Mengapa ritual 'Jalan Salib' dipilih orang-orang Papua untuk menarik perhatian Paus Fransiskus soal Papua?
Dalam tradisi Katolik, Jalan Salib adalah rangkaian devosi yang mengenang perjalanan Yesus Kristus dari penghakiman hingga penyaliban.…
“Kami menyayangkan aksi polisi yang represif,” imbuhnya.
Terpisah, Pastor Alexandro F. Rangga dari Ordo Fatrum Minorum (OFM) St. Fransiskus Duta Damai, menjelaskan bahwa masyarakat Papua melihat hidup mereka penuh penderitaan sejak berintegrasi dengan Indonesia.
“Ini berakar pada perbedaan ideologi politik Indonesia [dan] Papua,” ujar Alexandro.
Alexandro menyebut Jalan Salib dibuat untuk menarik perhatian Paus Fransiskus karena orang Papua yang mayoritas beragama Kristen merasa bahwa Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak mewadahi suara orang asli Papua sehingga mereka merasa perlu “menyampaikannya secara langsung kepada Paus”.
Salah seorang pimpinan Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), Markus Haluk, mengatakan gereja-gereja Katolik baik dari sisi sejarah maupun integritas “menjadi tumpuan dan harapan terakhir” bagi masyarakat Papua.
“Kita tidak bisa menafikan bahwa ada peran gereja-gereja lain, tetapi gereja Katolik dari sisi pengaruh dan dari sisi harapan umat memang besar,” ujar Markus.
Markus mengakui sejauh ini dirinya belum melihat Vatikan secara langsung menyampaikan sesuatu mengenai Papua. Meski begitu, dia menekankan sejarah perjuangan uskup-uskup di Papua yang baginya sudah memperlihatkan integritas mereka.
“Sampai saat ini [kalau Vatikan langsung] itu [Papua] termasuk yang diabaikan. Atau belum bersuara” ujar Markus.
Bagaimana Gereja Katolik masuk ke Papua?
Institusi Katolik Roma mendapat diskriminasi pada era kolonial Hindia Belanda, menurut At Ipenburg, pakar teologi yang pernah mengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi I.S. Kijne di Jayapura. Status itu berubah pada 1854 saat gereja Katolik mendapat izin untuk mengefektifkan kembali struktur gereja mereka.
Dalam riset Ipenburg berjudul Christianity in Papua, pada 1894 seorang pastor dari ordo Yesuit bernama Cornelis Le Cocq d’Armandville datang ke Fakfak dari Pulau Seram Maluku. Dalam 10 hari pertamanya di Fakfak, Le Cocq membaptis setidaknya 73 orang.
Paroki di Fakfak itu setahun kemudian tutup usai kematian Le Cocq. Setelahnya, Gereja Katolik Roma tak diizinkan membuka lagi paroki itu. Pemerintah kolonial Belanda beralasan, Fakfak adalah ”kawasan Protestan”.
Berdasarkan Pasal 123 Regeerings Reglement—setara undang-undang pada era kolonial Belanda—pembukaan pos misi agama harus mendapat izin pemerintah.
Pada 1902, Gereja Katolik Roma mendirikan Vikariat Nugini Belanda, istilah yang merujuk Tanah Papua sebelum pemerintah Indonesia mengubahnya menjadi Irian Jaya.
Tiga tahun setelahnya, Ordo Hati Kudus Yesus menugaskan para imam mereka ke Merauke, tanah orang-orang Marind-anim. Ipenburg menulis, para imam itu menerapkan kehidupan berbasis kampung yang berbeda dengan pola berpindah orang-orang Marind.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.