Virus Corona
Peneliti China: Dua Vaksin Covid-19 Buatan China Kurang Efektif Melawan Varian Delta
Peneliti di China mengatakan dua vaksin Covid-19 buatan China kurang efektif melawan virus corona varian Delta, yang kini banyak melanda dunia
“Ini dapat menyebabkan risiko bagi individu yang lebih rentan untuk terinfeksi dan mengalami penyakit parah dan kematian jika mereka tidak sepenuhnya divaksinasi,” katanya.
Baca juga: StudiTerbaru: Kasus Covid-19 Pertama Melanda China pada Oktober 2019, Bukan November 2019
Lembaga ini Juga mengatakan melanjutkan dan meningkatkan vaksinasi dengan cepat untuk menghentikan penyebaran varian dan mengurangi dampak kesehatannya.
Sampai saat ini, katanya, sekitar 30 persen dari mereka yang berusia 80 tahun ke atas dan 40 persen di atas 60-an di UE masih belum sepenuhnya divaksinasi.
Dengan sebagian besar anggota UE belum sepenuhnya menginokulasi sepertiga dari populasi mereka, ECDC juga mendesak negara-negara untuk berhati-hati dalam mengurangi pembatasan yang bertujuan membatasi penyebaran virus.
Peringatan oleh ECDC ini sejalan dengan peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu, yang mengatakan varian Delta yang pertama kali diidentifikasi di India menjadi dominan secara global.
Kepala Ilmuwan WHO mengatakan, Varian Delta dari virus corona menjadi jenis yang dominan secara global karena "penularannya meningkat secara signifikan.
Baca juga: Studi Hasil Otopsi di AS: Otak Pasien Covid-19 yang Parah Mirip Otak Pasien Alzheimer dan Parkinson
Komentar Dr Soumya Swaminathan muncul ketika para pejabat di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Rusia mendesak lebih banyak orang untuk divaksinasi, memperingatkan bahwa jenis yang lebih menular dapat menyebabkan lebih banyak kematian.
Laporan epidemiologi minggu WHO menyebutkan, delapan puluh negara sejauh ini telah melaporkan kasus varian Delta.
Studi menunjukkan bahwa Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India, sekitar 60 persen lebih mudah menular daripada Alpha, varian yang pertama kali diidentifikasi di Inggris yang lebih menular daripada jenis yang muncul dari kota Wuhan di China pada akhir 2019.
“Varian Delta akan menjadi varian dominan secara global karena transmisibilitasnya meningkat secara signifikan,” kata Dr Swaminathan, Jumat (18/6). Situasi global begitu dinamis karena varian yang beredar, tambahnya.
WHO sangat prihatin dengan Afrika. Meskipun benua itu hanya menyumbang sekitar 5 persen dari infeksi baru dan 2 persen kematian, kasus baru di Namibia, Sierra Leone, Liberia dan Rwanda telah berlipat ganda dalam seminggu terakhir.
Baca juga: Studi: Infeksi Covid-19 Kurangi Risiko Infeksi Lanjutan Selama 10 Bulan
“Ini peningkatan yang sangat, sangat memprihatinkan”, sementara akses vaksin tetap sangat kecil,”kata kepala program kedaruratan WHO Mike Ryan.
Di AS, Presiden Joe Biden mencatat bahwa daerah di mana tingkat vaksinasi menurun menunjukkan lebih banyak infeksi, dan memperingatkan bahwa mereka yang menolak untuk divaksinasi berisiko terinfeksi oleh varian yang sangat menular.
Varian Delta menyumbang 6 persen kasus secara nasional, tetapi 18 persen kasus di Colorado, Montana, North Dakota, South Dakota, Utah, dan Wyoming.
Inggris juga telah melaporkan peningkatan tajam dalam infeksi dengan varian Delta, yang menyumbang lebih dari 90 persen kasus baru terutama di kalangan anak muda - mendorong pemerintah untuk menunda rencana untuk mencabut pembatasan kontak sosial hingga 19 Juli.
Di Jerman, varian Delta menyumbang sedikit di atas 6 persen dari kasus baru, tetapi angkanya telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)