Efek Jangka Panjang COVID: Pasien Berjuang untuk Dipercaya
Jutaan bekas pasien COVID masih alami gejala berat beberapa bulan setelah sembuh. Banyak yang harus berjuang keras untuk meyakinkan…
"Jenis gejala yang dialami pasien— kelelahan ekstrem, nyeri, masalah konsentrasi — dapat dibandingkan dengan Myalgic encephalomyelitis/chronic fatigue syndrome (ME/CFS), suatu kondisi sindroma kelelahan kronis yang disebabkan oleh berbagai infeksi dan patogen", kata Iwasaki.
"Secara historis, gejala-gejala ini diyakini telah diabaikan," katanya. "Sangat sedikit yang telah dilakukan ilmu pengetahuan, meskipun ada dampak parah dari kondisi ini pada manusia."
Salah satu alasan akan tidak banyak adanya penelitian tentang cara merawat kondisi seperti ME/CFS adalah mungkin karena tidak banyak pasien yang didiagnosis mengidapnya.
Dengan munculnya COVID jangka panjang, tiba-tiba ada jutaan orang yang mengalami gejala serupa pada saat yang bersamaan. Dan banyaknya keluhan, dari masalah neurologis hingga kardiologis, telah membingungkan para dokter.
"Jika begitu banyak sistem yang terlibat, tapi seorang spesialis tidak tahu bagaimana menangani semua itu, kita perlu mengubah hal itu", tegas Iwasaki.
Beberapa negara meningkatkan penelitian: Kongres AS menyetujui anggaran lebih dari $ 1 miliar untuk National Institutes of Health guna mempelajari konsekuensi jangka panjang dari infeksi COVID. Pemerintah Inggris telah menginvestasikan hampir 20 juta pound ($27,54 juta) untuk berbagai studi.
Rumah sakit yang menangani COVID jangka panjang di seluruh dunia, memberikan perawatan khusus kepada pasien yang mengalami gejala yang berkepanjangan.
Tetapi masih banyak pasien COVID jangka panjang tidak memiliki akses ke jenis perawatan ini. Dan yang beruntung yang melakukannya masih bisa menghadapi ketidakpercayaan di kalangan lain.
Kerabat yang skeptis
Bagi Amy Pelicano, seorang direktur pengembangan di Cincinnati, AS, sebagian besar keraguan datang dari keluarganya sendiri.
Sebelum dia tertular COVID di hari-hari awal pandemi, dia suka melakukan olahraga jungkir balik dengan cucu-cucunya.
Lebih dari setahun kemudian, dia masih menderita batuk yang mengganggu yang membuatnya tidak bisa berbicara. Dia juga mengidap gejala kabut otak yang membuatnya sulit mengingat dan detak jantung yang meningkat - sebuah kasus jelas dari COVID jangka panjang, ujar para spesialis. Para dokter spesialis ini sangat mendukungnya, kata Pelicano.
Tetapi banyak kerabatnya menyiratkan bahwa dia hanya malas, membuatnya bertanya pada dirinya sendiri.
"Selain merasa buruk secara fisik, saya merasa lebih buruk secara emosional karena saya tidak benar-benar mendapat dukungan yang kuat dari keluarga saya, kecuali suami saya," kata Pelicano, yang telah mencari terapis yang memahami masalahnya.
Di London, Inggris, Yas juga harus meyakinkan orang-orang terlebih dahulu, sebelum dianggap serius.
Pelajar ini, sekarang menggunakan tongkat atau kursi roda untuk bergerak karena beratnya sindroma kelelahan pasca COVID.