Ancam Anggota Keluarga, Pemerintah Cina Intimidasi Warga Uighur di Luar Negeri
Warga Uighur yang tinggal di AS dan Eropa mengungkapkan pada DW bahwa pihak berwenang Cina menarget anggota keluarga mereka yang tinggal…
Jawdat mengatakan kisah ibunya sangat mirip dengan kisah yang diceritakan oleh warga Uighur lain yang pernah berada di kamp.
"Dia bilang dia belajar bahasa Mandarin di 'sekolah'," kata Jawdat. "Dia menekankan bahwa dia diperlakukan dengan baik dan senang bahwa dia akhirnya bisa berbicara dengan saya dalam bahasa Mandarin."
Selain "memuji" kamp reedukasi, ibu Jawdat juga memintanya untuk berhenti berbicara dan mengingatkannya untuk tidak menjadi bagian dari organisasi yang menentang pemerintah Cina."Dia mengatakan kepada saya bahwa pemerintah kita memperlakukan semua orang dengan sangat baik, dan bahwa dia senang dia bisa belajar di sekolah," katanya.
Tetapi beberapa hari setelah percakapan pertama mereka dalam 15 bulan, Jawdat menerima berita bahwa ibunya telah dimasukkan kembali ke kamp, satu hari setelah percakapan telepon mereka. "Saya merasa dikhianati oleh pemerintah Cina karena mereka berusaha menggunakan ibu saya untuk membungkam saya. Ini membuat saya merasa tidak bisa mempercayai siapa pun, bahkan ibu saya," katanya, seraya menambahkan bahwa ia justru lebih termotivasi untuk terus berbicara tentang penahanan ibunya."Saya harus melakukan apa yang saya bisa lakukan untuk menyelamatkan ibu saya."
Dikirim ke 'program kesatuan etnis'
Sarah dan Anna (nama diubah untuk melindungi identitas) adalah dua saudara kandung etnis Uighur dari satu desa di Xinjiang. Mereka meninggalkan Cina tahun lalu, dengan Sarah pindah ke AS dan Anna ke Eropa. Anna mengatakan bahwa dia meninggalkan Cina karena dia tidak lagi merasa aman, sementara Sarah pergi untuk bekerja.
Pertama kali mereka kehilangan kontak dengan orang tua mereka adalah pada November 2018, setelah pesan WeChat mereka tidak dijawab. Mereka curiga orang tua mereka dibawa ke kamp. Kemudian Sarah menerima panggilan telepon.
"Seorang pekerja komunitas bertanya kepada saya apakah saya tahu mengapa orang tua saya dikirim ke kamp, dan saya mengatakan kepadanya bahwa yang saya tahu adalah bahwa saya tidak dapat mengontak mereka lagi," katanya kepada DW. "Ketika saya terus bertanya kepadanya tentang keberadaan orang tua saya, dia hanya memberi tahu saya bahwa ayah saya tampaknya ditahan karena mengemudi dalam keadaan mabuk."
Sarah mengatakan panggilan itu mengkonfirmasi spekulasi bahwa orangtua mereka telah dikirim ke kamp reedukasi di Xinjiang. Dia mencoba selama berbulan-bulan namun gagal untuk mengontak orang tuanya. Hingga akhirnya saudara perempuannya, Anna, berhasil menghubungi ayah mereka melalui telepon pada bulan Maret 2019.
Selama percakapan, sang ayah memberi tahu Anna bahwa dia telah "tinggal di desa" dan sangat sibuk dengan "program kesatuan etnis" yang dirancang oleh Partai Komunis Cina (PKC). Program ini menugaskan anggota partai PKC untuk tinggal bersama dan memantau keluarga Uighur di Xinjiang. Di hari itu juga, Anna berbicara dengan orang tuanya untuk pertama kalinya sejak November 2018 melalui video call.
"Saya hampir menangis ketika melihat orang tua kami di video, karena ibu kami menjadi sangat pucat dan kurus, sementara ayah kami mencukur habis semua rambutnya," kata Anna. "Bagi saya, itu adalah tanda yang sangat jelas bahwa mereka dikirim ke kamp reedukasi, jadi saya tidak perlu bertanya langsung kepada mereka tentang hal itu."
'Hapus semuanya'
Sejak Maret, Sarah dan Anna dapat melakukan obrolan video dengan orang tua mereka di Tiongkok secara reguler. Mereka melihat bagaimana orang tua mereka juga dapat mengundang tamu ke rumah mereka atau mengunjungi kerabat lainnya. Namun, setelah mengobrol, orang tua mereka mengingatkan mereka untuk menghapus sesuatu yang politis yang mungkin mereka bagikan secara online. "Mereka berulang kali memberi tahu kami bahwa semuanya telah berjalan baik bagi mereka di Xinjiang, jadi kami tidak boleh membagikan apa pun secara online," kata Sarah.
Namun, setelah video keduanya yang menceritakan kisah orang tua mereka dipublikasikan secara online, nada percakapan berubah secara drastis. Anna mengatakan ibunya menuntut agar mereka menarik kembali laporan itu. Sang ibu juga menyalahkannya karena tidak menghapus apa pun secara online dan tiba-tiba mengakhiri panggilan video. "Ibu saya terus mengatakan betapa indahnya kehidupan mereka, dan bertanya mengapa kami mengatakan sesuatu seperti itu di kamera untuk merusak kehidupan damai mereka di Xinjiang," katanya.
Hari berikutnya, ketika dia sedang dalam perjalanan ke tempat kerja, ayah Anna meneleponnya lagi dan memintanya untuk segera pulang dan menghapus semua yang dia bagikan secara online."Ayah saya menangis di video dan meminta saya untuk menghapus semuanya segera," katanya. "Namun, aku tahu aku tidak bisa memenuhi tuntutan ayahku, karena melakukan itu berarti aku memenuhi tuntutan pemerintah Cina."
Kedua saudari itu tidak mendengar kabar dari orang tua mereka selama beberapa minggu, dan Sarah bahkan dihapus dari daftar kontak WeChat mereka. Sejak saat itu, Anna melanjutkan komunikasi rutin dengan orang tuanya, sementara Sarah masih tidak dapat membuat orang tuanya mau berbicara dengannya melalui video call.
"Bahkan ketika kami bertengkar, orang tua saya tidak akan pernah menghapus saya dari WeChat mereka," kata Sarah. "Saya tahu mereka dipaksa oleh pemerintah Cina untuk melakukannya, jadi saya tidak benar-benar marah pada mereka lagi."