Konflik di Afghanistan
Sepekan di Bawah Taliban, Bank di Afghanistan Tutup dan Harga Sembako Naik 20 Persen
Sepekan setelah Taliban merebut ibukota Kabul, bank-bank di Afghanistan ditutup hingga harga bahan pokok melonjak cukup tinggi.
TRIBUNNEWS.COM - Sepekan setelah Taliban merebut ibukota Kabul, bank-bank di Afghanistan ditutup hingga harga bahan pokok melonjak cukup tinggi.
Dilansir Al Jazeera, ribuah orang masih memadati bandara dan berebut kursi penumpang untuk bisa keluar dari Afghanistan.
Semakin banyak warga Afghanistan yang kehilangan pekerjaan di tengah kondisi ekonomi yang runtuh.
Berikut update kondisi di Afghanistan pasca Taliban berkuasa kembali:
Baca juga: Kata Pemimpin Taliban soal Kepanikan Warga Afghanistan di Bandara, Heran dan Sebut Tak Berdasar
Baca juga: Siapa Sangka Pemerintah Afghanistan Bisa Jatuh Dalam 11 Hari
Harga Naik dan Penerbangan Ditangguhkan

Mata uang Afghanistan merosot tajam, membuat harga bahan pokok naik cukup tinggi.
Rendahnya mata uang Afghanistan, Afgani, mulai terjadi sejak Taliban mulai menyerang beberapa wilayah di berbagai provinsi.
Harga makanan pokok seperti tepung, minyak, dan beras naik hingga 10% hingga 20% dalam beberapa hari.
Bank-bank juga masih tutup sehingga banyak orang tidak bisa mengakses tabungan mereka.
Pengiriman uang dari luar negeri juga terhenti karena kantor Western Union tidak beroperasi.
“Semuanya karena situasi dolar. Ada beberapa toko makanan yang buka tetapi pasarnya kosong,” kata seorang mantan pegawai pemerintah.
Sementara itu, pada Minggu, kelompok bantuan internasional mengatakan penangguhan penerbangan komersial ke Afghanistan akan memperlambat masuknya pasokan bantuan dan obat-obatan.
Menurut laporan Daily Sabah pada Minggu (15/8/2021), penerbangan komersial dari Kabul dibatalkan pada Senin (16/8/2021) setelah warga Afghanistan menyerbu bandara pasca Taliban mengambil alih negara.
"Tidak akan ada penerbangan komersial dari Bandara Hamid Karzai untuk mencegah penjarahan dan penjarahan. Tolong jangan terburu-buru ke bandara," kata otoritas bandara Kabul dalam pesan yang dikirim kepada wartawan.
Menurut pernyataan NATO pada Minggu, hanya pesawat militer yang diizinkan untuk beroperasi untuk mengevakuasi staf diplomatik dari Afghanistan.
Kehilangan Pekerjaan dan Gaji Belum Dibayar

Seorang mantan polisi Afghanistan mengaku bingung menghadapi kondisi di bawah kekuasaan Taliban.
"Saya benar-benar tersesat, saya tidak tahu apa yang harus saya pikirkan terlebih dahulu, keselamatan dan kelangsungan hidup saya atau memberi makan anak-anak dan keluarga saya," kata seorang mantan polisi.
Mantan polisi ini mengaku saat ini tengah bersembunyi dari Taliban.
Dia mengatakan kehilangan gaji 260 USD (Rp 3,7 juta) per-bulan yang digunakan untuk menghidupi istri dan keempat anaknya.
Sayangnya, mantan polisi ini mengaku belum digaji selama dua bulan terakhir.
"Saya tinggal di apartemen sewaan, saya belum membayar pemiliknya selama tiga bulan terakhir," katanya.
Sudah seminggu ini dia mencoba menjual beberapa cincin dan sepasang anting-anting milik istrinya.
Baca juga: Wanita Afghanistan Melahirkan di Pesawat Evakuasi AS, Sempat Alami Komplikasi
Baca juga: Taliban Menang di Afghanistan, JI dan JAD di Indonesia Diperkirakan Bersuka Cita
Namun toko emas tutup sehingga perhiasan itu belum berhasil terjual.
"Semuanya sudah selesai. Bukan hanya pemerintah yang jatuh, ribuan orang seperti saya yang hidupnya bergantung pada gaji bulanan sekitar 15.000 Afghanis (200 USD)," kata seorang pegawai pemerintah lainnya yang tidak ingin disebutkan namanya.
"Kami sudah terlilit utang karena pemerintah belum membayar gaji kami selama dua bulan terakhir," katanya.
"Ibuku yang sudah lanjut usia sakit, dia membutuhkan obat-obatan, dan anak-anak serta keluargaku membutuhkan makanan. Tuhan tolong kami," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)