Minggu, 5 Oktober 2025

Kepala Kepolisian Prancis Kecam Petisi ‘Perang Saudara’ Para Mantan Perwira Polisi

Kepala Kepolisian Prancis, Frederic Veaux, berpendapat para mantan polisi itu masih terikat 'kewajiban menahan diri'.

AFP PHOTO / MIGUEL MEDINA
FILE - Warga dievakuasi dekat gedung konser musik Bataclan di pusat Kota Paris, Perancsi, Sabtu (14/11/2015) dini hari. Sedikitnya 120 orang tewas dalam serangkaian serangan teror di Paris pada Jumat (13/11/2015) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Pucuk pimpinan Kepolisian Prancis mengecam hampir 100 mantan perwira koleganya yang memperingatkan potensi ‘perang saudara” di negara itu.

Kepala Kepolisian Prancis, Frederic Veaux, berpendapat para mantan polisi itu masih terikat 'kewajiban menahan diri', UU yang membatasi pegawai negeri mengungkapkan pendapat pribadi di depan umum.

“Inisiatif Anda melemahkan lembaga kami, dari pada memperkuatnya," tulis Vaux lewat suratnya merespon petisi para mantan polisi Prancis. Kabar ini dikutip dari laman Russia Today, Senin (17/5/2021). 

Dia berargumen Kepolisian Prancis membutuhkan kepercayaan diri, persatuan, dan kohesi dalam barisannya, tanpa semangat keberpihakan.

Pada saat yang sama, Veaux mengatakan pemerintah telah membuat langkah penting baik dalam hal perlindungan petugas dan peralatan polisi.

Belasan jenderal dan mantan perwira militer Prancis beberapa pecan lalu membuat surat terbuka, memperingatkan kemungkinan perang saudara di Prancis.

Baca juga: Anggota Militer Aktif Prancis Peringatkan Potensi Perang Saudara di Negara Itu

Mereka memperingatkan ekstrimisme kelompok tertentu menggunakan narasi agama, yang bisa meruntuhkan Prancis.

Cara penanganan dan kebijakan yang dibuat Presiden Emmanuel Macron, dianggap memberi jalan bagi mereka untuk mengubah tatanan Prancis.

Karena itu lewat petisi yang ditandatangani 93 mantan perwira polisi, mendesak Presiden Emmanuel Macron, pemerintah, dan anggota parlemen untuk “melakukan segala kemungkinan untuk mengakhiri situasi yang sangat serius ini.

Prancis tidak boleh jatuh ke dalam kekacauan. Polisi Prancis tidak dapat mengizinkan angkatan bersenjata menggantikan mereka untuk menghindari perang saudara.

Kematian Polisi Saat gerebek Kriminal

Para penandatangan menulis serangan terhadap polisi merupakan penolakan terhadap nilai-nilai republik kami, kebiasaan kami dan model masyarakat kami.

Surat itu menyebutkan kematian Eric Masson, seorang perwira yang tewas dalam penggerebekan narkoba di selatan kota Avignon bulan ini.

"Serangan terbuka terhadap kantor polisi oleh gerombolan orang bersenjata dan bertopeng menyebar ke seluruh wilayah kami tanpa mendapat hukuman," kata para mantan perwiralewat petisi itu.

Mereka menambahkan, negara saat ini telah terfragmentasi menjadi daerah yang terkotak-kotak.

Para penandatangan meminta untuk mempersenjatai kembali (polisi) secara materi, moral dan hukum, sehingga mereka dapat terus menjalankan tugas mereka tanpa mempertaruhkan nyawa di setiap sudut jalan.

"Sudah waktunya untuk langkah-langkah efektif untuk mengambil kembali negara kita sendiri dan memulihkan otoritas negara di mana negara gagal," tulis mereka.

Hingga saat dipublikasikan, petisi yang dipasang di situs mesopinions.com telah menerima sekitar 39.000 tanda tangan.

Debat ini terjadi menyusul dua surat terbuka yang diterbitkan majalah berita konservatif Prancis, Valeurs Actuelles.

Surat pertama muncul April dan ditandatangani 25 pensiunan jenderal dan lebih dari 1.000 mantan tentara aktif.

Surat itu berisi pernyataan kemungkinan perang saudara dan mendesak pihak berwenang untuk campur tangan melawan "disintegrasi" negara.

Surat tersebut secara khusus meminta Macron untuk melawan Islamisme dan gerombolan pinggiran kota, dan juga individu bertopeng yang menyerang kantor polisi.

Petisi kedua tidak disebutkan namanya, dengan penulis menggambarkan diri mereka sebagai tentara generasi muda.

Mereka mendesak agar diambil langkah-langkah untuk mencegah Prancis menjadi negara yang gagal.

Valeurs Actuelles mengatakan surat itu, yang diterbitkan pada 11 Mei, telah dibaca lebih dari 2,4 juta pengguna unik di situs web mereka dan menerima 287.578 tanda tangan pada Jumat.

Surat-surat tersebut menarik banyak perhatian media dan memicu perdebatan di Prancis.

Marine Le Pen, pemimpin partai Konservatif Reli Nasional, mengatakan dia berbagi keprihatinan yang diungkapkan oleh para tentara.

Pejabat pemerintah dan petinggi tentara aktif berpendapat nada petisi itu tidak pantas, dan militer harus tetap netral dalam urusan politik.

Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Francois Lecointre mengatakan, personel militer yang bertugas aktif harus mengundurkan diri jika ingin membuat pernyataan seperti itu di depan umum.

Dia juga mengatakan bahwa prajurit tugas aktif yang diidentifikasi sebagai penandatangan surat April akan diadili karena melanggar aturan netralitas.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved