Dubai Ingin Berinvestasi dan Bangun Infrastruktur di Kashmir, Mengapa?
Kesepakatan Dubai dengan pemerintah India untuk membangun infrastruktur di Jammu dan Kashmir berlangsung pada saat gejolak kekerasan…
Pemerintah Dubai, salah satu kota dan emirat di negara Uni Emirat Arab (UEA), baru-baru ini menandatangani perjanjian dengan India untuk meningkatkan investasi bidang infrastruktur di wilayah Jammu dan Kashmir.
Pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan kesepakatan itu akan memungkinkan Dubai untuk membangun infrastruktur di wilayah yang saat ini tengah berkonflik, termasuk membangun kawasan industri, menara komunikasi IT, menara serbaguna, pusat logistik, perguruan tinggi medis dan rumah sakit khusus.
Sultan Ahmed bin Sulayem, Ketua dan CEO DP World Dubai, mengatakan kepada awak media di Srinagar: "Kami berkomitmen untuk menghubungkan Jammu dan Kashmir dengan keseluruhan India. Kami tahu bagaimana melakukannya, kami tahu hambatannya."
Tidak ada nominal pasti yang diumumkan dari kesepakatan ini, tetapi bin Sulayem mengatakan bahwa investasi oleh perusahaannya akan menjadi bagian dari inisiatif pemerintah Modi yang bertajuk "Make in India".
Ini adalah perjanjian investasi pertama oleh pemerintah asing yang melibatkan Kashmir sejak New Delhi menghapus status khusus kawasan itu pada 2019 dan membagi negara bagian berpenduduk mayoritas muslim itu menjadi dua wilayah yang diperintah langsung dari ibu kota India.
Dibayangi lonjakan kekerasan di Kashmir
Kesepakatan investasi ini muncul di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah yang sangat termiliterisasi itu. Belakangan kembali terjadi serentetan serangan kelompok militan terhadap warga sipil dan sejumlah tindakan kekerasan lain oleh pasukan keamanan yang menewaskan beberapa orang.
Kelompok militan diduga telah membunuh sedikitnya 11 warga sipil, termasuk lima pekerja migran, di Kashmir sejak awal Oktober. Sementara pihak berwenang India baru-baru ini terpaksa memindahkan ribuan pekerja migran di Kashmir ke lokasi yang lebih aman dalam waktu hanya semalam, seiring dengan serangkaian penargetan pembunuhan di lembah Himalaya itu.
Belum jelas apa yang menjadi pemicu serangan yang terjadi baru-baru ini. Namun pembunuhan tersebut telah memperluas keresahan utamanya di kalangan minoritas pemeluk agama Hindu di kawasan itu. Diperkirakan sekitar 200.000 minoritas Hindu yang secara lokal dikenal sebagai Pandit telah melarikan diri dari Kashmir setelah pemberontakan anti-India meletus pada tahun 1989.
Analis mengatakan perjanjian investasi ini adalah pesan yang jelas bahwa pembangunan ekonomi dan pembangunan perdamaian dapat berjalan beriringan, bahkan di tengah meningkatnya kekhawatiran akan kondisi keamanan.
"Di titik ini, masyarakat Kashmir sedang mengalami pergolakan semacam itu, utamanya mengingat pembunuhan yang ditargetkan terhadap pekerja migran, sehingga saya sungguh bertanya-tanya investor luar yang mana yang pada akhirnya akan mewujudkan investasi mereka di wilayah tersebut," pengamat politik Navnita Behera mengatakan kepada DW.
Berharap dapat legitimasi?
Beberapa pengamat meyakini bahwa pakta baru dengan Dubai ini adalah upaya New Delhi untuk mendapatkan legitimasi internasional atas sepak terjangnya di Kashmir selama dua tahun terakhir.
"Ujian pertama atas legitimasi adalah, apakah orang-orang yang terdampak bisa menerima tindakan ini sebagai langkah yang sah," ujar akademisi dan pakar urusan Kashmir, Radha Kumar, kepada DW. Ia menambahkan bahwa orang-orang Kashmir tidak lantas menganggap investasi oleh Dubai dapat melegitimasi langkah penghapusan status khusus di wilayah mereka.
Meski demikian, ia menambahkan bahwa masuknya investasi dari Dubai akan meningkatkan ekonomi Kashmir.
"Jika ada arus masuk investasi dari Dubai, itu pasti akan memberi dorongan yang sangat dibutuhkan bagi ekonomi Kashmir yang telah sangat menderita setelah dicabutnya Pasal 370 [undang-undang yang memberikan status konstitusional khusus ke wilayah tersebut] dan dampak ikutannya," tegas Radha Kumar.