Iran Memanas
Korban Tewas Akibat Kerusuhan di Iran Bertambah Jadi 31 Orang
Pemerintah memblok akses ke media sosial Instagram dan WhatsApp sebagai cara untuk menekan perkembangan gerakan demonstrasi.
TRIBUNNEWS.COM, IRAN - Setidaknya 31 orang tewas dalam demonstrasi besar-besaran di Iran hingga Kamis (22/9/2022) waktu setempat.
Aksi demo berujung kerusuhan ini dipicu kematian perempuan Iran bernama Mahsa Amini.
Demonstrasi terjadi sejak Amini dilaporkan tewas di tahanan, Senin (19/9/2022) lalu.
Mahsa Amini tewas diduga dianiaya polisi moral Iran karena tak memakai jilbab.
Demonstrasi kemudian berkembang menjadi kerusuhan.
Unjuk rasa berlangsung setidaknya di 80 kota di Iran.
Para demonstran marah dan membakar kantor polisi hingga kendaraan di beberapa kota.
Baca juga: Kerusuhan di Iran Meluas ke 80 Kota, 17 Orang Tewas, Pasukan Elite Garda Revolusi Diturunkan
Dikutip dari Al-Arabiya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hak Asasi Manusia (IHR) menyebutkan setidaknya 31 orag terbunuh oleh pasukan keamanan Iran pada demonstrasi tersebut.
“Rakyat Iran telah turun ke jalan untuk mencapai hak-hak dasar dan martabat manusia, dan pemerintah menanggapi protes damai mereka dengan peluru,” tutur Direktur IHR, Mahmood Amiry-Moghaddam.
Pemerintah Iran pun kemudian mematikan internet di Teheran dan Kurdistan.
Pemerintah memblok akses ke media sosial Instagram dan WhatsApp sebagai cara untuk menekan perkembangan gerakan demonstrasi.
Bahkan perempuan Iran yang turun ke jalan membakar jilbab dan memotong rambut mereka.
Sesuatu yang sangat tabu di negara Islam itu.
Presiden Iran Ebrahim Raisi khirnya pun buka suara atas tragedi yang menimpa Amini.
Raisi mengatakan pada konferensi pers di sela-sela Sidang Umum PBB bahwa kematian Amini yang berada dalam tahanan polisi moral pasti harus diselidiki.
“Saya menghubungi keluarganya dalam kesempatan pertama, dan saya memastikan kepada mereka bahwa kami akan melanjutkan penyelidikan atas insiden itu,” kata Raisi.
“Perhatian utama kami adalah perlindungan hak-hak setiap warga negara,” ujarnya.
Tentang kematian Amini, ia mengatakan pihak berwenang akan melakukan yang perlu dilakukan, dan tanggung jawab itu sekarang berada di tangan pengadilan.
Baca juga: Profil Mahsa Amini, Wanita yang Tewas di Tangan Polisi hingga Memicu Protes Massal di Iran
Mahsa Amini Tewas Dianiaya Polisi Karena Tak Berjilbab
Ayah dari Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun yang kematiannya telah menyebabkan gelombang protes besar di seluruh Iran, menuduh pihak berwenang berbohong.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Persia, Amjad Amini mengatakan bahwa dia tidak diizinkan untuk melihat laporan otopsi putrinya.
Amjad juga menyangkal tudingan yang menyebut anaknya memiliki masalah kesehatan yang buruk.
Dia mengatakan beberapa saksi telah memberi tahu keluarga bahwa anaknya dipukuli dalam tahanan polisi.
Pihak berwenang Iran telah membantah tudingan itu.
Mahsa Amini ditahan karena diduga melanggar aturan berhijab.
Perempuan Kurdi dari kota barat laut Saqez itu meninggal di Rumah Sakit Teheran pada hari Jumat, setelah berada selama tiga hari dalam keadaan koma.
Penangkapan Mahsa
Pihak berwenang Iran mengatakan Amini tidak dianiaya, tetapi menderita "gagal jantung mendadak" setelah dia ditahan di Teheran oleh polisi moral negara itu.
Tetapi Amjad mengatakan saudara laki-laki korban berusia 17 tahun, Kiarash, yang ada di sana ketika penahanan, diberitahu bahwa Amini telah dipukuli.
"Anak saya bersamanya. Beberapa saksi mengatakan kepada anak saya bahwa dia [Amini] dipukuli di dalam mobil van dan di kantor polisi," katanya.
"Anak lelaki saya memohon mereka untuk tidak membawanya, tetapi dia dipukuli juga, pakaiannya dirobek.
"Saya meminta mereka untuk menunjukkan kamera di tubuh petugas keamanan, tapi mereka bilang kamera kehabisan baterai."
Pihak berwenang Iran menyebut, Amini telah mengenakan pakaian tidak sopan pada saat penangkapannya.
Namun ayah Amini, bagaimanapun, mengatakan bahwa ankanya selalu mengenakan mantel panjang.

Dicegah petugas kesehatan
Selain itu, Amjad juga mengatakan bahwa dia berulang kali dilarang oleh staf medis untuk melihat tubuh putrinya setelah kematian.
"Saya ingin melihat putri saya, tetapi mereka tidak mengizinkan saya masuk," katanya.
Bahkan, Amjad mengatakan, ketika dia meminta untuk melihat laporan otopsi anaknya, dokter malah menjawab: "Saya akan menulis apa pun yang saya inginkan, dan itu tidak ada hubungannya dengan Anda."
Protes atas kematian Mahsa Amini telah menyebar ke lebih dari 20 kota besar di Iran
Hingga kini, kata Amja, tidak ada informasi apapun terkait otopsi yang telah dirilis kepada pihak keluarga.
Bahkan, dia mengatakan, baru melihat jenazah putrinya setelah dibungkus untuk dimakamkan, hanya kaki dan wajahnya yang terlihat.
"Ada memar di kakinya," katanya. "Saya meminta dokter untuk memeriksa kakinya."
Amini mengatakan, pihak berwenang berjanji untuk menyelidiki penyebab cedera. Tapi, hingga kini, dia tidak mendengar kabar dari mereka.
"Mereka mengabaikan saya. Mereka sekarang berbohong."
Dalam pernyataan sebelumnya, Mehdi Faruzesh, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik Provinsi Teheran, mengatakan: "Tidak ada tanda-tanda cedera di kepala dan wajah, tidak ada memar di sekitar mata, atau patah tulang di dasar tengkorak Mehsa Amini yang diamati."
Pihak berwenang juga mengatakan tidak ada tanda-tanda cedera internal.
Tuduhan kesehatan
Amjad juga membantah tudingan yang menyebut putrinya memiliki masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematiannya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik Provinsi Teheran mengatakan, Amini telah menjalani operasi otak pada usia delapan tahun.
"Mereka berbohong," kata Amjad.
"Dia tidak pernah ke rumah sakit sama sekali dalam 22 tahun terakhir, selain beberapa penyakit yang berhubungan dengan flu.
"Dia tidak pernah menderita kondisi medis apa pun, dia tidak pernah menjalani operasi."
BBC telah mewawancarai dua teman sekelas Amini.
Mereka juga mengaku tidak pernah melihat ataupun mendengar bahwa Amini menjalani pengobatan di rumah sakit sebelumnya.
Amjad juga membantah klaim lain tentang kesehatan putrinya - yang menyebut Amini telah berulang kali jatuh dan pingsan baru-baru ini saat bekerja di sebuah toko - menggambarkannya sebagai "palsu".
Sumber: Al-Arabiya/BBC