Minggu, 5 Oktober 2025

Kemiskinan Menjadi Momok Utama, Jumlah Usaha 'Rental' Istri di Kenya Kian Menanjak Naik

Kebanyakan suami di sana tak keberatan untuk menyewakan istri mereka kepada turis kaya yang kebanyakan berasal dari Eropa.

Penulis: Bobby Wiratama
Kolase Tribunnews

TRIBUNNEWS.COM - Minggu pagi yang mendung di daerah Kwale, Kenya dan Sande Ramadhan baru saja bangun untuk bersiap-siap untuk pekerjaan sampingannya di akhir pekan.

Mengenakan rompi hijau dan celana pendek khaki, dia mencuci wajahnya dan melanjutkan langkah kakinya ke ruang tamu, tempat istrinya Janet Wambui menyajikan sarapan untuknya.

"Terima kasih sudah membangunkan saya, saya benci terlambat untuk klien saya," kata ayah tiga anak perempuan gimbal itu kepada istrinya. "Dia memintaku untuk bersamanya sampai minggu depan," tambahnya sambil menyeruput teh hitam.

Tanpa disadari, usut punya usut profesi Ramadhan adalah pekerja seks pria.

Lebih mengejutkannya lagi, istrinya Wambui juga bekerja di industri yang sama.

Wambui sendiri baru saja pulang ke rumah setelah dua malam sebelumnya telah menghabiskan 10 hari bersama dengan seorang turis Jerman

Sang istri tersebut 'melayani' klien-nya di sebuah rumah pondok yang berlokasi beberapa kilometer dari desa Maweni tempat pasangan itu tinggal.

Melansir dari Al Jazeera, Kehidupan mereka yang penuh dengan kontroversi mulai terjadi pada tahun 2006.

Lebih dari satu dekade yang lalu Ramadhan awalnya menjajakan pakaian untuk turis di sepanjang Pantai Diani di kota Kwale, 30km barat daya Mombasa.

Area pesisir Kenya
Area pesisir Kenya (aljazeera.com)

Ketika itu seorang turis Jerman menghampirinya. 

Sang turis mengatakan bahwa dirinya ingin seorang wanita yang bisa diajaknya untuk menghabiskan waktu bersama sampai liburannya berakhir.

Tak hanya sekali, Ramadhan beberapa kali menjumpai turis yang minta mencarikannya 'teman' untuk berlibur bersama.

Melihat rentetan kejadian ini, Ramadhan yang bisa berbicara bahasa Jerman dengan lancar pun mengajar istrinya kosakata dari negeri bavaria tersebut.

Ramadhan ternyata membujuk istrinya untuk juga menjadi 'teman' bagi para turis yang berlibur itu.

Agar sang turis tidak merasa canggung, Ramadhan pun mengatakan kepada istrinya agar berakting sebagai saudara perempuannya.

"Suami saya pulang malam itu dan bertanya apakah saya bisa bertindak sebagai saudara perempuannya dan menerima tawaran itu. Setelah beberapa hari pertimbangan, saya setuju," kata Wambui, duduk di dekat Ramadan sambil mengencangkan serban hitamnya.

Wambui beserta perempuan lainnya mau tak mau memilih untuk terjun di dunia prostitusi. 

Sebagai seorang ibu rumah tangga yang memiliki banyak kebutuhan, Wambui tak bisa bergantung pada pendapatan Ramadhan yang terlalu sedikit sebagai penjaja pakaian.

"Hidup itu sulit bagi kami. Pendapatan suami saya yang tidak dapat diprediksi tidak cukup dan ketika dia meminta saya untuk melakukannya (prostitusi), saya tidak punya pilihan," katanya.

Karena usaha prostitusi ini, Wambui dan Ramadhan pun bisa makan 3 kali sehari tiap harinya dan mampu membiayai sekolah anak-anaknya.

Di kota-kota pesisir Kenya, cerita semacam itu bukanlah hal baru terutama di lingkungan miskin seperti Maweni tempat keduanya tinggal.

Kebanyakan suami di sana tak keberatan untuk menyewakan istri mereka kepada turis kaya yang kebanyakan berasal dari Eropa.

Turis-turis eropa di Kenya
Turis-turis eropa di Kenya (aljazeera.com)

"Kenapa aku harus membuat wanita lain kaya ketika aku punya istri di rumah?" Kata Ramadhan.

"Ini adalah kesempatan bagi kami untuk membuat uang tunai untuk membayar tagihan kami."

Prostitusi di Kenya ini sendiri pun menjadi dilematika besar.

Di satu sisi hal ini menjadi satu-satunya peluang bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi, namun di sisi lainnya mereka harus menghadapi hancurnya moralitas dan resiko bahaya kesehatan yang tinggi.

Dewan Pengendalian AIDS Nasional memperkirakan bahwa angka pelaporan kasus HIV / AIDS di wilayah pesisir Kenya kian meningkat tiap tahunnya.

Pada tahun 2016 sendiri dilaporkan sebanyak  5.335 kasus HIV / AIDS baru yang terjadi , melonjak berkali lipat dari angka yang dicatatkan pada tahun 2014 yakni 325 kasus

Melansir dari Al Jazeera, Faith Mwende sebagai manajer advokasi AIDS Healthcare Foundation mengatakan bahwa untuk memberantas hal ini dibutuhkan sebuah kesadaran bagi masyarakat akan prostitusi agar angka kasus HIV ini bisa ditekan .

"Bahaya adalah ketika para wanita tersebut terlibat dengan lebih dari satu pasangan seksual, kemungkinan terkena penyakit menular seksual dan infeksi sangat tinggi, terutama ketika dia tidak tahu status orang lain," kata Mwende.

Sayangnya, meskipun bahaya AIDS yang mematikan ini selalu mengancam, Ramadan dan Wambui tidak akan berhenti dari dunia perdagangan seks ini dalam waktu dekat. 

Hal ini terjadi mengingat mereka memerlukan uang sewa rumah mereka yang berjumlah sekitar $ 80 sebulan, dan mereka juga memiliki tiga anak untuk diberi makan dan dididik.

"Aku melakukan ini untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Kedengarannya tidak bermoral, tetapi suamiku sadar dan mendukungnya. Jadi mengapa tidak?" Wambui mengatakan saat dia mengucapkan selamat tinggal kepada Ramadhan.

(Tribunnews.com/ Bobby Wiratama)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved