Senin, 6 Oktober 2025

100.000 Anak di Kenya Barat Sudah Divaksin Malaria, Tingkat Penerimaan Rumah Sakit Menurun

Lebih dari 100.000 anak di Kenya bagian barat telah menerima vaksin baru untuk melawan malaria. Tingkat penerimaan rumah sakit menurun.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
Brian Ongoro / AFP
Seorang petugas kesehatan menyiapkan vaksinasi malaria untuk seorang anak di rumah sakit Sub-County Yala, di Yala, Kenya, pada 7 Oktober 2021. Lebih dari 100.000 anak di Kenya bagian barat telah menerima vaksin baru untuk melawan malaria. Tingkat penerimaan rumah sakit menurun. 

TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 100.000 anak di Kenya bagian barat telah menerima vaksin baru untuk melawan malaria, AFP melaporkan.

Malaria telah membunuh 260.000 anak balita setiap tahun di Afrika sub-Sahara.

Vaksin yang dibuat selama lebih dari 30 tahun itu telah diluncurkan di Kenya, Ghana, dan Malawi sejak 2019.

Vaksin itu telah disetujui untuk digunakan secara luas untuk anak-anak di Afrika sub-Sahara dan daerah berisiko lainnya oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Oktober tahun lalu.

Salah seorang warga menceritakan antusiasmenya terhadap vaksin ini.

Baca juga: Mosquirix, Vaksin Malaria Pertama yang Direkomendasikan WHO, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui

Baca juga: WHO Beri Sertifikasi Bebas Malaria Kepada China Setelah 70 Tahun Berjuang Hadapi Wabah

Vaksin malaria Mosquirix di rumah sakit di Yala, Kenya, pada 7 Oktober 2021.
Vaksin malaria Mosquirix di rumah sakit di Yala, Kenya, pada 7 Oktober 2021. (Brian Ongoro / AFP)

Lucy Akinyi memiliki 3 anak yang seringkali terinfeksi malaria sehingga dia sering datang ke klinik kesehatan setempat di Kenya barat setiap minggu untuk merawat mereka.

Ketika ditawari kesempatan untuk melindungi anak-anaknya dengan vaksin Malaria pertama di dunia, Akinyi tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Bagi Akinyi dan keluarga besarnya, vaksin itu sangat berhasil.

Sebelumnya ia selalu memasang kelambu di atas anak-anaknya saat mereka tidur.

Meski begitu, anak-anak masih bisa digigit nyamuk di luar saat bermain.

"Dulu kami punya banyak penyakit malaria di rumah kami. Kami bisa berada di rumah sakit tiga kali dalam sebulan," kata Akinyi.

Tetapi kini tidak ada anak-anaknya yang dinyatakan positif malaria sejak divaksinasi, katanya.

Hal itu membuatnya sangat nyaman tinggal di daerah di mana malaria adalah pembunuh nomor satu.

"Kami sangat senang karena tidak ada anak kami yang sakit," kata Akinyi.

Adik iparnya, Millicent Akoth Oyoya, memutuskan untuk memvaksin anak-anaknya setelah melihat manfaat yang didapatkan keponakan-keponakannya.

"Ketika anak bungsu Akinyi divaksinasi, anak itu tidak pernah terkena malaria," kata Oyoya di sebuah klinik sambil menunggu anaknya yang berusia sembilan bulan divaksinasi di wilayah Danau Victoria.

"Jadi saya memutuskan untuk membawa anak saya juga agar dia bebas malaria."

Pekerja sanitasi bersiap untuk melakukan pengasapan di sebuah daerah di kota pesisir selatan Yaman, Aden pada 3 Mei 2020, sebagai bagian dari kampanye untuk mencegah penyakit yang ditularkan oleh serangga seperti malaria, demam berdarah, dan virus Chikungunya, di tengah-tengah pandemi COVID-19.
Pekerja sanitasi bersiap untuk melakukan pengasapan di sebuah daerah di kota pesisir selatan Yaman, Aden pada 3 Mei 2020, sebagai bagian dari kampanye untuk mencegah penyakit yang ditularkan oleh serangga seperti malaria, demam berdarah, dan virus Chikungunya, di tengah-tengah pandemi COVID-19. (Saleh Al-OBEIDI / AFP)

Klinik kesehatan di Kenya barat kini mulai melihat perubahan.

Biasanya bangsal anak dipenuhi dengan anak-anak yang menderita malaria.

Penerimaan pasien yang dirawat karena malaria juga menurun, begitu pula keparahan gejalanya.

"Sejak kami mulai memberikan vaksin malaria pada September 2019, kami telah melihat penurunan kasus malaria," kata Elsa Swerua, kepala perawat malaria di Puskesmas Akala di Kabupaten Siaya.

"Bahkan anak-anak yang terkena malaria, tidak parah, dan jumlah kematian akibat malaria juga turun."

Lebih sedikit malaria, berarti lebih sedikit perawatan di rumah sakit, keuntungan bagi keluarga yang berjuang untuk membayar pengobatan lagi dan lagi.

"Sebelum vaksin, kami menghabiskan banyak uang untuk pengobatan dan pergi ke rumah sakit. Biayanya tinggi," kata Akinyi.

"Sekarang, ada lebih banyak uang untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya," katanya.

Dr Simon Kariuki, kepala peneliti di Kenya Medical Research Institute, dan seorang ahli terkemuka tentang malaria, mengatakan bahwa vaksin adalah pengubah permainan.

"Kami menunjukkan bahwa vaksin ini aman, dan dapat diberikan kepada anak-anak muda Afrika yang menanggung beban malaria yang lebih tinggi," katanya.

Uji coba percontohan telah menunjukkan bahwa vaksin dapat "mengurangi infeksi malaria pada anak-anak hampir 40 persen", katanya.

WHO telah merekomendasikan agar vaksin diberikan dalam rejimen empat dosis untuk anak-anak dari usia lima bulan di daerah dengan penularan malaria sedang hingga tinggi.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved