Mantan wakil presiden Iran membunuh istrinya, pengakuannya disiarkan di TV sambil minum teh bersama polisi
Mantan Wali Kota Teheran Mohammad Ali Najafi menyerahkan diri ke polisi sambil mengaku bahwa ia telah membunuh istrinya. Ia disambut dengan
Namun kenapa ia membunuh istrinya?
Poligami dan perceraian
"Saya hanya ingin menakutinya. Saya minta cerai, tapi ia menolak. Saya salah," kata Najafi kepada petugas penyidik. Mitra Ostad, 35 tahun, adalah istri kedua Najafi.
Poligami legal di Iran, tetapi pernikahan kedua Najafi ini dianggap skandal oleh kaum reformis karena hal ini tak lazim bagi kaum terdidik. Najafi sendiri adalah akademisi dan lulusan universitas top di Amerika, MIT.
Najafi mundur dari posisi wali kota lantaran kritik terhadap poligaminya ini.
Pengakuan
Video Najafi di kantor polisi diikuti keesokan paginya oleh rekaman pengakuan–yang juga dibuat oleh IRIB–di mana ia mengaku membunuh istrinya sesudah sempat berkelahi.
Di video itu, Najafi berkata ia punya masalah panjang dalam pernikahannya dengan Ostad dan ini terus meningkat.
"Saya kehilangan ketenangan. Saya ambil senjata, dan ia ke kamar mandi. Saya ikuti. Sebetulnya hanya untuk membuat ia takut. Saya perlihatkan senjata itu dan berkata: kamu mau akhiri percakapan ini atau tidak? Ia panik dan, bisa dibilang sempat bergelut dengan saya. Ia melemparkan diri ke saya, dan senjata itu menyambutnya."
Najafi terus menjelaskan bahwa ia meminta cerai baik-baik tapi Ostad menolak. Najafi bahkan menawarkan membayar 1.362 koin emas untuk meninggalkan Ostad—sebagaimana disepakati dalam pernikahan mereka.
Ujung-ujungnya, Najafi berkata bahwa sikap keras kepala Ostad menyebabkan kematiannya.
Penanganan polisi
Namun hal teraneh adalah akses reporter IRIB terhadap senjata yang diduga digunakan untuk membunuh.
"Oke, ini adalah senjata Colt yang digunakan Najafi untuk membunuh istri keduanya. Tadinya ada 13 peluru di dalamnya. [Sambil menghitung sisa peluru] Satu, dua, tiga, empat,... delapan! Ia telah menembakkan lima peluru. Dua mengenai istrinya dan tiga mengenai dinding," kata si reporter.
Aktivis hak asasi manusia Shadi Sadr mengutuk kegagalan mempertahankan integritas penyelidikan kriminal ini.
"Saya pernah membela kasus pembunuhan sebelumnya. Senjata yang dipakai membunuh tak bisa diberikan kepada siapapun selain disegel, apalagi ke orang yang tak berhubungan sama sekali dengan kasus (misalnya wartawan). Bahkan untuk standar Iran sekalipun, penyelidikan pidana seperti ini bisa dianggap sebagai lelucon."