindakan simbolis," kata Vatanka. "Dua puluh lokasi militer di Iran diserang. Israel telah menunjukkan kepada Iran kekuatan militernya, yang juga ingin dilihat oleh AS. Israel jelas mengkomunikasikan pesan dan kemampuannya, dan semoga Iran mendapat pesan tersebut untuk menghindari eskalasi lebih lanjut."

Iran menilai serangan Israel termasuk skala kecil dan hanya menyebabkan kerusakan terbatas. Ini dapat mengindikasikan bahwa Teheran menganggap putaran eskalasi ini telah berakhir, kata Vatanka.

Program nuklir Iran

Sebagai presiden pada 2018, Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Pt5+1 dengan Iran, yang diberlakukan pada akhir 2015 setelah bertahun-tahun kerja sama internasional. Trump mengatakan bahwa ia bisa menegosiasikan "kesepakatan yang lebih baik" daripada pendahulunya, Barack Obama.

Kebijakan "tekanan maksimum"-nya pada Iran akhirnya tidak berhasil. Satu tahun setelah AS menarik diri, Iran secara bertahap mulai menarik diri dari kewajibannya dalam perjanjian tersebut. Kini, Iran diyakini semakin dekat untuk membangun bom nuklir.

Pada September, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa AS harus mencapai kesepakatan dengan Iran untuk menghentikan program nuklirnya. Dalam konflik yang memanas antara Iran dan Israel, Trump mendukung serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.

"Jawaban Biden seharusnya: Targetkan fasilitas nuklir terlebih dahulu dan urus sisanya kemudian," katanya pada sebuah acara pemilihan awal Oktober, yang secara langsung bertentangan dengan pandangan resmi penerusnya.

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved