EIU: Singapura dan New York jadi Kota Termahal untuk Ditinggali Sepanjang Tahun Ini
posisi kedua ditempati oleh New York (Amerika Serikat) dan Tel Aviv (Israel) turun ke posisi ketiga berkat inflasi yang lebih tinggi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Economist Intelligence Unit (EIU) pada Minggu (4/12/2022) merilis sebuah hasil survei di mana Singapura menduduki peringkat pertama sebagai kota termahal untuk ditinggali sepanjang tahun ini.
Kemudian, posisi kedua ditempati oleh New York (Amerika Serikat) dan Tel Aviv (Israel) turun ke posisi ketiga berkat inflasi yang lebih tinggi dan mata uang yang lebih kuat.
Berdasarkan survei Worldwide Cost of Living yang dilakukan di 172 kota, menyatakan bahwa harga rata-rata barang dalam mata uang lokal melonjak 8,1 persen tahun ini atau naik sekitar 3,5 persen dari survei yang dilaporkan oleh EIU pada 2021.
Baca juga: Carousell Pangkas 10 Persen Total Karyawannya, Termasuk 50-an Posisi di Singapura
Dilansir dari CNBC, kepala Worldwide Cost of Living EIU, Upasana Dutt, menyebut gangguan rantai pasokan dari kebijakan nol-Covid China dan perang Rusia-Ukraina sebagai penyebab utama melonjaknya inflasi di tahun ini.
“Gabungan keduanya memberi lebih banyak tekanan pada akses ke barang dan ketersediaan produk untuk memenuhi kebutuhan dasar orang-orang. Dan keduanya bersama-sama mendorong inflasi di seluruh dunia,” katanya.
Sementara itu, Dutt juga menambahkan bahwa kenaikan harga paling tajam terdapat pada bensin. Rata-rata, harga bensin naik 22 persen dari tahun sebelumnya.
“Harga minyak sangat ekstrem dan salah satu yang tertinggi yang pernah kami catat dalam sejarah pengumpulan data kami,” kata Dutt.
Inflasi Tinggi di AS
Federal Reserve AS telah menaikkan suku bunga sebesar 375 basis poin sepanjang tahun ini mengingat inflasi yang terus-menerus tinggi, dan kenaikan suku bunga yang lebih kecil dapat terjadi pada Desember.
Itu telah memberikan dorongan yang signifikan terhadap dolar AS dan membuat harga barang lebih mahal.
Baca juga: Hiraukan Keruntuhan FTX, Walikota New York: Kripto Adalah Industri yang Harus Kita Rangkul
“New York muncul di daftar ini untuk pertama kalinya. Jadi untuk dolar AS menguat begitu banyak dan sampai ke tempatnya sekarang, itu sangat tidak biasa,” kata Dutt.
Adapun, Los Angeles yang berada di posisi sembilan pada 2021, naik ke posisi keempat tahun ini. San Francisco yang tidak masuk 10 besar tahun lalu sekarang menjadi kota termahal kedelapan untuk ditinggali.
Mahalnya Biaya Transportasi di Singapura
Dalam sebuah laporan, Dutt membeberkan alasan mengapa Singapura menempati urutan teratas sebagai kota paling mahal untuk ditinggali.
Dia menyebut negara itu memiliki biaya transportasi tertinggi di dunia, karena kontrol pemerintah yang ketat terhadap nomor mobil. Selain transportasi, harga pakaian, alkohol dan tembakau di Singapura juga tergolong tinggi.
“Kota ini berbagi tempat kedua dengan Paris tahun lalu, jadi sangat mirip seperti dulu,” kata Dutt.
Baca juga: Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand akan Daftarkan Kebaya Jadi Warisan Budaya ke UNESCO
Kota di Jepang dan Korea Selatan Turun Peringkat
Laporan itu juga menyebutkan bahwa kota-kota di Jepang dan Korea Selatan yang mata uangnya anjlok tahun ini termasuk yang turun peringkat.
Osaka (Jepang) adalah kota termahal ke-43 untuk ditinggali, penurunan besar dari posisi ke-10 pada 2021, sementara Busan (Korea Selatan) turun 25 peringkat dari tahun lalu dan sekarang menempati peringkat 106.
“Jepang dan Korea Selatan juga mengalami depresiasi mata uang, sementara inflasi mata uang lokal di negara-negara ini cukup lemah; ini telah menekan indeks untuk Tokyo dan Seoul dibandingkan dengan New York,” kata laporan itu.
Prospek inflasi 2023
Secara terpisah, EIU juga memproyeksikan inflasi akan mulai mereda di tahun depan.
Baca juga: Bikin Acara Dangdut di New York, Fitri Carlina Akui Persiapannya Tak Murah
Perusahaan memperkirakan bahwa inflasi global akan turun dari rata-rata 9,4 persen di tahun ini menjadi 6,5 persen pada 2023.
“Tindakan telah diambil untuk memastikan bahwa inflasi dibatasi. Jadi tahun depan kita akan mulai melihat efeknya sehingga harga akan lebih rendah,” kata Dutt.
“Kami benar-benar berharap tingkat inflasi tahun ini akan mereda di tahun depan,” pungkasnya.