Minggu, 5 Oktober 2025

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Badan Intelijen AS Tuding Iran dan Rusia Coba Ganggu Pilpres 2020

John Ratcliffe mengatakan Rusia dan Iran telah sama-sama mencoba mengganggu pemilihan presiden 2020.

Editor: Johnson Simanjuntak
istimewa
Foto screenshot live debat perdana Petahana Presiden Partai Republik Donald Trump dan saingannya dari Demokrat Joe Biden yang dimoderatori Chris Wallace dari Fox News, di Case Western Reserve University di Cleveland, Amerika Serikat (AS), Selasa (29/9/2020) waktu setempat. 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON -- Direktur Intelijen Nasional AS John Ratcliffe mengatakan Rusia dan Iran telah sama-sama mencoba mengganggu pemilihan presiden 2020.

Ratcliffe membuat pengumuman dalan konferensi pers bersama Direktur FBI Chris Wray, seperti dilansir Reuters, Kamis (22/10/2020).

Pengumuman ini dilakukan dua minggu sebelum pemungutan suara 3 November 2020.

Ini menunjukkan tingkat kewaspadaan di antara para pejabat tinggi AS bahwa aktor asing berusaha merusak kepercayaan publik Amerika terhadap integritas pemungutan suara dan menyebarkan informasi yang salah dalam upaya memengaruhi hasil pemilihan presiden AS tahun ini.

"Kami telah mengkonfirmasi beberapa informasi daftar pemilih telah diperoleh oleh Iran, dan secara terpisah, oleh Rusia," kata Ratcliffe selama konferensi pers.

Sebagian besar daftar pemilih itu bisa diakses publik. Tetapi Ratcliffe mengatakan pejabat pemerintah "telah melihat Iran mengirim email yang dirancang untuk mengintimidasi pemilih, menghasut kerusuhan sosial dan menjelekkan presiden Trump."

Ratcliffe mengacu pada email yang dikirim Rabu (21/10/2020) dan dirancang agar terlihat seperti berasal dari kelompok Pro-Trump Proud Boys, menurut sumber pemerintah.

Para ahli luar mengatakan, jika Ratcliffe benar, Iran akan berusaha membuat citra Trump terlihat buruk dengan ancaman oleh kelompok yang terkadang melakukan kekerasan.

Email-email itu sedang diselidiki, dan satu sumber intelijen mengatakan masih belum jelas siapa di belakang mereka.

Sumber pemerintah lain mengatakan pejabat AS sedang menyelidiki apakah orang-orang di Iran telah meretas jaringan atau situs web Proud Boys untuk mendistribusikan materi yang mengancam.

Baca juga: Ada Hikmahnya Buat Indonesia Jika Biden Kalahkan Trump di Pilpres AS

Sumber ini mengatakan para pejabat AS menduga pemerintah Iran terlibat tetapi buktinya masih belum meyakinkan.

Beberapa email itu juga berisi video. Para ahli membantah itu, yang konon menunjukkan bagaimana surat suara palsu dapat dikirimkan. Ratcliffe mengatakan bahwa klaim itu palsu atau hoaks.

Sumber pemerintah kedua mengatakan pihak berwenang AS memiliki bukti bahwa Rusia dan Iran telah mencoba meretas data daftar pemilih di negara-negara tak dikenal.

Tetapi sumber itu menambahkan bahwa karena banyak dari data pemilih yang tersedia secara komersial, peretasan mungkin bertujuan untuk menghindari pembayaran.

Sebelum ini Kepala intelijen terkemuka AS memperingatkan bahwa China, Rusia, dan Iran termasuk negara-negara yang berusaha memengaruhi pemilihan presiden AS tahun ini.

Melansir BBC, sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kontra-intelijen AS mengatakan, negara-negara asing itu menggunakan "langkah-langkah pengaruh terselubung dan terbuka" untuk memengaruhi pemungutan suara.

Negara-negara ini "memiliki preferensi untuk siapa yang bakal memenangi pemilihan," tambahnya.

Kepala intelijen AS mengatakan bahwa Rusia ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2016 untuk membantu kampanye Presiden Donald Trump.

Rusia membantah tuduhan tersebut.

Ditanya pada konferensi pers pada Jumat (7/8/2020) mengenai apa yang dia rencanakan tentang laporan campur tangan pemilu, Presiden Trump mengatakan, pemerintahannya akan "mengawasi" soal itu.

Pengumuman itu muncul di tengah klaim oleh Trump tentang bahaya surat suara melalui kotak surat suara.

Dia telah menyarankan bahwa pemungutan suara ditunda demi mencegah "pemilihan yang paling tidak akurat dan curang dalam sejarah", yang memicu reaksi balik, bahkan dari kalangan anggota partainya sendiri.

Hal itu juga menyusul keluhan dari anggota parlemen Demokrat bahwa badan intelijen AS tidak merilis informasi kepada publik tentang campur tangan asing dalam pemungutan suara tahun ini.

Sebagai presiden dari Partai Republik, Trump berusaha untuk memenangi masa jabatan kedua. Penantangnya adalah kandidat Demokrat dan mantan Wakil Presiden Joe Biden.(Reuters/BBC)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved