Penanganan Covid
Australia-AS Teliti Vaksin Tambalan di Kulit Untuk Atasi Covid-19, Tak Perlu Jarum Suntik
Peneliti Australia-AS menemukan vaksin Covid-19 yang ditambal di kulit tikus memberikan hasil menjanjikan, dan akan diuji klinis pada April 2022
TRIBUNNEWS.CPM, WASHINGTON - Tim peneliti Australia-Amerika Serikat meneliti vaksin untuk hadapi Covid-19 tanpa harus disuntikkan, melainkan ditempelkan di kulit. Hasil penelitian dikatakan sangat menjanjikan.
Hasil studi yang dilakukan terhadap tikus ini telah diterbitkan dalam jurnal Science Advances, Jumat (29/10/2021).
Dilansir dari Channel News Asia, tim peneliti menggunakan patch (tambalan) berukuran 1 sentimeter persegi yang berisi lebih dari 5.000 bintik mikroskopis.
"(Bintiknya) sangat kecil sehingga Anda tidak dapat benar-benar melihatnya,” ujar David Muller, ahli virus di University of Queensland dan rekan penulis makalah , kepada AFP.
Tambalan ini telah dilapisi dengan vaksin eksperimental. Tambalan diklik dengan aplikator yang menyerupai keping hoki.
Baca juga: Studi: Obat Anti-depresi Dapat Tingkatkan Pemulihan Pasien Covid-19 yang Parah
Baca juga: Studi: Varian A.30 Mampu Hindari Antibodi yang Diinduksi Vaksin Pfizer dan AstraZeneca
"Anda sepertinya mendapatkan jentikan ringan di kulit," kata Muller.
Para peneliti menggunakan apa yang disebut vaksin "subunit" yang mereproduksi bitnik-bintik yang menutupi permukaan virus Corona.
Penelitian itu dilakukan dengan menggunakan patch selama dua menit, ataupun dengan jarum suntik.
Disebutkan, sistem kekebalan dari mereka yang mendapat tambalan menghasilkan antibodi penetralisir tingkat tinggi setelah dua dosis, termasuk di paru-paru mereka.
Ini penting untuk menghentikan Covid-19, dan tambalan itu bisamengungguli jarum suntik.
Baca juga: Studi di Amerika: Pasien Covid-19 yang Lebih Muda Lebih Cepat Pulih Indera Penciumannya
Baca juga: Studi: Pandemi Covid-19 Pangkas Harapan Hidup Mayoritas Penduduk Dunia Sejak Perang Dunia II
Menurut Muller, para peneliti juga menemukan bahwa sub-kelompok tikus, yang hanya diberi satu dosis vaksin yang mengandung zat tambahan yang disebut adjuvant yang digunakan untuk memacu respon imun, "tidak sakit sama sekali".
Mudah Diterapkan
Menurut Muller, vaksin biasanya disuntikkan ke otot. Namun jaringan otot tidak mengandung banyak sel kekebalan yang diperlukan untuk bereaksi terhadap obat.
Selain itu, bitnik-bintik kecil di tambalan itu dapat melokalisir kulit mati, dan memberi peringatan kepada tubuh tentang adanya masalah sehingga memicu respons kekebalan yang lebih besar.
Muller mengungkapkan sejumlah keuntungan vaksin tambal (patch) ini.
Pertama, tambalan dalam kondisi kering akan membuat vaksin stabil setidaknya selama 30 hari pada 25 derajat Celcius dan satu minggu pada 40 derajat Celcius, dibandingkan dengan beberapa jam pada suhu kamar untuk vaksin Moderna dan Pfizer.
Baca juga: Studi: Negara Miskin Kesulitan Dapat Vaksin Covid-19, Negara Kaya Justru Kelebihan 1,2 Miliar Dosis
Baca juga: Studi di Amerika: Vaksin mRNA Covid-19 Tidak Terkait Dengan Keguguran
Ini menawarkan keuntungan besar terutama bagi negara-negara berkembang.
Kedua, sangat mudah digunakan. "Anda tidak perlu membutuhkan profesional medis yang sangat terlatih untuk menggunakannya,” kata Muller.
Burak Ozdoganlar, seorang profesor teknik di Universitas Carnegie Mellon di Pittsburgh AS, juga telah mengerjakan teknologi tersebut sejak 2007.
Dia melihat keuntungan lain: "Kurangnya jumlah vaksin yang dikirim secara tepat ke kulit dapat mengaktifkan respon imun yang mirip dengan injeksi intramuskular," katanya kepada AFP.
Ini adalah faktor penting karena negara berkembang berjuang untuk mendapatkan cukup vaksin Covid-19.
Baca juga: Hasil Studi Temukan Varian Alpha Sebarkan Virus Lebih Banyak ke Udara Dibandingkan Versi Aslinya
Baca juga: Studi Baru Klaim Covid-19, Tidak Berasal dari Gua di China
Ozdoganlar dapat memproduksi sekitar 300-400 tambalan sehari di labnya, tetapi belum dapat mengujinya pada vaksin mRNA, yang telah muncul selama pandemi, karena ia belum diizinkan oleh Pfizer atau Moderna.
Tambalan yang digunakan dalam penelitian ini dibuat oleh perusahaan Australia Vaxxas. Uji klinis pada manusia diharapkan berlangsung April tahun depan.
Dua perusahaan Amerika lainnya terlibat, yaitu Micron Biomedical dan Vaxess.
Vaksin Covid-19 yang mereka gunakan diproduksi oleh perusahaan Medigen, yang sudah resmi di Taiwan.
Tantangan utama saat ini adalah produksi, karena belum ada produsen yang mampu membuat patch yang cukup secara massal.
Baca juga: Studi: Vaksinasi Covid-19 Dua Dosis Dapat Kurangi Risiko Rawat Inap jika Terpapar Corona
"Jika Anda ingin membuat vaksin, Anda harus menghasilkan ratusan juta," kata CEO Vaxess, Michael Schrader. "Kami tidak memiliki skala itu sampai hari ini - tidak ada yang benar-benar memiliki skala itu."
"Ini masa depan, menurut saya, tidak bisa dihindari," kata Schrader. "Saya pikir Anda akan melihat selama 10 tahun ke depan, ini (akan) secara dramatis membentuk kembali cara kita mendapatkan vaksin di seluruh dunia." (Tribunnews.com/CNA/Hasanah Samhudi)