Pemilu Amerika Serikat 2020
Donald Trump Dituduh Melakukan Percobaan Kudeta saat Kerusuhan di Kongres AS
Mantan Presiden Donald Trump dituding melakukan percobaan kudeta dalam sidang terkait kerusuhan di Gedung Kongres Amerika Serikat (AS) pada 2021 lalu.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Presiden Donald Trump, dituding melakukan percobaan kudeta dalam sidang terkait kerusuhan di Gedung Kongres Amerika Serikat (AS) pada 2021 lalu.
Wakil Ketua Komite Partai Republik, Liz Cheney, mengatakan Trump "menyalakan api serangan ini".
Politisi Demokrat, Bennie Thompson mengatakan kerusuhan itu membahayakan demokrasi AS.
Pada 6 Januari 2021, massa pendukung Presiden saat itu, Donald Trump, menyerang US Capitol atau Gedung Kongres AS di Washington DC.
Kerumunan massa berdemo dan merangsek masuk ke Gedung Kongres karena tidak terima dengan kekalahan Trump dalam Pilpres.

Baca juga: Donald Trump Minta AS Prioritaskan Keamanan Sekolah Dibanding Bantuan ke Ukraina
Baca juga: Detik-detik Presiden Joe Biden dan Ibu Negara Dievakuasi Gara-gara Pesawat Misterius Dekati Rumahnya
Ketika itu, anggota parlemen AS sedang melakukan rapat untuk mengesahkan kemenangan Joe Biden atas pemilu.
Setelah setahun penyelidikan, komite terpilih Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dipimpin Demokrat dibuka pada Kamis (9/6/2022) dengan menunjukkan klip wawancara yang dilakukan dengan orang lingkaran dalam Trump.
Dilansir BBC, cuplikan menampilkan kesaksian mantan Jaksa Agung AS, Bill Barr, yang mengatakan klaim mantan presiden bahwa pemilu dicurangi tidak berdasar.
"Kita tidak bisa hidup di dunia di mana pemerintahan incumbent tetap berkuasa berdasarkan pandangannya, tidak didukung oleh bukti spesifik, bahwa ada kecurangan dalam pemilu," kata mantan jaksa agung itu.
Sidang juga menampilkan rekaman kesaksian Ivanka Trump, putri mantan presiden Donald Trump, yang mengaku setuju dengan pendapat Barr.
Sebelum penyelidikan DPR dibuka pada Kamis malam, Trump menolaknya dan menyebutnya sebagai "hoaks politik".
Walaupun sudah setahun lengser, Presiden AS ke-45 ini terus menggemakan klaimnya bahwa hasil Pemilu 2020 dicurangi oleh penipuan pemilih massal.
"6 Januari adalah puncak dari upaya kudeta, upaya kurang ajar, seperti yang dikatakan seorang penulis tak lama setelah 6 Januari, untuk menggulingkan pemerintah."
"Kekerasan itu bukan kebetulan. Itu adalah sikap terakhir Trump," ujar Bennie Thompson, ketua komite dan anggota parlemen Mississippi, dalam sidang.

Cheney, wakil ketua komite dan anggota kongres Wyoming, juga menyebut bahwa Trump memprovokasi peristiwa tersebut.
"Mereka yang menyerbu Capitol kami dan melawan penegakan hukum selama berjam-jam dimotivasi oleh apa yang dikatakan Presiden Trump: bahwa pemilihan dicuri dan bahwa dia adalah orang yang berhak menjadi presiden."
"Presiden Trump memanggil massa, mengumpulkan massa dan menyalakan api serangan ini," kata Cheney.
Caroline Edwards, petugas polisi pertama yang terluka dalam serangan itu, bersaksi bahwa dia disebut "pengkhianat" dan "anjing" oleh para perusuh sebelum pingsan.
Di tengah kerusuhan itu, ia mengaku sempat bertemu dengan petugas Brian Sicknick, yang meninggal setelah insiden.
"Saya tergelincir dalam darah orang-orang," cerita Edwards kepada anggota parlemen.
"Tidak pernah dalam mimpi terliar saya, saya berpikir bahwa sebagai petugas polisi, sebagai petugas penegak hukum, saya akan menemukan diri saya di tengah pertempuran," tambahnya.
Pembuat film dokumenter Inggris, Nick Quested, yang melacak Proud Boys, sebuah kelompok sayap kanan, pada hari penyerangan, juga memberikan bukti.
Dia mengaku terkejut pada kemarahan dan kekerasan dari "pemberontak" yang mengamuk.

Baca juga: Tentara Ukraina Kesulitan Operasikan Senjata Canggih Bantuan Amerika dan Sekutunya
Baca juga: Rusia Larang 963 Orang Amerika Masuk Negaranya, Ada Biden hingga Mark Zuckerberg, Donald Trump Boleh
Empat orang tewas pada hari kerusuhan di Capitol AS, diantaranya seorang wanita tak bersenjata yang ditembak polisi dan lainnya karena sebab-sebab alami.
Lebih dari 100 petugas polisi terluka.
Empat petugas lainnya kemudian meninggal karena bunuh diri.
DPR AS memakzulkan Trump setelah kerusuhan, tepatnya sepekan sebelum masa jabatan presidennya habis.
Mereka menuduhnya menghasut pemberontakan, tetapi dia dibebaskan di Senat.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)