Senin, 6 Oktober 2025

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Pilpres AS 2020, Para Ahli Kecam Klaim Trump: Menghitung Suara Bukanlah Penipuan

Jutaan surat suara masih dihitung di negara bagian yang menjadi medan pertempuran kritis yang pada akhirnya akan menentukan pemenang Pilpres AS 2020.

Mary Altaffer/AP
Dengan jumlah pemilih awal tertinggi yang didorong sebagian oleh pandemi COVID-19, pejabat pemilu terus menghitung suara setelah Hari Pemilu di beberapa negara bagian. 

TRIBUNNEWS.COM - Jutaan surat suara masih dihitung di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran kritis yang pada akhirnya akan menentukan pemenang Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020.

Meski suara masih belum selesai dihitung, Donald Trump dengan ceroboh menyebarkan keraguan seputar proses Pilpres.

Secara keliru, petahana Partai Republik itu mengatakan, penundaan dalam mengumumkan pemenang Pilpres merupakan bukti kecurangan.

Mengutip Al Jazeera, pakar hukum dan Pilpres di AS Lonna Atkeson mengatakan, tidak ada bukti untuk mendukung klaim Trump.

Baca juga: CEK FAKTA Pilpres Amerika: Hampir Semua Klaim yang Disebut Trump setelah Hari Pemilihan Adalah Salah

Baca juga: Jika Joe Biden Menang di Nevada, Pilpres Amerika Selesai dan Donald Trump Gagal Maju Periode Kedua

Dengan jumlah pemilih awal tertinggi yang didorong sebagian oleh pandemi COVID-19, pejabat pemilu terus menghitung suara setelah Hari Pemilu di beberapa negara bagian.
Dengan jumlah pemilih awal tertinggi yang didorong sebagian oleh pandemi COVID-19, pejabat pemilu terus menghitung suara setelah Hari Pemilu di beberapa negara bagian. (Mary Altaffer/AP)

Lonna Atkeson menambahkan, meluangkan waktu untuk memastikan setiap suara dihitung ulang sama sekali tidak menandakan bahwa sesuatu yang tidak pantas sedang berlangsung.

“Menghitung surat suara bukanlah penipuan. Itulah yang kami lakukan dalam pemilu. Kami tengah menghitung surat suara," kata Lonna Atkeson, Direktur Pusat Studi Pemungutan Suara, Pemilu dan Demokrasi di Universitas New Mexico.

Atkeson mengatakan kepada Al Jazeera dalam wawancara telepon pada Rabu (4/11/2020), orang-orang perlu bersabar dan menghormati prosesnya, yang "lambat dan berat".

Baca juga: UPDATE Hasil Pilpres AS 2020: Joe Biden Unggul Sementara, Peluang Trump Masih Ada

Rekor Partisipasi

Rekor partisipasi pemilih awal pada Pilpres AS tahun ini tercatat sebagai yang tertinggi karena didorong oleh pandemi Covid-19.

Pejabat Pemilu terus menghitung suara setelah Hari Pemilihan di beberapa negara bagian yang penting bagi Trump dan peluang penantang Demokratnya Joe Biden untuk memenangkan kursi kepresidenan.

Mereka termasuk Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan, tempat kedua kandidat telah mengadakan beberapa acara kampanye menjelang Selasa untuk menopang dukungan.

Baca juga: Gelar Nobar Pilpres AS 2020, Leonardo DiCaprio Pasang TV Layar Lebar di Lapangan Basket Miliknya

Baca juga: Hakim di Georgia dan Michigan Tolak Upaya Hukum Donald Trump Terkait Pelaksanaan Pilpres Amerika

Perolehan electoral votes Joe Biden dan Donald Trump
Perolehan electoral votes Joe Biden dan Donald Trump (USA Today)

Gugatan Hukum

Kampanye Trump pada Rabu kemarin mengajukan gugatan untuk menghentikan penghitungan di Michigan.

Trump dan timnya menuntut "akses yang berarti ke berbagai lokasi penghitungan" untuk mengamati proses dan peninjauan surat suara yang telah dihitung.

Berbicara sebelum gugatan itu diumumkan, Atkeson mengatakan, menghentikan penghitungan akan sulit.

"Kami harus punya alasan mengapa menghentikan perhitungan suara. Anda tak bisa hanya berhenti menghitung dan melihat apakah prosedurnya berjalan dengan benar," katanya.

Baca juga: Pilpres AS Memanas, Pendukung Donald Trump Serbu Pusat Penghitungan Suara

Baca juga: Donald Trump Dikabarkan Marahi Pemilik Fox News Terkait Pemberitaan Kemenangan Joe Biden di Arizona

(Kiri) Donald Trump dari Partai Republik dan (Kanan) Joe Biden dari Partai Demokrat
(Kiri) Donald Trump dari Partai Republik dan (Kanan) Joe Biden dari Partai Demokrat (Kolase Tribunnews (Instagram @realdonaldtrump dan @joebiden))

Tidak ada bukti apapun

Lebih jauh, Michael Gilbert, seorang profesor hukum di Universitas Virginia, menunjukkan, komentar Trump baru-baru ini tentang integritas sistem pemungutan suara bukanlah hal baru.

Trump membuat tuduhan kecurangan pemilih setelah pemilu 2016.

Pada waktu itu, Trump mengklaim tanpa bukti bahwa tiga juta suara diberikan secara ilegal.

"Tidak pernah ada bukti untuk mendukung klaim tersebut," kata Gilbert kepada Al Jazeera.

Tetapi tahun ini, kombinasi keadaan tertentu telah memicu klaim pemimpin Republik yang tidak terbukti, seperti pandemi Covid-19 dan banyaknya suara yang masuk sebelum Hari Pemilihan.

Memiliki begitu banyak surat suara berarti penghitungan akan memakan waktu lebih lama dari biasanya.

"Semakin lama waktunya, berpotensi menimbulkan keraguan di benak orang tentang integritas dari apa yang terjadi", kata Gilbert.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved