Sabtu, 4 Oktober 2025
Deutsche Welle

Jerman Lawan Ekstremisme Lewat Video Satire di YouTube

Pemerintah negara bagian Jerman, Nordrhein-Westfalen (NRW), menggunakan humor dan saluran YouTube untuk menangkal ekstremisme Islam…

Sejarawan dan pakar Islamisme, Christian Osthold mengatakan kepada DW bahwa meskipun video satire dapat berkontribusi pada perjuangan melawan ekstremisme,agar bisa berhasil, penting kiranya untuk melibatkan orang-orang yang memiliki otoritas dalam komunitas Islam.

Kelemahan untuk membalas pesan-pesan Islamis di YouTube, kata Osthold kepada DW, adalah bahwa platform tersebut terutama digunakan oleh para pengkhotbah Salafi yang sekarang tahu betul bagaimana cara efektif memanipulasi kaum muda muslim.

Hambatan lain untuk mencegah radikalisasi adalah bahwa "para imam yang dapat menangkal ide-ide Salafi di masjid-masjid, sering kali tidak bisa berbahasa Jerman dengan baik," tambahnya.

Kaum ekstremis mengubah taktik

Jawaneh Golesorkh dari Ufuq mencatat bahwa taktik para ekstremis telah bergeser dalam beberapa tahun terakhir. Selain menggunakan Instagram untuk menyebarkan pesan mereka, mereka kurang fokus pada agama dan lebih mengarah pada topik umum seperti politik, kapitalisme dan feminisme.

"Misalnya, Anda langganan akun ‘Generation Islam‘ di YouTube, maka Anda tidak akan dapat mengetahui bahwa ini adalah situs Islam karena mereka membahas topik sehari-hari seperti rasisme."

Pemilik situs saluran di media sosial atau orang lain kemudian dapat menjangkau beberapa pengguna media sosial di bagian komentar dan mencoba meradikalisasi mereka.

Namun, banyaknya orang yang meng-klik ikon: suka dan pemirsa video-- bukan indikasi bahwa orang-orang yang menonton menjadi radikal, katanya lebih lanjut.

Identitas di garis depan

Golesorkh mengatakan bahwa dalam studinya, Ufuq juga menemukan bahwa proyek deradikalisasi dapat berhasil jika proyek tersebut tidak berfokus secara khusus pada radikalisasi Islam tetapi juga topik-topik demokrasi dan imigrasi.

Di antara topik-topik itu, yang perlu ditangani dengan sensitivitas adalah identitas dan agama.

"Jika Anda mengangkat isu (agama), Anda harus berhati-hati karena selalu saja ada seseorang yang tahu lebih baik atau berbeda pendapat," kata Golesorkh.

"Daripada mengatakan 'Aku akan menunjukkan kepadamu cara hidup,' lebih baik melakukannya dengan memperlakukan orang secara setara," tambahnya.

Radikalisasi sering kali muncul dari perasaan bukan bagian yang berharga dari masyarakat dan merasa tidak menjadi bagian dari suatu komunitas.

"Manusia adalah makhluk sosial yang berjuang untuk penegasan dan pengakuan terhadap diri mereka di lingkungannya," kata Christian Osthold kepada DW.

Dia mengatakan bahwa ketika orang merasa mereka bukan milik komunitas tertentu, mereka cenderung berpaling dari masyarakat. Inilah saatnya mereka menjadi "rentan terhadap pengaruh para pengkhotbah Salafi, yang mengatakan: 'Bukan kamu yang menjadi masalah karena kamu adalah seorang Muslim, tetapi orang-orang non-Islam, masyarakat tak bertuhan‘.

Mereka masih tidak bisa ikut pemilu

Golesorkh mengatakan bahwa cara terbaik untuk memerangi radikalisasi adalah dengan menciptakan ruang bagi orang-orang muda di Jerman, agar mereka merasa menjadi bagian dari masyarakat ini.

Halaman
123
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved