Wantimpres bakal kembali menjadi DPA jelang pelantikan Prabowo, jumlah anggota tidak terbatas
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan revisi UU Wantimpres "tidak ada urgensinya sama sekali" dan jika DPR hanya mengubah…
Pada masa Orde Baru, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dikenal sebagai Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Lembaga tinggi negara ini dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 yang menyatakan DPA – yang berjumlah 11 orang – berkewajiban memberi nasihat dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan pemerintahan negara.
Tapi dalam Sidang Umum MPR tahun 2002, DPA dihapuskan dengan Keputusan Presiden nomor 135/M/2003 pada tanggal 31 Juli 2023.
Penghapusan ini dikarenakan beberapa hal, di antaranya lembaga tersebut disebut tidak terlalu banyak mengerjakan pekerjaan pemerintah sehingga sangat tidak efisien.
Selain itu arah tujuan menjadi tidak jelas seiring dengan terbentuknya lembaga lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang lebih jelas.
Setelah amandemen keempat UUD 1945, keberadaan DPA diganti menjadi dewan yang ditempatkan dalam satu Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Perubahan itu menunjukkan bahwa posisi suatu dewan yang memiliki tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden tetap diperlukan.
Dan, statusnya berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Lahirlah UU nomor 19 tahun 2006 yang menjadi landasan keberadaan dewan pertimbangan yang kini disebut Wantimpres.
Wantimpres pertama kali dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2007. Jumlah anggota dewan pertimbangan itu dibatasi sembilan orang.
Mengapa Wantimpres disebut tidak berdaya guna?
Pakar hukum tata negara, Dian Puji Simatupang, mengatakan orang-orang yang masuk dalam Wantimpres biasanya adalah mantan menteri, pensiunan pejabat negara, atau mereka yang dianggap 'taat' dengan Presiden.
Itu mengapa ada anggapan Wantimpres mustahil memberikan nasihat atau pertimbangan yang berseberangan dengan Presiden.
Dari segi fungsi, Wantimpres juga dianggap tidak berdaya guna, sebut Dian Puji. Sebab nasihat atau pertimbangan yang mereka sampaikan belum tentu diterima atau diakomodir Presiden.
"Kalau anggota Wantimpres cuma mengakomodir mantan bawahan presiden atau jadi tempat penampungan pensiunan, mau nasihatin bosnya bagaimana? Pasti ada perasaan rikuh, apalagi dengan kultur Indonesia," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.