Rabu, 1 Oktober 2025

Empat dari lima perempuan alami pelecehan seksual di ruang publik, menurut survei

Ruang publik belum menjadi ruang yang aman dari pelecehan seksual selama pandemi di Indonesia, menurut hasil survei terbaru dari koalisi organisasi

Sedangkan bentuk pelecehan online termasuk pengiriman video atau foto intim, komentar seksis, komentar atas tubuh, pemaksaan untuk mengirimkan video atau foto intim pribadi, hingga penguntitan di dunia maya alias cyberstalk.

Menanggapi survei KRPA, Ellen Kusuma dari SAFEnet mengatakan hasil survei tersebut sesuai dengan temuan organisasinya pada awal 2021. Namun, perihal lokasi pelecehan di ruang maya, SAFEnet menemukan itu lebih banyak terjadi di aplikasi chat.

Menurut Ellen, pelecehan di aplikasi chat biasanya melibatkan pengancaman sedangkan pelecehan di media sosial lebih sering berupa eskalasi kekerasan, termasuk penyebaran konten intim.

"Laporan paling banyak kami terima tentang penyebaran konten intim non-konsensual yang kami sebut cyber-flashing atau digital exhibitionism," kata Ellen.

SAFEnet juga menemukan salah satu modus pelecehan baru di aplikasi chat, terutama yang anonim, yaitu penyebaran nomor ponsel korban yang disertai narasi "open BO" alias prostitusi.

Mematahkan 'mitos' pelecehan seksual

Pada 2018, KRPA melakukan survei serupa yang diikuti 62.224 orang dari seluruh Indonesia. Sebagian hasil survei tersebut dianggap masih relevan dengan kondisi saat ini.

Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan, mengatakan temuan-temuan dalam survei KRPA membantu mematahkan mitos-mitos tentang pelecehan seksual yang selama ini dipercayai publik.

Misalnya, mitos bahwa pelecehan seksual terjadi pada malam hari dan di tempat sepi. Survei menunjukkan bahwa kebanyakan pelecehan justru terjadi pada siang hari dan di tempat terbuka.

Survei pada 2018 juga menanyakan tentang pakaian yang dikenakan korban saat mengalami pelecehan seksual. Ternyata, tidak seperti anggapan pada umumnya, kebanyakan korban pelecehan seksual tidak mengenakan pakaian yang terbuka.

"Hal ini memperlihatkan bahwa pelecehan seksual itu bukan sesuatu yang harus dinormalkan tetapi ini adalah sesuatu yang ternyata berdampak terhadap perempuan, termasuk pengurangan kemampuan perempuan untuk menikmati hak asasi di ruang publik maupun ruang siber," kata Ami.

Lebih lanjut, Ami mengatakan bahwa hasil survei ini menguatkan argumen tentang urgensi membahas dan mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU tersebut menjadikan pelecehan seksual sebagai tindak pidana, termasuk pelecehan berbasis teknologi informasi.

Sementara itu, untuk mencegah pelecehan seksual di ruang publik, Ami menekankan perlunya membangun infrastruktur yang membangun rasa aman misalnya lampu jalan dan CCTV serta mengajak partisipasi publik.

"Untuk menegur, tidak membenarkan, dan tidak mengglorifikasi pelecehan seksual baik di dunia nyata maupun di dunia maya," ujarnya.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved