Kamis, 2 Oktober 2025

Virus Corona

Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru

Tiga negara Uni Eropa (UE), Polandia, Prancis, dan Ukraina memberlakukan penguncian pasrial karena kasus Covid-19 mengalami lonjakan.

zoom-inlihat foto Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru
Logo Uni Eropa. Terbaru, Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru.

TRIBUNNEWS.COM - Tiga negara Uni Eropa (UE) memberlakukan penguncian parsial karena kasus Covid-19 mengalami lonjakan.

Dilansir Tribunnews dari Al Jazeera, tiga negara tersebut yakni, Polandia, Prancis, dan Ukraina.

Penduduk di Polandia, sebagian warga Prancis dan Paris serta Ibu Kota Ukraian Kyiv menghadapi pembatasan baru virus corona mulai Sabtu (20/3/2021).

Pertokoan tutup dan masyarakat didesak untuk bekerja dari rumah.

Peluncuran pembatasan baru virus corona muncul karena laju vaksinasi Uni Eropa berjalan lamban dan beberapa negara anggota menghadapi gelombang ketiga virus.

Baca juga: Mengulas Profil Houssem Aouar, Aset Mutiara Lyon yang Diburu Klub Raksasa Eropa

Baca juga: Shin Tae-yong Positif Covid-19, Bagaimana Kondisi Timnas U-23 Indonesia?

Ilustrasi. Terbaru, Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru
Ilustrasi. Terbaru, Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru (Shutterstock)

Di Prancis, pemerintah memperkenalkan langkah-langkah baru setelah lonjakan kasus Covid-19 di Paris dan bagian lain Prancis utara.

Di bawah langkah-langkah baru, bisnis yang tidak penting di Paris ditutup.

Sementara sekolah tetap buka dan olahraga di luar ruangan diizinkan hingga 10 kilometer dari rumah.

Seperti dalam penguncian sebelumnya, formulir/surat keterangan akan dibutuhkan untuk membenarkan mengapa seseorang meninggalkan rumah di daerah di bawah pembatasan baru.

Presiden Emmanuel Macron pada Jumat (19/3/2021) menegaskan bahwa kata "lockdown", tidak tepat untuk menggambarkan strategi pemerintah.

"Apa yang kami inginkan adalah menghentikan virus tanpa menutup diri. Ini tidak akan ditutup," katanya pada pertemuan di Istana Elysee.

"Tegasnya istilah lockdown itu tidak tepat," imbuhnya.

Pemerintah berpendapat bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk mengurangi tekanan pada unit perawatan intensif yang hampir meluap.

Baca juga: Thailand Berhasil Latih Anjing Labrador yang Bisa Deteksi Virus Corona dalam Beberapa Detik Saja

Pengambilan gambar ini diambil dari sebuah video yang dipublikasikan di akun twitter Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 7 Januari 2021 menunjukkan Presiden Prancis sedang menyampaikan pidato setelah pendukung Presiden AS Donald Trump menyerbu Capitol AS. Pemimpin Prancis Emmanuel Macron mengatakan:
Pengambilan gambar ini diambil dari sebuah video yang dipublikasikan di akun twitter Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 7 Januari 2021 menunjukkan Presiden Prancis sedang menyampaikan pidato setelah pendukung Presiden AS Donald Trump menyerbu Capitol AS. Pemimpin Prancis Emmanuel Macron mengatakan: "Kami tidak akan menyerah pada kekerasan beberapa orang yang ingin mempertanyakan" demokrasi setelah pendukung Donald Trump melanggar Capitol AS beberapa jam sebelumnya. Terbaru, Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru. (EMMANUEL MACRON / TWITTER / AFP)

Gelombang Ketiga Virus Corona

Natacha Butler dari Al Jazeera melaporkan dari Paris mengatakan bahwa meskipun langkah-langkah ini lebih fleksibel daripada yang sebelumnya, pemerintah bersikeras penting bagi warga untuk mengikutinya.

"Mereka menyerukan kepada pemberi kerja untuk memastikan sebanyak mungkin staf bekerja dari rumah. Pemerintah mengataka bahwa beberapa bagian negara berada dalam gelombang ketiga," lapor Butler.

Butlet menambahkan, infeksi Covid telah meningkat selama beberapa minggu terakhir, hampir 40.000 sehari selama beberapa hari terakhir.

"Angka tersebut pasti jauh lebih tinggi daripada 10 hari yang lalu ketika sekitar 20.000 kasus sehari," tambahnya.

Di Paris, dokter mengatakan bahwa unit perawatan intensif hampir mencapai titik jenuh.

"Bahkan beberapa rumah sakit di kota itu harus menerbangkan pasiennya ke luar kota ke rumah sakit di berbagai wilayah di Prancis," kata Butler.

Baca juga: Ketua Satgas Covid Paparkan Kasus Corona Selalu Melonjak Pasca Libur Panjang

Sebuah lembaga kesehatan masyarakat terkemuka mengatakan pada Jumat bahwa di Jerman, kasus meningkat pada "tingkat yang sangat eksponensial".

Banyak yang mengharapkan pembatasan baru pada sektor pekerjaan dan kehidupan sosial akan diberlakukan dalam beberapa hari mendatang.

Robert Koch Institute melaporkan 17.482 infeksi baru dalam 24 jam sebelumnya dan 226 kematian di Jerman, dengan tingkat kejadian tujuh hari melonjak menjadi 96 per 100.000 orang meskipun sebagian besar kehidupan publik telah ditutup selama berbulan-bulan.

Para pemimpin Jerman awal bulan ini setuju untuk memberlakukan pembatasan baru di wilayah, di mana tingkat insiden tujuh hari melampaui 100.

"Kami berada di gelombang ketiga pandemi, jumlahnya meningkat, persentase mutasi virus tinggi," ucap Menteri Kesehatan Jens Spahn mengatakan pada konferensi pers.

Kanselir Angela Merkel mengatakan pada Jumat bahwa Jerman tidak boleh ragu untuk memperkenalkan langkah-langkah darurat dan kembali ke lockdown jika perlu.

Baca juga: Kadishub DKI Sebut Jakarta Belum Bisa Berlakukan Pembatasan Mobil Usia 10 Tahun, Ini Alasannya

Angela Merkel. Terbaru,  .
Angela Merkel. Terbaru, Kasus Covid-19 Melonjak, Prancis, Polandia, dan Ukraina Memberlakukan Tindakan Penguncian Baru. (POLITICS.CO.KE)

Protes Anti-Pembatasan

Frustrasi dengan pembatasan Covid-19 meluas pada Sabtu, dengan bentrokan pecah pada protes anti-pembatasan besar-besaran di kota Kassel, Jerman, dan ribuan orang bergabung dengan demonstrasi serupa di Liestal, Swiss.

"Akhiri penguncian" dan "Pemberontak Korona", terlihat pada tanda-tanda/papan yang dipegang oleh para demonstran pada protes di Kassel.

Unjuk rasa tersebut diorganisir oleh sebuah kelompok yang telah menarik aktivis dari sayap kiri dan sayap kanan serta anti-vaxxers dan teori konspirasi.

Menyoal hal ini, Marc Van Ranst, seorang profesor di Universitas Leuven dan Institut Penelitian Medis Rega memberikan komentarnya.

"Saya pikir Eropa dan banyak negara lain di seluruh dunia, atau setidaknya penduduknya merasa, bahwa mereka berada dalam siklus epidemi yang terus meningkat, dan epidemi menurun, dan siklus itu disertai dengan penguncian dan relaksasi berikutnya," tuturnya.

"Hal itu memberikan banyak tekanan pada penduduk untuk menjaga semangat tetap tinggi, itu tidak mudah," tambahnya.

"Saya pikir satu-satunya solusi untuk menghentikan siklus tanpa akhir itu adalah dengan program vaksinasi," imbuhnya.

Menurut data yang dirilis oleh Universitas Johns Hopkins, secara global, Covid-19 telah menewaskan 2,7 juta orang sementara lebih dari 69 juta telah pulih.

Berita lain terkait Covid-19

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved