Rusuh di Amerika Serikat
Para Pengunjuk Rasa Aksi George Floyd Menuntut Donald Trump karena Kekerasan Polisi saat Demo
Sejumlah pengunjuk rasa yang dipaksa keluar dari Lafayette Square, dekat Gedung Putih menuntut Presiden AS, Donald Trump.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah pengunjuk rasa yang dipaksa keluar dari Lafayette Square, dekat Gedung Putih menuntut Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Tidak hanya presiden saja, para jajaran pemerintah juga turut dituntut dengan alasan melanggar hak konstitusional para demonstran.
Para pengunjuk rasa menunjuk Trump, Jaksa Agung William Barr, Sekretaris Pertahanan Mark Esper, dan kepala penegak hukum yang terlibat pengamanan demo dalam tuntutan pada Senin (1/6/2020).
Sebab pihak berwenang berkali-kali melepaskan kumpulan asap untuk membubarkan massa secara paksa di Lafayette Square, dikutip dari Politicio.
Baca: Beberapa Hal yang Menyebabkan Hubungan AS-China Makin Memanas di Laut China Selatan
Baca: Gubernur BI: Rupiah Masih Kemurahan Meski Tembus di Bawah Rp 14.000 per Dolar AS

Dimana upaya dari pihak berwenang ini dilakukan guna mensterilisasi jalan karena Trump akan pergi ke Gereja Episkopal St. John.
Penggugat antara lain Toni Sanders, Kishon McDonald, Garrett Bond, dan Keara Scallan, yang merupakan pentolan pengunjuk rasa George Floyd.
Mereka mengajukan gugatan di pengadilan federal DC dan ditugaskan ke Hakim Dabney Friedrich.
Mereka menuntut pelanggaran Amandemen Pertama untuk kebebasan berbicara dan berkumpul serta hak Amandemen Keempat untuk bebas dari kekerasan yang tidak masuk akal.
Sebelumnya massa pendemo ini ikut menuntut keadilan bagi George Floyd, pria kulit hitam yang meninggal diduga karena kekuatan berlebihan oleh para polisi.
Rekaman yang viral menunjukkan Floyd ditiarapkan dengan leher dikunci oleh lutut polisi Derek Chauvin.
Meski Floyd berkali-kali mengadu tidak bisa bernapas, Chauvin tidak bergeming dari posisinya hingga pria malang ini tidak sadarkan diri.
Hasil otopsi dari pemerintah dan keluarga Floyd saling bertentangan, namun keduanya sepakat Floyd meninggal dibunuh.
Menyoal alasan massa di Lafayette menuntut Trump, para pengunjuk rasa ini mempermasalahkan tindakan polisi yang dirasa terlalu keras.

Mereka bercerita pada Senin lalu, massa yang berkumpul di Lafayette ditubruk menggunakan perisai dan pentungan, diberi asap, peluru karet, dan berbagai alat polisi lainnya.
Sejatinya aparat saat itu membatasi perkumpulan massa maksimal kurang dari pukul 7 malam waktu AS.
Lantaran saat itu terjadi penjarahan dan vandalisme di seluruh kota.
Para demonstran ini mencatat anggota Polisi Taman AS, Polisi Kabupaten Arlington, Dinas Rahasia, Garda Nasional DC, dan polisi militer AS dalam gugatan mereka.
Kejadian ini menyebabkan hujan kritik kepada administrasi Trump yang dinilai melakukan kekerasan tanpa alasan demi penegakan hukum.
"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan orang-orang Amerika, bahkan tidak berpura-pura mencoba," tulis Mantan Sekretaris Pertahanan, Jim Mattis.
Suasana Haru pada Upacara Pemakaman George Floyd
Ratusan orang berkumpul di gereja Minneapolis pada Kamis (4/6/2020) untuk melakukan upacara pemakaman dan mengenang George Floyd.
Secara bergantian, para pelayat mengatakan Floyd sebagai sosok teman, ayah, dan paman yang baik.
Menurut para kerabatnya, Floyd tidak pantas meninggal di tangan para polisi.
Para pelayat memberikan penghormatan berdiri diam selama 8 menit 46 detik, durasi Chauvin mengunci leher Floyd menggunakan lututnya.
Baca: Presiden Filipina Tegaskan Tak akan Buka Sekolah Sebelum Ada Vaksin Corona
Baca: Profil 4 Mantan Polisi Pelaku Pembunuhan George Floyd: Peran dalam Pembunuhan hingga Riwayat Karir
Seorang saudara Floyd, Philonise menceritakan permainan masa kecil keduanya.
Dia merasa kagum karena banyak orang yang datang untuk mengenang George Floyd.
Philonise juga mengungkapkan kisah Floyd semasa hidup, pria ini dikenal sebagai Perry atau 'Big Floyd'.
Menurut mereka, Floyd punya bakat membuat orang merasa diterima.
"Ke manapun Anda pergi dan melihat orang-orang, bagaimana mereka melekat padanya. Mereka ingin berada di dekatnya," kata Philonise.
"Berada di rumah bersama saudara lelaki saya, itu menginspirasi," tambahnya.

Baca: Twitter Hapus Video Kampanye Trump Terkait Kematian Floyd Karena Masalah Hak Cipta
Baca: Suasana Haru Menyelimuti Pemakaman George Floyd, Dikenal sebagai Sosok Ayah yang Baik
Sementara itu sepupu Floyd, Shareeduh Tate, mengaku rindu dengan pelukan Floyd.
Sebuah mural di atas mimbar Frank J Lindquist Sanctuary di North Central University menggambarkan wajah Floyd di atas kalimat 'Now I can breathe' (Sekarang saya bisa bernapas).
Upacara pemakaman Floyd yang berlangsung pada Kamis di Minneapolis dan Brooklyn, New York adalah yang pertama dilakukan dari enam layanan kebaktian khusus untuk Floyd.
Layanan untuk penghormatan terakhir untuk George Floyd ini akan berlangsung selama lima hari baik untuk umum maupun pribadi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)