Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Hamas Vs Israel

Lancarkan Perang Psikologis, IDF Berupaya Degradasi Citra Yahya Sinwar dari Pahlawan Jadi Pecundang

IDF juga mengekspoitasi perselisihan antara Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh untuk menggerogoti dan melemahkan motivasi Hamas di medan tempur.

Editor: Willem Jonata
jn/screencapture
Pemimpin Gerakan Hamas, Yahya Sinwar di Jalur Gaza. Sinwar dikabarkan menjadi orang nomor satu yang masuk dalam daftar bunuh tentara Israel. 

Diketahui dua tokoh besar Hamas tersebut sudah tak saling bicara selama beberapa hari belakangan ini.

Liraz menilai bahwa upaya IDF mencoba memperdalam konflik antara kedua pemimpin Hamas adalah tindakan yang tepat untuk menggerogoti semangat dan motivasi kelompok tersebut.

Sinwar kemungkinan frustrasi karena harus bersembunyi di terowongan, menghindari serangan dan upaya penangkapan oleh militer Israel. Ia dalam tekanan hebat, tak bisa bergerak bebas.

Sementara Haniyeh semakin mengambil kendali atas apa yang terjadi di Gaza. Bahkan ia mewakili Hamas dalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel yang difasilitasi Mesir dan Qatar.

Yahya Sinwar dan Haniyeh saat ini disebut tengah bersaing mendapatkan kendali, masing-masing ingin menjadi pihak yang memegang kendali atas Hamas.

Sinwar yang berstatus pemimpin di jantung Kota Gaza, melakukan penilaian risiko. Dan karena itu, ia menyatakan kesiapannya menerima proposal gencatan senjata selama enam minggu. 

Gencatan senjata secepatnya adalah cara bagi Sinwar agar bisa bertahan hidup dan memulihkan pertahanan militer Hamas.

Namun, Haniyeh yang memegang tongkat kepemimpinan politik Hamas di Qatar mendorong konsesi yang lebih besar dari Israel. Dengan kata lain membuat kesepatakan lebih dari sekadar gencatan senjata.

Perpecahan internal menimbulkan hambatan besar terhadap proses negosiasi dan menghalangi Hamas untuk menghadirkan kesatuan dalam diskusi dengan mediator internasional.

Perselisihan ini sangat penting dalam menganalisis dinamika dan memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Terkesan bahwa Haniyeh yang duduk di ruangan ber-AC di Qatar tidak memperhitungkan kesulitan yang dihadapi Sinwar dan penderitaan warga Gaza.

Seolah ada kesan Haniyeh ingin membuktikan kepada dunia bahwa dialah yang mengambil keputusan dan dengan demikian memantapkan posisinya dalam kepemimpinan organisasi.

Perang ego sangat jelas terlihat di sini. Sinwar sama sekali tidak suka jika negosiasi “berlebihan”.

Namun, karena Sinwar bersembunyi, lebih sulit baginya untuk mengungkapkan pendiriannya. Dia memahami bahwa Haniyeh sedang mengeksploitasi hal ini.

Liraz mengatakan perang psikologis memiliki aturannya sendiri, ditujukan pada emosi musuh dan dimaksudkan untuk melukai titik lemahnya. D

"Kita tidak punya cara untuk melindungi diri kita dari dampaknya. Sekalipun kita sadar akan manipulasinya, manipulasi itu tetap saja mempengaruhi kita. Ini sangat efisien karena menargetkan emosi," tandas Liraz.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved