Kamis, 2 Oktober 2025

Media Korea Selatan Ungkap Eksploitasi ABK Asal Indonesia di Kapal Ikan China

Video kasus pelanggaran HAM terhadap ABK asal Indonesia yang bekerja di Kapal Besar Penangkap Ikan milik China menjadi sorotan media Korea Selatan.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
THE JAKARTA POST/DHONI SETIAWAN
Ilustrasi. 

Laporan Wratawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Video kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Kapal Besar Penangkap Ikan milik China menjadi sorotan media di Korea Selatan.

Media Korea Selatan, TV MBC mendapatkan berita eksklusif karena kapal tersebut sempat berlabuh di Busan, Korea Selatan dan para WNI tersebut menyampaiakan berita tersebut kepada pemerintah Korea Selatan dan TV MBC untuk meminta bantuan.

“Awalnya MBC saat melihat berita yang ditunjukan tidak mempercayai berita tersebut. Sebelum ada pemeriksaan lebih lanjut perahu tersebut sudah kembali berangkat,” kata Youtuber asal Korea Selatan, Jang Hansol dalam akun youtubenya Korea Roemit.

Baca: Polisi Cari Keberadaan YouTuber Sembako Sampah yang Buron: Orangtua Ferdian Dinilai Tak Koperatif

TV MBC mendorong segera dilakukan investigasi internasional secepatnya atas peristiwa tersebut.

Dalam video yang diputar tanggal 30 Maret, terlihat ada satu bungkus yang dikabarkan warga negara Indonesia (Ari) berusia 24 tahun.

Ia telah bekerja lebih dari 1 tahun dan meninggap di kapal tersebut.

Terlihat seseorang berdoa untuk jenazah tersebut, lalu kemudian jenazah dibuang ke laut dan dia menghilang entah kemana.

Baca: Mulai Besok Transportasi Diizinkan Beroperasi Kembali, Ini Catatan Penting yang Harus Diperhatikan

Sebelum jenazah Ari, ada jenazah bernama Alpaka (19) dan Sepri (24) yang bernasib sama.

Diberitakan MBC, sebelum diberangkatkan untuk bekerja di luar negeri sebagai ABK, para ABK WNI diberikan surat keterangan yang isinya menyatakan;

“Segala risiko akan saya tanggung sendiri bila sampai terjadi musibah dan meninggal, maka jenazah akan dikremasi dimana tempat kapal bersandar, dengan catatan abu jenazah akan di pulangkan ke Indonesia.Untuk itu akan diasuransikan terlebih dahulu sebelum diberangkatkan keluar negeri dengan uang pertanggungan sebesar USD 10.000 (setara dengan Rp 150.000.000) yang akan diberikan kepada ahli waris. Dengan membuat surat pernyataan ini, sudah ada persetujuan kedua orang tua saya, tidak akan membawa ke kepolisian atau hukum di Indonesia. Demikian surat pernyatan tersebut saya buat dengan keadaan sehat tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” demikian pernyataan yang diterjemahkan Jang Hansol, Korea Roemit.

Baca: Gempa Bermagnitudo 7,3 SR Goyang Maluku

Surat itu ditandatangani dan dinyatakan sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Kesaksian dari seorang WNI yang tidak disebutkan namanya, tempat kerjanya cukup buruk dan terjadi ekploitasi tenaga kerja.

Rekan kerjanya yang baru saja meninggal dikatakankan sudah sakit selama 1 bulan.

“Awalnya keram, tahu-tahu kakinya bengkak. Dari kaki langsung nyerang ke badan dan dia langsung sesak,” kata WNI tersebut kepada MBC.

Para WNI tersebut sehari-hari meminum air laut yang difilterasi.

Kapal menyediakan air mineral akan tetapi yang diperbolehkan minum hanya nelayan China.

Nelayan Indonesia disuruh minum air laut yang difilterasi dan terlihat kondisi badan memburuk akibat hal tersebut.

“Pusing, ga bisa minum air mineral sama sekali. Pernah juga sampai kaya ada dahak di sini (di tenggorokan),” mengutip dari keterangan seorang WNI dalam siaran MBC.

Mereka kerja sehari 18 jam.

Dari 30 jam berdiri kerja, diselingi waktu 6 jam atau waktu makan yang dihitung sebagai waktu istirahat.

Namun, mereka tidak bisa lepas dari lingkungan kerja yang tidak ada bedanya dengan lingkungan kerja budak.

5 diantara nelayannya, setelah bekerja 13 bulan hanya dibayar USD 120 atau setara dengan Rp 1.700.000 atau bisa diartikan sebulan para ABK WNI itu hanya dibayar Rp 100.000.

Selain menangkap Tuna, kapal tersebut diketahui sering menangkap hiu.

Diketahui karena aktivitas illegal tersebut, saat ada orang yang meninggal di kapal mereka tidak bisa kembali ke darat.

“Pekerja ini pindah kapal dan berhasil sampai di Busan pada tanggal 10 April dan hanya bisa menunggu selama 10 hari di pelabuhan Busan,” ujar Jang Hansol menjelaskan.

Salah satu pekerja mengalami sakit di bagian dada, lalu dipindahkan ke rumah sakit terdekat yang ada di Busan, tapi nyawanya tidak tertolong dan meninggal pada 27 April.

“Ada salah satu organisasi yang mengetahui kematian 4 orang tersebut dan melaporkan ke polisi laut dan dicoba untuk melakukan investigasi secepat mungkin,” ujar Jang Hansol

Karena pada tahun 2015 Korea sudah ada perjanjian yang bisa melakukan investigasi.

Namun dua hari setelahnya kapal diketahui sudah meninggalkan pelabuhan, sehingga pemeriksaan tidak bisa dilanjutkan.

Nelayan lain diketahui masih berada di Busan dan ingin memberitahukan lebih luas tentang pelanggaran HAM yang terjadi pada mereka. Para nelayan juga meminta Pemerintah Korea untuk melakukan investigasi yang ketat.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved