Kamis, 2 Oktober 2025
Deutsche Welle

Akankah Kembalinya Wajib Militer Lindungi Eropa?

Sejumlah negara Eropa melirik pemberlakuan kembali wajib militer demi menangkal ancaman Rusia. Tapi bagaimana doktrin pertahanan semesta…

Deutsche Welle
Akankah Kembalinya Wajib Militer Lindungi Eropa? 

Pada tanggal 17 Juli, penduduk dewasa di Latvia bakal mengundi siapa yang harus mengabdi pada pertahanan negara. Sejak tahun ini, negara Baltik tersebut kembali memberlakukan wajib militer.

Jika jumlah sukarelawan yang mendaftar untuk wajib militer selama 11 bulan itu dinilai tidak mencukupi, militer berwenang melakukan perekrutan paksa kepada penduduk di usia dewasa.

Di negeri jiran Lituania, wajib militer sudah kembali berlaku pada tahun 2015. Adapun Swedia menyusul pada tahun 2017. Perdebatan soal kembalinya wajib militer juga muncul di negara-negara Eropa lain seperti Jerman dan Inggris, terutama sejak invasi Rusia di Ukraina tahun 2022.

Persiapan perang di Eropa

"Wajib militer adalah sebuah janji besar,” kata Sophia Besch dari Carnegie Endowment for International Peace di Washington DC. "Kebijakan ini bertujuan membangun cadangan militer yang diperlukan jika terjadi perang.”

Sejumlah negara Eropa saat ini kesulitan merekrut serdadu baru dan sebabnya mengalami kekurangan kapasitas di hampir semua matra.

Menurut Besch, serangan Rusia mendorong Eropa membenahi pertahanan dan mempercepat modernisasi militer.

Peluru berbayar nyawa

"Sejak lama diyakini bahwa kita harus memperbanyak aplikasi teknologi dan beroperasi dengan jumlah tentara yang lebih sedkit, namun dipersenjatai secara lengkap dan profesional,” kata Besch.

"Saya pikir kita membutuhkan keduanya. Kita membutuhkan teknologi di medan perang dan kita membutuhkan lebih banyak pasukan. Hal ini sudah dibuktikan dalam perang di Ukraina."

Invasi Rusia di Ukraina menjadi pengingat, betapapun teknologi persenjataan termutakhir, perang masih harus dilancarkan secara konvensional, dengan mengorbankan ratusan ribu tentara.

Modernisasi militer syaratkan keterampilan

Jadi apakah wajib militer universal bisa menjadi solusi bagi keterbatasan kapasitas militer di Eropa? Tidak, menurut peneliti konflik Vincenzo Bove dari Universitas Warwick di Inggris.

"Ketika Anda berpikir tentang peperangan modern, Anda memerlukan senjata berteknologi tinggi dan tentu saja Anda juga membutuhkan tentara yang dapat mengoperasikannya,” kata Bove kepada DW.

"Seorang wajib militer yang pelatihannya kurang dari setahun, sekitar tiga bulan, enam bulan, mungkin sembilan bulan, menurut saya belum akan cakap dalam keterampilan dan pengetahuan dasar,” kata Bove yang sendirinya pernah bertugas di kapal selam sebagai perwira di Angkatan Laut Italia.

Angka kematian surutkan gairah perang

Menurutnya, perekrutan militer merupakan isu sensitif yang harus dikelola secara bijak. "Jika Anda memaksa generasi muda untuk mengangkat senjata di luar kemauan mereka, jelas ada kekurangan motivasi,” kata Bove.

Hanya tentara yang bermotivasi tinggi yang siap bertaruh nyawa. Tanpanya, sulit memenangkan perang. "Saya belum mengerti bagaimana negara ingin memastikan bahwa para peserta wajib militer pada akhirnya akan mengangkat senjata dan bertempur di medan perang.”

Tingginya angka kematian serdadu wajib militer di pihak Rusia dianggap sebagai tolak ukur. Menurut sebuah survei baru-baru ini, banyak anak muda Eropa yang mengaku tidak tidak siap membela negara dengan senjata dalam skenario invasi asing.

Ongkos politik dan ekonomi

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved