Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Sejumlah Besar Senjata yang Dipasok oleh Barat ke Ukraina Telah Disita Rusia

Militer Rusia mengatakan pada Jumat waktu setempat bahwa mereka telah menyita sejumlah besar senjata yang dipasok negara Barat ke Ukraina.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
@Ukraine
Kartun yang viral di media sosial dipublikasi Ukraina memperlihatkan Hitler (yang besar) menatap Vladimir Putin. 

TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Militer Rusia mengatakan pada Jumat waktu setempat bahwa mereka telah menyita sejumlah besar senjata yang dipasok negara Barat ke Ukraina.

Menurut Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia, senjata yang disita itu termasuk rudal anti-tank FGM-148 Javelin buatan Amerika dan rudal anti-tank MBT NLAW buatan Inggris.

Dua sistem rudal fire-and-forget yang telah menjadi bagian penting dari bantuan Barat yang dipasok ke Ukraina dalam beberapa tahun terakhir, yang dimaksudkan sebagai pertahanan lunak melawan pasukan lapis baja Rusia yang cukup besar.

Dikutip dari laman Sputnik News, Sabtu (26/2/2022), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Januari lalu mengaku bahwa ia telah mengirim lebih dari 600 juta dolar AS bantuan militer ke Ukraina sejak menjabat setahun sebelumnya.

Bantuan itu dianggap Rusia hanya 'setetes dalam ember' pengiriman yang dikirim sejak 2014.

Namun, NLAW baru tiba pada bulan lalu sebagai bagian dari pengiriman yang terburu-buru di tengah negosiasi yang tegang antara Rusia dan NATO.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan pada Jumat kemarin bahwa pihaknya akan terus memberikan 'bantuan praktis' ke Ukraina dan meminta negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama, bantuan yang akan mencakup sistem pertahanan udara.

Baca juga: Penambangan Bitcoin Terus Berjalan, Walaupun Rusia Mendapat Sanksi dari AS dan Negara Barat

"Kami mengutuk sekeras mungkin invasi skala penuh Rusia ke Ukraina, yang dimungkinkan oleh dukungan Belarus. Kami menyerukan Rusia untuk segera menghentikan serangan militernya, untuk menarik semua pasukannya dari Ukraina dan untuk berbalik dari jalur agresi yang telah dipilihnya," kata pemimpin aliansi yang berbasis di Brussels, Belgia itu.

Ukraina memang bukan anggota dari aliansi tersebut, namun telah bekerja sama erat dengan blok itu dan dianggap sebagai calon anggota di masa depan.

Inilah yang menjadi 'salah satu keberatan utama' Rusia dalam pembicaraan keamanan sebelum konflik saat ini pecah.

Terkait bantuan militer, pada Kamis lalu, Kongres Demokrat AS mengumumkan rencana untuk mengirim bantuan militer tambahan ke Ukraina senilai 600 juta dolar AS.

Sementara Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia mengklaim pada Jumat kemarin bahwa mereka telah menghancurkan total 211 fasilitas infrastruktur militer di Ukraina sejak operasi 'netralisasi' ini dimulai pada Kamis pagi.

Kota Konotop dan Sumy yang terletak di timur laut Ukraina, juga telah diblokade oleh Tentara Rusia.

Begitu pula dengan kota-kota lainnya di dekat perbatasan, termasuk Chernigov yang bersejarah.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dimulainya operasi ini pada Kamis pagi.

Ia mengatakan bahwa Ukraina akan menjadi negara netral dan kepemimpinan 'Nazi' akan dicopot.

Tidak hanya itu, ia juga menegaskan pelaku kejahatan perang terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang memberontak melawan Ukraina pada 2014, akan diadili.

Pada Jumat kemarin, Putin meminta militer Ukraina untuk menggulingkan pemerintah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dengan mengatakan bahwa dengan menggulingkannya, mungkin lebih masuk akal untuk bernegosiasi.

Menanggapi operasi tersebut, Barat telah menerapkan sanksi ekonomi berat yang menargetkan lembaga keuangan terbesar Rusia, utang negaranya, perusahaan milik negara utama dan industri ekspor utama.
 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved