Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia dan Iran Bersikeras Sebut PBB Tak Miliki Mandat untuk Periksa Drone Kamikaze
Rusia dan Iran menyebut PBB tidak memiliki mandat untuk memeriksa drone Kamikaze, di tengah tuduhan bahwa mereka datang dari Teheran.
TRIBUNNEWS.COM - Menyusul serangan drone Kamikaze yang menyerang Ibu Kota Ukraina, Kyiv pada Senin (17/10/2022) lalu, Rusia peringatkan PBB.
Rusia menyebut agar PBB tidak menyelidiki penggunaan drone di Ukraina, di tengah tuduhan bahwa senjata itu berasal dari Iran.
Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris mengadakan pertemuan tertutup Dewan Keamanan setelah serangan drone Kamikaze di Ukraina.
Ukraina mengatakan militernya telah menembak jatuh lebih dari 220 pesawat tak berawak Iran.
Berbicara setelah pertemuan Dewan Keamanan pada hari Rabu (19/10/2022), Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy bersikeras bahwa senjata itu dibuat di Rusia.
Ia juga mengutuk PBB dengan "tuduhan tak berdasar dan teori konspirasi".
Baca juga: Terancam Dikepung Militer Ukraina, Komandan Rusia Minta Penduduk Kherson Dievakuasi
Dikutip dari Al Jazeera, ia meminta Sekjen PBB Antonio Guterres dan stafnya untuk "tidak terlibat dalam penyelidikan tidak sah".
"Jika tidak, kami harus menilai kembali kerja sama kami dengan mereka, yang hampir tidak menguntungkan siapa pun," ujar Polyanskiy.
AS dan Uni Eropa mengatakan mereka memiliki bukti bahwa Iran memasok Rusia dengan Shahed-136.
Washington mengatakan, setiap transfer senjata yang bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, merupakan bagian dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Kesepakatan yang sekarang hampir mati untuk mengekang kegiatan nuklir Iran dan mencegah negara itu mengembangkan senjata nuklir.
Baca juga: Iran Berencana Pasok Lebih Banyak Rudal dan Drone ke Rusia
Teheran membantah memasok drone ke Rusia dan awal pekan ini mengatakan siap untuk "dialog dan negosiasi dengan Ukraina untuk menghapus tuduhan ini".
Pada hari Rabu, utusan Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani menolak "klaim tidak berdasar" pada transfer pesawat tak berawak dan mengatakan bahwa Teheran, menginginkan "resolusi damai" dari konflik, yang dimulai ketika Rusia mengirim pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari.
Iravani mengatakan, undangan Ukraina "tidak memiliki dasar hukum" dan meminta Guterres "untuk mencegah penyalahgunaan" resolusi tentang isu-isu yang berkaitan dengan perang Ukraina.
"Iran sangat yakin bahwa tidak ada ekspor senjatanya, termasuk UAV, ke negara mana pun yang melanggar resolusi 2231," ujar Iravani.
Respon "Cepat dan Tegas"

Uni Eropa diperkirakan akan menyetujui sanksi atas drone menjelang pertemuan puncak pada hari Kamis (20/10/2022) di Brussels.
Sebuah daftar yang dilihat oleh AFP menunjukkan, blok 27 negara itu merencanakan sanksi terhadap tiga pejabat militer senior, termasuk Jenderal Mohammad Hossein Bagheri, kepala staf angkatan bersenjata Iran, serta pembuat pesawat tak berawak Shahed Aviation Industries.
Baca juga: Ekonom Sebut Perang Rusia dan Ukraina Berdampak Luas Hingga Timbulkan Resesi, Ini Faktornya
Juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan, blok itu telah "mengumpulkan bukti kami sendiri" dan akan mempersiapkan "tanggapan Uni Eropa yang jelas, cepat, dan tegas".
Dikutip dari CNA, Amerika Serikat telah menuduh bahwa drone melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 tahun 2015 yang memberkati kesepakatan nuklir yang sekarang hampir mati.
Larangan resolusi atas penjualan senjata konvensional Iran berakhir pada 2020, meskipun ada upaya oleh pemerintahan Donald Trump saat itu.
Amerika Serikat belum merinci pelanggaran yang diklaim, tetapi Resolusi 2231 masih melarang hingga Oktober 2023 setiap transfer yang dapat menguntungkan rudal balistik berkemampuan nuklir.
"Pasokan Iran atas jenis UAV khusus ini ke Rusia merupakan pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, dan ini merupakan masalah bagi Dewan Keamanan PBB," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Vedant Patel.
(Tribunnews.com/Whiesa)