Pembantaian 'dukun santet' 1998-1999 di Banyuwangi: 'Ada tanda silang, lampu tiba-tiba mati, dan bapak saya dibunuh'
Lebih dari 20 tahun silam, sedikitnya 250 orang yang dituduh 'dukun santet' di Banyuwangi dan beberapa kota di Jawa Timur, diburu…
Lebih dari 20 tahun silam, sedikitnya 250 orang yang dituduh 'dukun santet' di Banyuwangi dan beberapa kota di Jawa Timur, diburu dan dibantai secara 'sistematis' dan 'meluas'. Keluarga korban masih dihantui trauma dan stigma di tengah janji pemerintah untuk memulihkannya.
Tragedi itu terjadi antara Februari 1998 hingga Oktober 1999, ketika Indonesia mulai dihantam krisis ekonomi dan politik yang ditandai merebaknya kerusuhan sosial dan jatuhnya Suharto dari kursi presiden.
Awalnya yang menjadi sasaran pembunuhan adalah orang-orang yang dituduh memiliki ilmu hitam untuk tujuan tidak baik — disederhanakan sebagai 'dukun santet' oleh warga setempat dan sebagian masyarakat.
Dan ketika jumlah orang-orang tidak bersalah yang dihabisi terus bertambah, sasaran pun meluas. Tak hanya orang-orang yang dituding dukun santet saja.
Orang-orang yang disebut sebagai guru agama, pengidap gangguan mental, serta orang-orang sipil biasa, ikut dibunuh dengan kejam.
Teror pembantaian yang diawali di Banyuwangi lalu menyebar ke Jember, Bondowoso, Situbondo, Pasuruan, Malang, hingga Pulau Madura.
Ketakutan, ketegangan, kepanikan, dan saling curiga yang makin meluas di masyarakat, melahirkan berbagai isu menyeramkan, demikian berbagai laporan media kala itu.
Pemberitaan media massa saat itu menyebut kehadiran para terduga pelaku yang digambarkan 'terlatih', 'bergerak cepat', 'dapat menghilang', serta mirip 'ninja'.
Dan, ketika gonjang-ganjing politik di tingkat nasional belum sepenuhnya normal, sebagian tersangka pelaku pembunuhan di lapangan, terutama di wilayah Banyuwangi, diadili dan dijatuhi hukuman pidana.
Namun upaya hukum ini disebut tidak menyentuh teka-teki yang menjadi pertanyaan di masyarakat, yaitu siapa aktor utama di baliknya.
Suara-suara yang menuntut agar motif besar di balik teror rentetan pembunuhan ini diselidiki terus disuarakan, tapi agaknya terhambat kendala politik dan teknis hukum.
Dihadapkan teka-teki tak terjawab itulah, barulah pada 2015, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) — sesuai amanat UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM — memulai melakukan penyelidikan atas kasus kekerasan ini .
Baca juga:
- Mengapa banyak serangan 'orang gila' terhadap ulama? Mirip Banyuwangi 1998?
- Kasus 1965: Presiden Jokowi akan nyatakan 39 eksil bukan pengkhianat negara, 'bagaimana dengan para korban di Indonesia?'
- Dokumen rahasia Amerika Serikat diungkap: 'Prabowo perintahkan penghilangan aktivis 1998'
Komnas HAM, dalam kesimpulan penyelidikannya, menyatakan ada terduga aktor yang melakukan propaganda, penggalangan untuk menggerakkan massa untuk membunuh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.