Olimpiade 2021
Olimpiade Tokyo Semakin Dekat, Sebagian Besar Petugas Medis di Jepang Belum Divaksinasi
Tenaga medis Jepang yang telah divaksinasi Covid-19 baru kurang dari 30% di kota-kota besar, meski Olimpiade Tokyo dimulai 65 hari lagi
TRIBUNNEWS.COM - Tenaga medis Jepang yang telah divaksinasi Covid-19 baru kurang dari 30% di kota-kota besar, meski Olimpiade Tokyo dimulai 65 hari lagi, surat kabar Nikkei melaporkan pada hari Rabu (19/5/2021).
Angka yang dirilis minggu ini menunjukkan bahwa tiga bulan setelah program vaksinasi COVID-19 Jepang dimulai, baru kurang dari 40% dari semua pekerja medis di negara itu yang divaksinasi penuh.
Sebagian besar pasokan vaksin terkonsentrasi di rumah sakit besar, dan ada masalah dalam sistem reservasi untuk staf medis, kata surat kabar itu.
Penyaluran yang lambat untuk dokter dan perawat menjadi salah satu keluhan yang diprotes oleh kelompok medis yang menentang penyelenggaraan Olimpiade saat Jepang berjuang untuk menahan lonjakan infeksi Covid-19.
Baca juga: Profesor Jepang Melihat Adanya Kemiskinan Lansia, Harus Segera Diperbaiki
Baca juga: Kesulitan Vaksinasi di Jepang dan Cuti Kantor Setelah Divaksinasi
Pemerintah menargetkan untuk memvaksinasi sebagian besar dari 36 juta penduduknya yang berusia di atas 65 tahun pada akhir Juli.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah berharap dapat mengirimkan sekitar 1 juta dosis vaksin sehari, sekitar tiga kali lebih cepat dari kecepatan saat ini.

Dilansir Reuters, sejauh ini, hanya 3,7% dari 126 juta penduduk Jepang yang mendapatkan setidaknya satu suntikan vaksin COVID-19, tingkat terendah di antara negara-negara kaya.
Awalnya, lambannya program vaksinasi adalah karena minimnya pasokan vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer Inc dan BioNTech SE.
Pfizer/BioNTech merupakan satu-satu vaksin yang disetujui oleh regulator.
Namun pengiriman vaksin Pfizer telah meningkat drastis pada bulan Mei.
Pemerintah juga diharapkan untuk menyetujui penggunaan vaksin dari Moderna minggu ini untuk digunakan di pusat-pusat vaksinasi massal.
Vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca PLC juga sedang dipertimbangkan oleh regulator domestik.

Survei Menunjukkan Lebih dari 70% Warga Jepang Berharap Olimpiade Tokyo Ditunda atau Dibatalkan
Jepang belum selesai mengatasi pandemi Covid-19 sama seperti kebanyakan negara-negara lainnya.
Namun, pemerintah Jepang tetap melanjutkan agenda Olimpiade seperti yang sudah dijadwalkan.
"Kami mengerahkan semua upaya kami untuk membendung penyebaran infeksi Covid-19," kata Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga awal Mei lalu dilansir Reuters.
Baca juga: PM Yoshihide Suga Tak Segan Mendiskualifikasi Atlet Olimpiade yang Melanggar Hukum di Jepang
Baca juga: Malaysia Open 2021 Ditunda, PBSI Gelar Simulasi Pertandingan untuk Olimpiade Tokyo
Suga juga menegaskan, meskipun ada kekhawatiran, Tokyo masih dapat menjadi tuan rumah Olimpiade yang aman dan terjamin pada Juli dan Agustus nanti.
Rupanya, banyak warga Jepang tidak setuju dengan sentimen itu.
Kebanyakan orang Jepang ingin Olimpiade dibatalkan, atau setidaknya ditunda lagi

Lebih dari 70% warga Jepang berpendapat bahwa Olimpiade Musim Panas 2020, yang semula dijadwalkan digelar tahun 2020, harus ditunda lagi karena pandemi, atau dibatalkan seluruhnya, menurut jajak pendapat Kyodo News baru-baru ini.
Selain itu, sebuah petisi di change.org untuk membatalkan Olimpiade, sejauh ini telah mengumpulkan lebih dari 310.000 tanda tangan.
"Dengan meningkatnya COVID-19, kami mendesak IOC [Komite Olimpiade Internasional], Pemerintah Jepang, Pemerintah Metropolitan Tokyo, dan Komite Penyelenggara untuk mengambil keputusan yang tepat dan membatalkan acara tersebut secepatnya," tulis Utsunomiya Kenji, pengacara Jepang yang menulis petisi, dalam rilis berita.
"Saya tidak mengerti alasan diadakannya Olimpiade ketika sistem perawatan medis kita sudah dalam keadaan runtuh," kata seorang perawat Jepang yang menandatangani petisi itu.
"IOC sangat tidak bertanggung jawab," tulis pemohon lainnya.
"Meskipun saya merasa kasihan pada para atlet, ada orang lain yang lebih saya kasihi."
Presiden IOC Thomas Bach berencana mengunjungi Jepang pada pertengahan Mei dan bertemu dengan Perdana Menteri Suga.
Akan tetapi ada spekulasi bahwa kunjungannya akan dibatalkan, mengingat laju infeksi COVID-19 saat ini di Jepang.
Menurut Kyodo News, status darurat yang telah diberlakukan di Tokyo, Osaka, Kyoto, dan Hyogo sejak 25 April diperpanjang hingga akhir Mei, dan diperluas hingga mencakup lebih banyak prefektur, seiring penyebaran penyakit.
Banyak orang Jepang kehilangan kesabaran dengan pandemi, dan tidak berharap lockdown yang sedang berlangsung akan banyak membantu mengendalikan penyebaran virus.
Bar tidak dapat menyajikan alkohol dalam keadaan darurat, dan tempat karaoke juga ditutup.
Beberapa warga Jepang yang frustrasi telah minum di jalan-jalan, Associated Press melaporkan.
"Medali emas menjadi prioritas di atas nyawa banyak orang," kata aktivis Misako Ichimura pada protes Olimpiade baru-baru ini, menurut The Wall Street Journal.
Ichimura telah menjadi pengunjuk rasa anti-Olimpiade yang gigih sejak Jepang dianugerahi pertandingan ini pada tahun 2013, ketika sebagian besar orang Jepang mendukung penyelenggaraannya.
Jepang kini mencatat lebih banyak kematian akibat virus corona dalam empat bulan pertama 2021 daripada yang terjadi pada tahun 2020.
Program vaksinasi yang berjalan lambat juga memperburuk sentimen publik.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Olimpiade Tokyo 2020