Konflik Rusia Vs Ukraina
Eks-Analis CIA: Presiden Zelensky Terancam Dikudeta Militer Ukraina Empat Minggu ke Depan
Johnson bukanlah analis pertama dari Amerika yang berspekulasi mengenai kemungkinan terjadinya kudeta militer terhadap Zelensky.
Eks-Analis CIA: Presiden Zelensky Terancam Dikudeta Militer Ukraina Empat Minggu ke Depan
TRIBUNNEWS.COM - Kegagalan di medan perang potensial memicu militer Ukraina untuk bergerak melawan Presiden Vladimir Zelensky.
Analisis itu diungkapkan pensiunan analis CIA, Larry Johnson.
“Zelensky kemungkinan besar akan digulingkan melalui kudeta dalam tiga hingga empat minggu ke depan, karena ketidakpuasan yang besar di antara pasukan di front timur,” kata Johnson kepada pembawa acara Redacted, Clayton Morris dalam sebuah wawancara yang diunggah di media sosial akhir pekan lalu.
Serangan besar Ukraina di Zaporozhye, yang dimulai pada awal Juni dengan pasukan yang dilatih Barat dan tank serta kendaraan lapis baja yang disuplai NATO, disebutkan tidak meraih maksimal, selain hanya beberapa desa yang bisa dibebaskan dari pendudukan Rusia.
Baca juga: Ukraina Jebol Pertahanan di Zaporizhia, Rusia Kerahkan Pasukan Komando Cadangan Strategis Terakhir
Brigade tambahan Ukraina, yang dimaksudkan untuk menjaga wilayah Ukraina dari ekspansi invasi Rusia, malah dikerahkan untuk melanjutkan serangan frontal.
Dilaporkan, perang kini sampai pada titik di mana AS dan sekutunya secara terbuka mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap taktik Ukraina melawan Rusia.
Johnson bukanlah analis pertama dari Amerika yang berspekulasi mengenai kemungkinan terjadinya kudeta militer terhadap Zelensky.
Awal bulan ini, mantan perwira Marinir AS, Scott Ritter mengatakan kemungkinan kudeta militer semakin besar seiring hancurnya setiap brigade Ukraina.
“Kita mungkin mencapai momen Kerensky tahun 1917, ketika militer hanya mengatakan ‘Kita sudah selesai’,” kata Ritter kepada pembawa acara MOATS, George Galloway.
Dia juga mengungkit artikel Politico baru-baru ini, yang menjelaskan siapa yang akan memerintah Ukraina jika Rusia membunuh Zelensky.
Namun menurut Ritter, Moskow tidak berniat mengejar Zelensky, karena ia mungkin akan digantikan oleh seseorang garis keras yang lebih melawan.

Sudah Sangat Tergantung Barat
Dalam acara Redacted tersebut, Johnson mengatakan, dari situasi konflik, terlihat kalau kelangsungan hidup Ukraina sebagai sebuah negara “sangat diragukan.”
Dia menilai, pemerintahan Kiev sudah sepenuhnya bergantung pada Barat.
"Kebutuhannya akan terus bertambah sementara kemampuannya akan terus menyusut," kata mantan pejabat CIA tersebut.
Dari kacamata Barat, khususnya Amerika Serikat sebagai 'ketua kelas', Ukraina adalah pion yang bisa menguras energi Rusia hingga ke titik warganya muak atas kepemimpinan Vladimir Putin dan memicu pergantian kepemimpinan di Moskow.
"Strategi AS dalam konflik ini adalah menjebak Rusia dalam perang yang tidak dapat dimenangkan dan mendorong pergantian rezim di Moskow," menurut Johnson.
"Sebaliknya, hal ini (juga) akan terjadi pada Ukraina, dan Washington harus mencari cara untuk “mundur” dari konflik tersebut, karena mereka terlalu meremehkan kekuatan ekonomi dan militer Rusia," kata Johnson.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov punya analisis serupa soal kesetiaan negara-negara Barat yang cenderung hipokrit, manis saat berjanji namun cenderung mengkhianati.
Dalam sebuah wawancara, Sergey Lavrov mengatakan kalau negara-negara Barat yang mendukung Ukraina secara terbuka berkomitmen untuk berjuang sampai titik darah penghabisan Ukraina.
"Namun (negara-negara Barat) memiliki sejarah meninggalkan sekutu dan proksi mereka, mulai dari Vietnam Selatan hingga Kerajaan Ashraf Ghani, rezim di Afghanistan pada tahun 2021,” kata Lavrov.

Zelensky Minta Dana Barat Buat Pemilu Ukraina
Dihadapkan pada kekhawatiran negara-negara Barat mengenai legitimasinya jika ia membatalkan pemilihan presiden tahun 2024, Presiden Zelensky dilaporkan sudah mengusulkan untuk mengadakan pemungutan suara.
Namun, Zelensky meminta pendanaan dari Barat untuk melakukan Pemilu Ukraina.
Pemimpin Ukraina itu juga menyuarakan kekhawatirannya bahwa ia mungkin akan ditinggalkan oleh negara-negara Barat jika Ukraina bertindak terlalu jauh dalam menyerang Rusia.
Ajudannya, Mikhail Podolyak, berpendapat bahwa AS dan sekutunya telah memberikan restu mereka atas serangan terhadap “wilayah pendudukan” – yaitu Krimea, Donetsk, Lugansk, Zaporozhye, dan Kherson.
Sejak Krimea memilih untuk bergabung kembali dengan Rusia pada tahun 2014 dan keempat wilayah tersebut melakukan hal yang sama pada bulan September lalu, Moskow menganggap wilayah tersebut tidak kalah dari wilayah lain Rusia dibandingkan Belgorod atau Kursk, yang juga telah menjadi sasaran Ukraina.
(oln/*/RT)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.