BBM Bersubsidi
Kenaikan Harga BBM Subsidi Disorot Media Asing, Disebut Memicu Protes Massal
Kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar di Indonesia mendapat sorotan dari sejumlah media asing.
TRIBUNNEWS.COM - Keputusan pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mendapat sorotan sejumlah media asing.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi dalam konferensi pers virtual di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022).
Jenis BBM subsidi yang mengalami kenaikan harga adalah Pertalite, dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter.
Kemudian Solar dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan penyesuaian harga BBM non-subsidi.
Dalam laporannya berjudul 'Indonesia hikes fuel prices to rein in ballooning subsidies', Reuters mengatakan Indonesia menaikkan harga BBM subsidi sekitar 30 persen karena terlalu membebani APBN, meskipun ada risiko protes massal.
Baca juga: Rekam Jejak Kenaikan Harga BBM di Era Jokowi, 7 Kali Naik
Media Inggris ini mengutip pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa keputusan ini adalah pilihan terakhir pemerintah.
"Saya sebenarnya ingin harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi, tapi anggaran untuk subsidi sudah tiga kali lipat dan akan terus meningkat," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual.
"Sekarang pemerintah harus mengambil keputusan dalam situasi yang sulit. Ini pilihan terakhir pemerintah," jelas presiden.
Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, menurut Reuters, telah mendongkrak subsidi energi 2022 menjadi 502 triliun rupiah ($34 miliar), tiga kali lipat dari anggaran semula.
Hal ini didorong oleh kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi mata uang rupiah.
Jika harga tidak dinaikkan, anggaran akan membengkak menjadi Rp 698 triliun, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Agensi berita yang berbasis di London ini melaporkan, kenaikan harga BBM sensitif di Indonesia dan berimplikasi besar bagi rumah tangga dan UMKM.
Dikatakan, kenaikan harga bahan bakar terakhir terjadi pada 2014, beberapa bulan setelah Jokowi menjabat, yang bertujuan untuk membebaskan ruang fiskal.
Hal tersebut telah memicu protes di seluruh negeri.

Surat kabar Inggris, The Independent juga melaporkan kenaikan harga bahan bakar minyak di Indonesia dalam beritanya bertajuk 'Indonesia hikes fuel prices by 30 persen, cuts energy subsidies'.
Dilaporkan, selama berminggu-minggu masyarakat Indonesia resah dengan isu kenaikan harga BBM jenis Pertalite.
SPBU dipenuhi antrean mengular dari mobil dan motor yang rela menunggu berjam-jam untuk membeli BBM sebelum harganya naik pada Sabtu (3/9/2022) hari ini.
The Independent menyebut kenaikan BBM ini adalah yang pertama dalam delapan tahun.
Media ini juga mengutip pernyataan Jokowi yang mengatakan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran.
Pasalnya, sekitar 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu.
Menyusul hal ini, pemerintah memutuskan mengalihkan subsidi BBM ke bantuan yang lebih tepat sasaran.
Pemerintah RI telah mensubsidi BBM selama beberapa dekade di Indonesia, negara kepulauan yang luas dengan lebih dari 270 juta orang.
Harga bahan bakar merupakan isu sensitif politik yang dapat memicu kenaikan harga lainnya dan berisiko menimbulkan protes mahasiswa, lapor The Independent.

Baca juga: Pengemudi Ojol Kaget Harga BBM Naik Lebih Rp 1.000 per Liter
Baca juga: ALASAN Jokowi Naikkan Harga BBM: Sebanyak 70 Persen Subsidi BBM Justru Dinikmati Masyarakat Mampu
Sementara itu, The Straits Times dalam laporannya bertajuk 'Indonesia hikes fuel prices by up to 32 persen to rein in ballooning subsidies', menyebutkan aksi protes serikat buruh dan mahasiswa terjadi di sejumlah daerah jelang pengumuman kenaikan BBM.
Selain Pertalite dan Solar, pemerintah juga menyesuaikan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax sebanyak 16 persen menjadi Rp14.500.
Media Singapura ini menyoroti pengalihan subsidi BBM berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun yang akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu.
Nantinya, penerima akan diberikan Rp150 ribu per bulan mulai September selama empat bulan ke depan.
Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan, dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan sebesar Rp600 ribu.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani,Faryyanida Putwiliani)