Rabu, 1 Oktober 2025

Kejamnya Kehidupan di Dalam Penjara Korea Utara, Tahanan Diperlakukan Lebih Rendah daripada Binatang

Kejamnya Kehidupan di Dalam Penjara Korea Utara, Tahanan Diperlakukan Lebih Rendah daripada Binatang

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
ABC News
Ilustrasi parade militer di Korea Utara. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh Human Rights Watch (HRW) mengungkap penyiksaan sistematis, pelecehan seksual, dan kondisi kesehatan berbahaya yang tersebar luas dalam sistem penahanan praperadilan Korea Utara.

Dokumen tersebut menyorot sistem peradilan pidana yang seringkali buram, di mana tersangka dianggap memiliki nilai yang lebih rendah dari binatang.

Pelanggaran hak asasi manusia di dalam negara itu telah didokumentasikan dengan baik selama bertahun-tahun, termasuk oleh Komisi Penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2014.

Namun, hanya sedikit yang diketahui tentang sistem praperadilan.

Baca juga: Kepala Pentagon: Program Nuklir Korea Utara Ancaman Serius Terhadap Keamanan

Laporan setebal 88 halaman tersebut mewawancarai delapan mantan pejabat pemerintah dan 22 mantan tahanan.

Semua yang diwawancarai meninggalkan Korea Utara setelah 2011.

Saat itu adalah tahun di mana Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan.

Tangkapan layar yang diambil dari siaran KCNA pada 10 Oktober 2020 menunjukkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berbicara kepada peserta parade militer di alun-alun Kim Il Sung di Pyongyang.
Tangkapan layar yang diambil dari siaran KCNA pada 10 Oktober 2020 menunjukkan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berbicara kepada peserta parade militer di alun-alun Kim Il Sung di Pyongyang. (KCNA VIA KNS / AFP)

Dilansir CNN, laporan itu disusun berdasarkan wawancara dengan puluhan tahanan dan mantan pejabat.

"Sistem penahanan dan penyelidikan praperadilan Korea Utara sewenang-wenang, penuh kekerasan, kejam, dan merendahkan martabat," kata Brad Adams, direktur Asia di HRW, dalam siaran persnya.

"Warga Korea Utara mengatakan bahwa mereka hidup dalam ketakutan terus-menerus untuk terjebak dalam sistem, di mana prosedur resmi biasanya tidak relevan, dianggap salah, dan satu-satunya jalan adalah melalui suap dan koneksi," terang Adams.

Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti kerangka hukum dan kelembagaan yang lemah di Korea Utara.

Pengadilan di negara sana dianggap memiliki sifat yang sangat politis.

Begitu pula dengan lembaga penegak hukum di bawah Partai yang berkuasa di negara itu.

Kesaksian

Dalam kesaksian yang diberikan kepada HRW, mantan tahanan bernama Lim Ok Kyung mengatakan, dia ditangkap pada tahun 2014 karena menyelundupkan barang dari China.

Dia menerangkan, suaminya adalah anggota Partai tingkat menengah.

Dan melalui koneksi, menurutnya, dapat mengamankan pembebasannya setelah sepuluh hari.

Namun, Lim mengatakan, selama penahanannya, dia dipukuli dan dianiaya.

Baca juga: Korea Utara Pamer Rudal Baru, Menhan AS: Ancaman Serius Terhadap Keamanan Dunia

"Beberapa penjaga yang lewat akan memukul saya dengan tangan mereka atau menendang saya dengan sepatu bot mereka."

"Selama lima hari, mereka memaksa saya untuk tetap berdiri dan tidak membiarkan saya tidur," ujar Lim.

Kesaksian lain turut mendukung klaim Lim tentang pemukulan dan penyiksaan sewenang-wenang di dalam tahanan Korea Utara.

Mantan tahanan lain menceritakan bagaimana mereka dipaksa untuk berdiam diri di lantai hingga 16 jam dengan berlutut atau bersila, dengan kepala tertunduk.

Jika mereka bergeser sedikit saja, mereka dipukuli.

Beberapa wanita mengatakan, mereka dilecehkan secara seksual atau diperkosa di dalam tahanan.

Ilustrasi pemerkosaan.
Ilustrasi pemerkosaan. (medium.com)

Kim Sun Young, mantan pedagang berusia 50-an mengungkapkan, dirinya telah diperkosa oleh interogatornya di fasilitas penahanan.

Sementara itu, petugas polisi lainnya menyerang tubuh Kim saat menginterogasinya.

Baca juga: Kim Jong Un Tegaskan Korea Utara Tak Memiliki Satu pun Korban Covid-19

"(Saya) tidak berdaya untuk melawan," kata Kim.

Wanita lainnya juga berbicara tentang kurangnya dukungan hukum setelah mereka ditahan.

Bahkan, fasilitas kebersihan seperti sabun, perlengkapan menstruasi, atau selimut juga tidak disediakan.

Semua mengatakan, mereka ditahan dalam kondisi yang sangat tidak higienis.

"Anda hanya diperlakukan seperti Anda tidak berharga daripada seekor binatang, dan pada akhirnya Anda akan menjadi seperti itu," kata seorang mantan tahanan wanita, Yoon Young Cheol.

Setelah persidangan singkat, Yoon selaku mantan pegawai pemerintah dijatuhi hukuman kerja paksa tanpa bayaran selama lima tahun atas tuduhan penyelundupan produk terlarang, seperti obat-obatan herbal, perak, dan emas.

Baca juga: Korea Utara Pamer Peluru Kendali Balistik Antarbenua di Perayaan 75 Tahun Partai Buruh

Mantan tahanan dan pejabat lain yang berbicara kepada CNN mengkonfirmasi temuan laporan tersebut.

Seorang mantan petugas polisi, Heo Jong-hae, mengatakan dia dan rekan-rekannya dinilai berdasarkan jumlah pengakuan yang mereka dapatkan.

Ilustrasi Warga Korea Utara.
Ilustrasi Warga Korea Utara. (Tangkap layar Youtube North Korea Today)

"Begitu sampai di kantor polisi, mereka mulai dengan pemukulan. Mereka berpikir, ayo tambahkan nilai saya."

"Jika mereka memecahkan kejahatan itu, itu membantu promosi dan naik pangkat," kata Heo.

Di lain kesempatan, Kang Ri-hyu, mantan perwira militer, memberi tahu bagaimana dia dipenjara selama empat hari pada tahun 2013 karena mencuri jagung.

Dia dibebaskan setelah menyuap penjaga dengan uang dan tembakau.

"Di penjara, mereka memperlakukanmu seperti babi atau anjing. Mereka memukulimu tanpa ampun."

"Saya tidak bisa berjalan selama seminggu setelah itu, karena mereka memukul lutut saya," kata Kang.

Kang berujar bahwa pemukulan yang dialaminya sangat berdampak buruk baginya, bahkan hingga sekarang.

Beberapa tahun setelah kejadian itu, dia berjuang untuk bisa berjalan, karena persendiannya rusak selama dia ditahan.

Reaksi Korea Utara

HRW mengatakan, pihaknya mengirimkan pertanyaan kepada rezim Korea Utara dan meminta kerja sama terkait laporan tersebut.

Namun, tidak ada tanggapan dari negara komunis itu.

Phil Robertson, wakil direktur HRW Divisi Asia mengatakan bahwa hal itu tidak mengejutkan.

Ia menambahkan, reaksi Korea Utara biasanya hanya berita yang mengecam temuan mereka.

HRW juga menyerukan kepada Korea Utara untuk mengakhiri penyiksaan endemik dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat di fasilitas penahanan dan interogasi praperadilan.

Korea Utara secara konsisten membantah pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam perbatasannya.

Padahal, Komisi Penyelidikan PBB menyimpulkan bahwa rezim tersebut melakukan "kekejaman yang tak terkatakan" terhadap rakyatnya sendiri.

Korea Utara juga disebut melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas, dan berat, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved