Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik di Afghanistan

Di Tangan Taliban, Warga Afghanistan Tak Lagi Pakai Celana Jins, Tak Terdengar Lagi Suara Musik

Warga yang masih tertinggal di Kabul berusaha menyesuaikan diri dengan gaya tegas pemerintah baru mereka, Taliban.

Editor: Hasanudin Aco
AFP/WAKIL KOHSAR
Unit pasukan khusus pejuang Taliban, Badri, berjaga-jaga ketika warga Afghanistan, berharap untuk meninggalkan Afghanistan, berjalan melalui gerbang masuk utama bandara Kabul di Kabul pada 28 Agustus 2021. AFP/WAKIL KOHSAR 

TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Afghanistan, terutama di ibu kota Kabul, kini banyak berubah.

Apalagi setelah pasukan Amerika Serikat (AS) meninggalkan Kabul pada Senin (30/8/2021) .

Banyak pemandangan mencolok dan suara kehidupan kota di Afghanistan mulai berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang sama sekali baru.

Warga yang masih tertinggal di Kabul berusaha menyesuaikan diri dengan gaya tegas pemerintah baru mereka, Taliban.

Taliban sejauh ini berusaha menunjukkan wajah yang lebih sejuk kepada dunia.

Tak ada hukuman keras dipertontonkan di depan publik dan tak ada larangan menggelar hiburan rakyat seperti yang mereka terapkan saat berkuasa dulu, sebelum digulingkan pasukan Sekutu pada 2001.

Kegiatan budaya diperbolehkan, kata Taliban, sejauh tidak melanggar hukum Syariat dan budaya Islam Afghanistan.

Otoritas Taliban di Kandahar, kota kelahiran gerakan itu, menerbitkan perintah formal pekan lalu yang melarang stasiun radio memutar musik dan suara penyiar perempuan.

Namun bagi kebanyakan orang, tidak perlu perintah formal untuk melakukan itu.

Reklame warna-warni di depan salon-salon kecantikan sudah dicat ulang dan jeans telah diganti dengan pakaian tradisional.

Baca juga: Satu-satunya Provinsi Belum Takluk, Taliban Incar Pemimpin Perlawanan di Panjshir, Ahmad Massoud

Stasiun radio pun mengubah menu siaran mereka dengan musik pop Hindi dan Persia, yang terdengar seperti musik patriotik yang muram.

"Bukan karena Taliban memerintahkan kami mengubah apa pun. Kami mengganti program sekarang karena kami tidak ingin Taliban memaksa kami berhenti siaran," kata Khalid Sediqqi, produser stasiun radio swasta di Kota Ghezni.

"Lagi pula, tak seorang pun di negara ini berminat mencari hiburan, (karena) kami semua sedang syok," kata dia.

"Saya malah tak yakin ada orang yang menyalakan radio sekarang."

Selama 20 tahun hidup di bawah pemerintah dukungan Barat, budaya populer tumbuh di Kabul dan kota-kota lain yang diwarnai kemunculan tempat kebugaran, minuman berenergi, gaya rambut kekinian dan lagu-lagu pop yang memancing orang untuk berdendang dan berdansa.

Opera sabun dari Turki, program siaran panggilan di radio, dan pertunjukan bakat di televisi seperti 'Bintang Afghan' sebelumnya menjadi kegemaran masyarakat.

Namun kini semua sunyi.

Petinggi Taliban banyak yang dibesarkan di madrasah dan mengalami tahun-tahun yang sulit akibat peperangan.

Mereka menganggap perubahan itu sudah keliwatan, dianggap melampaui batas.

"Budaya kami telah teracuni, kami melihat pengaruh Rusia dan Amerika di mana saja bahkan pada makanan yang kami santap, sesuatu yang harus disadari oleh masyarakat dan perlu diubah," kata seorang komandan Taliban.

"Ini mungkin perlu waktu tapi itu akan terjadi." kata komandan itu.

Di seluruh negeri, perubahan juga jelas terlihat.

Meski petinggi Taliban berulang kali mengatakan pasukan mereka harus menghormati penduduk dan tidak sembarangan menghukum, banyak warga tidak percaya mereka mampu mengendalikan anggota-anggota yang ada di bawah.

"Tak ada musik di seluruh Kota Jalalabad, orang ketakutan dan khawatir dipukul Taliban," kata Naseem, mantan pejabat di provinsi timur, Nangarhar.

Zarifullah Sahel, wartawan lokal di Provinsi Laghman dekat Kabul mengatakan, kepala komisi budaya lokal Taliban memberi tahu stasiun radio pemerintah dan enam stasiun radio swasta untuk menyesuaikan siaran mereka agar sejalan dengan hukum Syariat.

Sejak itu, program musik dan program berita, politik, dan budaya yang tidak berkaitan dengan masalah agama, telah dihentikan.

Namun, meskipun perintah formal belum dikeluarkan, pesannya sudah terbaca dengan jelas: era kebebasan telah berakhir dan akan lebih aman untuk tidak terlihat mencolok.

"Saya takut menjadi target Taliban kalau saya terlihat memakai jeans atau pakaian Barat," kata Mustafa Ali Rahman, mantan petugas pajak di Provinsi Lagman.

"Tak ada yang tahu apa yang mungkin akan mereka lakukan untuk menghukum kami," tutur seorang mantan aktivis sipil di kota utara, Mazar-i-Sharif, seraya mengatakan, toko dan restoran tampaknya sudah sepakat untuk mematikan radio.

"Tak ada peringatan soal musik, tapi kami sendirilah yang menghentikannya," kata dia. 

Janji Taliban

Taliban merayakan kemenangannya setelah penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, Afghanistan, Selasa (31/8/2021)

Pejuang Taliban segera mengambil alih bandara Kabul ketika pasukan AS yang terakhir, keluar dari negara itu.

Mereka kemudian menembakkan senjata dan kembang api ke langit malam Kabul.

Taliban mengatakan, keluarnya pasukan AS setelah 20 tahun menduduki Afghanistan adalah sebuah momen bersejarah.

Berbicara kepada wartawan dari bandara Kabul, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid mengatakan, Afghanistan adalah negara yang bebas dan berdaulat.

Baca juga: Pejuang Taliban Kenakan Seragam Militer AS Saat Rayakan Penarikan Pasukan di Bandara Kabul

"Kami tidak memiliki keraguan bahwa Imarah Islam Afghanistan adalah negara yang bebas dan berdaulat," kata Zabihullah Mujahid sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Setelah keluarnya pasukan AS, lanjut Zabihullah Mujahid, Taliban ingin memiliki hubungan baik dengan negara-negara lain di seluruh dunia.

Taliban juga berjanji kepada warga Afghanistan bahwa mereka akan melindungi kebebasan, kemerdekaan, dan nilai-nilai Islam.

"Amerika dikalahkan dan atas nama bangsa saya, kami ingin memiliki hubungan baik dengan seluruh dunia," kata Zabihullah Mujahid.

Sebelumnya, Jenderal Marinir Frank McKenzie, kepala Komando Pusat AS mengumumkan, pasukan AS terakhir terbang keluar dari Kabul tepat sebelum tengah malam waktu setempat.

Frank McKenzie mengatakan, AS tidak mengeluarkan semua orang yang ingin mereka keluarkan.

Akan tetapi, jika AS diberi waktu 10 hari lagi di Afghanistan, mereka akan mengeluarkan semua orang yang mereka inginkan.

"Kami tidak mengeluarkan semua orang yang ingin kami keluarkan. Tapi saya pikir jika kami tinggal 10 hari lagi, kami tidak akan mengeluarkan semua orang yang kami inginkan," kata Frank McKenzie.

Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved