Konflik Rusia Vs Ukraina
Ukraina Berhasil Rebut Banyak Wilayah yang Dikuasai Rusia, Zelensky: Para Penjajah Panik
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky melempar sindiran bahwa pasukan Rusia panik dengan kemajuan militernya di wilayah timur.
TRIBUNNEWS.COM - Ukraina mengatakan pasukannya mengalami kemajuan pesat di timur dengan merebut kembali wilayah yang sempat dikuasai pasukan Rusia.
Hal ini membuka jalan bagi Ukraina untuk melancarkan serangan kepada pasukan Rusia di wilayah Donbas.
Menyusul kemajuan pasukannya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberi sindiran kepada militer Moskow.
"Para penjajah jelas panik," kata Zelensky dalam pidatonya pada Senin (19/9/2022) malam waktu setempat yang disiarkan di televisi, dilansir Reuters.
Ia menambahkan, bahwa saat ini pasukan Ukraina fokus pada kemajuan cepat di daerah-daerah yang dibebaskan.
"Kecepatan pasukan kami bergerak. Kecepatan dalam memulihkan kehidupan normal," kata Zelensky.
Baca juga: Rusia Kehilangan Kendali Penuh atas Luhansk Setelah Ukraina Rebut Kembali Desa Dekat Lysychansk
Pemimpin Ukraina ini juga mengisyaratkan akan mengirimkan pesan ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meminta pengiriman senjata dipercepat.
"Kami melakukan segalanya untuk memastikan kebutuhan Ukraina terpenuhi di semua tingkatan - pertahanan, keuangan, ekonomi, diplomatik," jelas Zelensky.
Angkatan bersenjata Ukraina telah mendapatkan kembali kendali penuh atas desa Bilohorivka dan bersiap untuk merebut kembali semua provinsi Luhansk dari penjajah Rusia, kata Gubernur Serhiy Gaidai.
Desa itu hanya berjarak 10 km barat kota Lysychansk, yang jatuh ke tangan Rusia setelah berminggu-minggu pertempuran sengit di bulan Juli.
"Akan ada pertempuran untuk setiap sentimeter," tulis Gaidai di Telegram.
"Musuh sedang mempersiapkan pertahanan mereka. Jadi kita tidak akan begitu saja masuk."

Luhansk dan provinsi tetangga, Donetsk, terdiri dari kawasan industri yang menjadi salah satu tujuan Moskow melakukan invasi.
Di Luhansk dan Donetsk, yang secara kolektif disebut Donbas, banyak warga berbahasa Rusia dan sebagian wilayahnya dikuasai separatis pro-Kremlin.
Pasukan Ukraina mulai menyerbu ke Luhansk sejak mengusir pasukan Rusia keluar dari provinsi Kharkiv di timur laut bulan ini.
Desakan Referendum
Kemajuan serangan balik pasukan Ukraina turut dirasakan pejabat separatis yang didukung Moskow di Donbas.
Pemimpinnya dilaporkan menyerukan referendum mendesak agar wilayah itu menjadi bagian dari Rusia.
Denis Pushilin, kepala pemerintahan separatis yang berbasis di Donetsk, meminta sesama pemimpin separatis di Luhansk untuk menggabungkan upaya mempersiapkan referendum untuk bergabung dengan Rusia.
Sementara itu, menurut laporan The Guardian, Republik Rakyat Donetsk (DPR) yang diproklamirkan oleh separatis pro-Rusia di Ukraina timur merilis buletin di Telegram.
DPR mengklaim bahwa 12 pemukiman yang didudukinya ditembaki oleh pasukan Ukraina.
Dikatakan bahwa 33 pembangunan perumahan dan sembilan fasilitas infrastruktur sipil rusak.
Sebanyak 10 warga sipil tewas dan 15 terluka, jelas buletin tersebut.

Baca juga: Ukraina Rilis Video Dua Bola Api Besar Meletus yang Kyiv Sebut sebagai Terorisme Nuklir Rusia
Baca juga: PM Inggris Janjikan Bantuan Lebih dari Rp 39 Triliun untuk Perang di Ukraina pada 2023
Staf umum Ukraina mengatakan pertempuran dalam 24 jam terakhir terbatas di wilayah Donetsk dan serangan Rusia telah berhasil dihalau di dekat pemukiman Mayorsk, Vesele, Kurdyumivka dan Novomykhailivka.
Di selatan, angkatan bersenjata Ukraina mengklaim telah menenggelamkan sebuah tongkang yang membawa pasukan dan peralatan Rusia melintasi sungai dekat Nova Kakhovka di wilayah Kherson.
"Upaya untuk membangun penyeberangan gagal menahan tembakan dari pasukan Ukraina dan dihentikan. Tongkang menjadi tambahan kekuatan kapal selam penjajah," kata militer dalam sebuah pernyataan di Facebook.
Peningkatan kemampuan serangan jarak jauh Ukraina kemungkinan telah memaksa armada Laut Hitam Rusia untuk memindahkan beberapa kapal selamnya dari pelabuhan Sevastopol di Krimea ke Novorossiysk di Krasnodor Krai di Rusia selatan, kata militer Inggris pada Selasa (20/9/2022).
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)