Tilang manual berlaku lagi, imbas penerapan ETLE 'kerap diakali' meski dinilai 'bisa kurangi pungli'
Penerapan sistem tilang elektronik, yang diharapkan bisa mengurangi celah pungli, ternyata justru diklaim telah “meningkatkan angka…
Penerapan sistem tilang elektronik, yang diharapkan bisa mengurangi celah pungli, ternyata justru diklaim telah “meningkatkan angka pelanggaran lalu lintas”, sehingga kebijakan tilang manual diberlakukan kembali.
Sejumlah pakar menilai penerapan ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) terbukti “belum sepenuhnya efektif” menangani pelanggaran lalu lintas di saat infrastruktur dan teknologi yang tersedia masih terbatas, sedangkan tingkat kepatuhan lalu lintas masyarakat masih rendah.
Di sisi lain, pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengingatkan Polri untuk memastikan sistem tilang manual yang kembali berlaku harus dijamin transparan dan tidak menjadi celah pungli maupun penyalahgunaan wewenang oleh aparat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit menghapus tilang manual pada Oktober 2022, dan pada saat itu menyatakan akan menggencarkan sistem tilang elektronik dalam menangani pelanggaran lalu lintas.
Salah satu alasannya karena tilang elektronik dinilai “bisa mengurangi interaksi langsung antara masyarakat dengan petugas polisi, sehingga mencegah potensi penyimpangan”, seperti pungutan liar (pungli).
Baru tujuh bulan kebijakan itu berjalan, Polri kini mengembalikan kebijakan tilang manual itu karena pelanggaran lalu lintas ternyata meningkat, terutama pada area-area yang tidak terjangkau oleh kamera pengawas ETLE.
“Pelanggaran-pelanggaran dilakukan di mana tidak terjangkau kamera ETLE. Sekali lagi, tindakan tilang manual semata-mata untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan lalu lintas, terjadinya pelanggaran,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Data Korlantas Polri memang menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas menjadi salah satu pemicu kecelakaan lalu lintas. Pada 2021, kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Lebih dari 25.000 orang meninggal dunia akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
‘Akal-akalan’ pengendara
Pakar transportasi, Deddy Herlambang mengatakan penerapan sistem tilang elektronik ternyata justru diwarnai oleh “akal-akalan pengendara” untuk menghindari tilang dan sanksinya.
Celah itu muncul karena ETLE diterapkan ketika infrastruktur dan teknologinya belum cukup memadai untuk sepenuhnya menggantikan penindakan manual.
Berdasarkan catatan Polri, ada 1.210 kamera ETLE yang terpasang di seluruh Indonesia hingga 31 Desember 2022. Jumlah itu belum memadai. Bahkan di DKI Jakarta saja, belum seluruh ruas jalan dipasang kamera ETLE.
Sementara itu, Deddy mengatakan banyak pula pengendara yang melanggar, namun tidak bisa ditindak karena beragam alasan.
“Banyak kendaraan malah justru tidak pakai plat nomor, kalaupun ada, bukan plat nomor asli. Mau ditilang bagaimana?” kata Deddy.
Ditambah pula ada dimensi-dimensi pelanggaran lalu lintas “yang tidak bisa disentuh” oleh teknologi tilang elektronik yang digunakan sejauh ini.
“Kalau ada motor yang menggunakan knalpot racing, itu kan tidak tertangkap oleh CCTV suaranya.
"Padahal sebetulnya dia melanggar. Lalu kalau ada mobil angkutan yang melebihi dimensi, itu polisi jadi tidak bisa menilainya karena tidak melihat langsung di lapangan.
"Juga kalau ada yang tidak bawa SIM atau surat-surat kendaraan, bagaimana bisa diketahui?,” jelas dia.
Sistem tilang elektronik juga belum ditopang oleh basis data Electronic Registration & identification (ERI) yang memadai, sehingga pada akhirnya, penindakan terhadap pengendara yang melanggar tidak bisa seluruhnya dilaksanakan.
Data Polri menunjukkan bahwa dari 42 juta kendaraan yang tertangkap kamera melakukan pelanggaran pada hingga Desember 2022, hanya 1,7 juta yang sudah tervalidasi datanya dan bisa ditindaklanjuti dengan pengiriman surat konfirmasi pelanggaran.
“Misalnya kalau ada kendaraan yang sudah balik nama dan pemilik barunya kena tilang, tapi di dalam data ternyata masih atas nama pemilik nama.
"Begitu ditilang, pemilik lamanya bilang itu sudah bukan miliknya, lalu bagaimana? Hal-hal seperti ini mempersulit penegakan hukumnya,” tutur Deddy.
Pungli menurun, pelanggaran meningkat
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan penerapan ETLE telah membuat peran polisi dalam menindak pelanggaran lalu lintas menjadi berkurang.
“Setelah ETLE diterapkan, operasi di lapangan juga ditiadakan yang mengakibatkan pelanggaran lalu lintas juga makin bertambah karena tidak ada personel pengawas di jalan,” kata Bambang.
Pada saat yang sama, penegakan hukum yang belum maksimal dari tilang elektronik akhirnya membuat masyarakat “mengabaikan” sanksi yang tidak diberikan secara langsung. Akibatnya, tilang elektronik tidak memberikan efek jera.
Padahal, kepatuhan masyarakat terhadap aturan lalu lintas dinilai masih rendah. Masyarakat dianggap “permisif” terhadap pelanggaran-pelanggaran aturan.
Data Korlantas Polri menunjukkan terjadi 2,4 juta pelanggaran lalu lintas pada 2017. Pada dua tahun berikutnya, angkanya naik menjadi 2,6 juta dan 3,8 juta.
Namun, pada 2020 jumlah pelanggaran menurun menjadi 1,2 juta dan pada 2021 jumlahnya 1,7 juta, yang kemungkinan besar dipicu oleh faktor pandemi.
Pelanggaran meningkat hampir tiga kali lipat di tahun 2022, dengan total perkara pelanggaran lalu lintas sebanyak 5,4 juta.
Namun di sisi lain, Bambang menilai bahwa kasus pungli menjadi menurun sejak ETLE diterapkan.
Oleh sebab itu, Bambang menilai penerapan kedua metode tilang ini secara bersamaan masih menjadi opsi terbaik terlepas dari segala kekurangannya. Yang diperlukan, kata dia, adalah perbaikan sistemnya.
Operasi lalu lintas ‘tidak boleh sembarangan’
Seiring berlaku kembalinya tilang manual, Polri diminta memperkuat pengawasan terhadap anggota-anggotanya untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak menjadi celah pungli seperti yang marak terjadi sebelumnya.
Menurut Bambang, operasi lalu lintas misalnya, “tidak boleh dilakukan sembarangan”
“Salah satu pengawasannya bisa dengan memasang body camera pada personel kepolisian, juga disiplin administrasi melalui surat perintah atasan apabila operasi-operasi itu dilakukan secara resmi,” kata dia.
Masyarakat pun bisa proaktif melaporkan temuan penyalahgunaan wewenang oleh aparat maupun pungli.
“Penggunaan kamera untuk merekam pelanggaran atau pungli yang dilakukan personel bandel bisa terus dilakukan. Toh sekarang sudah ada aplikasi Propam untuk mengadukan personel-personel bandel yang menyalahgunakan kewenangan,” ujar Bambang.
Sementara itu, Deddy mengatakan masyarakat juga bisa berkontribusi memperkecil peluang penyalahgunaan wewenang itu dengan mematuhi aturan lalu lintas.
“Kalau masyarakatnya tertib lalu lintas, kenapa harus takut ditilang? Jadi ini pembelajaran untuk polisi dan masyarakatnya juga,” kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.