Yerusalem: Presiden Jokowi desak anggota OKI bulat mendukung Palestina
Walau suara OKI dinilai tidak cukup kuat untuk menekan Presiden Donald Trump terkait Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Indonesia menegaskan
Presiden Joko Widodo di Istanbul, Turki, akan berupaya membulatkan suara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) terkait pembelaan terhadap Palestina.
"Ini adalah kesempatan pertama bagi negara-negara OKI untuk secara bersama dan tegas menolak keputusan Presiden Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Presiden Jokowi kepada para wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, sebelum berangkat ke Istanbul.
Dipimpin oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, KTT Luar Biasa OKI akan dimulai di Istanbul, Rabu (23/12), untuk khusus membahas keputusan Presiden Donald Trump yang menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Langkah Trump mengundang kecaman internasional karena status Yerusalem -berdasarkan Kesepakatan Oslo tahun 1993- ditunda hingga berlangsungnya perundingan status permanen di kemudian hari.
- Donald Trump: Yerusalem adalah ibu kota Israel
- PM Netanyahu tentang Yerusalem: Palestina mesti menerima kenyataan
- Yerusalem: Tiga hal yang perlu Anda ketahui tentang kota suci
Bagaimanapun tampaknya tak semua negara, termasuk beberapa negara Timur Tengah, yang mengungkapkan kecaman keras atas keputusan Trump tersebut, yang memicu unjuk rasa jalanan di berbagai tempat dunia.
Bahkan di dalam OKI sendiri para pengamat mengatakan bisa terlihat bahwa Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab sebenarnya berlaku lunak terhadap Amerika Serikat.
"Karena mereka melihat masalah Palestina telah menjadi beban. Di satu pihak mereka ingin berhubungan dengan Israel untuk menghadapi Iran di Timur Tengah. Tapi di pihak lain, ada ganjalan isu Palestina karena tidak memungkinkan bagi mereka menjalin hubungan resmi dengan Israel sepanjang masalah Palestina tidak terselesaikan," jelas Smith Al Hadar dari ISMES atau Indonesian Society for Middle East Studies .

Bagaimanapun Al Hadar menegaskan bahwa bukan berarti bahwa pesan Indonesia tidak akan bergema sama sekali di OKI, sebuah organisasi yang beranggotakan 57 negara Islam namun didominasi oleh negara-negara Arab.
"Kita tidak bisa lupa ada Iran dan Turki yang sepandangan dengan Indonesa, sehingga posisi Indonesia nanti cukup kuat, sebagai negara (berpenduduk) Islam terbesar di dunia, bersama Iran dan Turki, yang juga merupakan kekuatan di Timur Tengah."
Upaya Indonesia di KTT OKI Istanbul ini juga diakui tidak mudah oleh Hamdan Basyar, pengamat Timur Tengah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI.
"OKI terdiri dari bermacam-macam negara yang kebanyakan di Timur Tengah dan di Timur Tengah sendiri memang ada kecaman namun ' adem ayem ', terutama Arab Saudi. Dan Jokowi, atau Indonesia yang punya komitmen panjang terhadap Palestina, berupaya di pertemuan OKI ini. Supaya ada solusi yang cukup menyeluruh tentang Yerusalem ini."

Apalagi sejauh ini sudah ada yang disebut sebagai Komite Yerusalem atau Komite Al Quds, yang keberadaan dan perannya bisa didorong kembali oleh Indonesia di Istanbul.
"Betul memang negara-negara di Timur Tengah dan Teluk ada permasalahan sendiri, tapi kalau dilihat di OKI bisa ditarik ke sana (Komite Al Quds). Memang tidak mudah tapi Indonesia sepertinya mengambil langkah mau memimpin."
Di sisi lain, OKI sendiri masih belum mempunyai posisi yang cukup kuat untuk menekan pemerintah Amerika Serikat, yang sejauh ini memilih untuk memperkuat posisi Israel dalam konflik dengan Palestina.
