Jaga Kinerja BUMN, Anggota Komisi VI DPR Minta Solusi Konkret Beban Utang Kereta Cepat Whoosh
Kondisi keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang mengalami kerugian Rp1,246 triliun pada semester I-2025 merupakan “bom waktu” bagi PT KAI
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firnando H. Ganinduto, meminta pemerintah untuk segera mencarikan solusi terhadap beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung “Whoosh” yang saat ini membebani PT Kereta Api Indonesia (KAI). Menurutnya, Kementerian BUMN dan BPI Danantara harus memberikan atensi khusus karena besarnya utang proyek strategis nasional (PSN) ini berpotensi mengganggu kinerja dan keberlangsungan operasional BUMN.
“Kita mengapresiasi kinerja PT KAI yang selama ini cukup baik. Namun, beban keuangan yang ditanggung akibat proyek kereta cepat membuat kondisi PT KAI rentan. Pemerintah harus segera hadir dengan solusi karena proyek ini merupakan agenda kerja negara. Jika beban utang seluruhnya ditimpakan pada PT KAI, kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu,” tegas Firnando dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, kondisi keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang mengalami kerugian Rp1,246 triliun pada semester I-2025 merupakan “bom waktu” bagi PT KAI. Dengan total utang restrukturisasi yang mencapai Rp6,9 triliun dari China Development Bank (CDB), dibutuhkan roadmap penyelesaian yang jelas.
“Dirut baru PT KAI harus mampu menghadirkan langkah nyata, mulai dari restrukturisasi utang, pencarian pendanaan alternatif, hingga strategi bisnis inovatif untuk mengurangi defisit,” tambahnya.
Baca juga: Utang Kereta Cepat Whoosh Jadi Bom Waktu, COO Danantara Temui Dirut KAI
Firnando menekankan bahwa solusi tidak bisa sebatas restrukturisasi. PT KAI juga harus mendorong peningkatan okupansi penumpang, membuka jenis bisnis baru berbasis kereta cepat, serta menata ulang model bisnis KCIC agar lebih produktif. Pasalnya, capaian jumlah penumpang pada 2024 hanya sekitar 6 juta orang, jauh dari target 31 juta penumpang per tahun.
“Kinerja okupansi yang hanya seperlima target jelas mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, utang infrastruktur tidak akan terbayar, bahkan bisa merembet pada kesehatan BUMN lain dalam konsorsium,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa beban proyek Whoosh bukan hanya tanggungan PT KAI, melainkan juga PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara I yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
“Masalah ini harus ditangani serius agar tidak menimbulkan efek domino ke seluruh ekosistem BUMN. Lebih jauh lagi, kerugian berkelanjutan bisa menggerus kepercayaan investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia,” ujar Firnando.
Firnando menegaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Danantara harus hadir dengan solusi konkret yang melindungi kesehatan keuangan PT KAI dan konsorsium BUMN lainnya.
“Pekerjaan rumah terbesar PT KAI saat ini adalah menyelamatkan Whoosh. Jika persoalan ini berhasil diurai, maka kinerja bisnis PT KAI yang selama ini sudah mendapat apresiasi dari masyarakat dapat terus berkembang. Kita butuh ide-ide brilian dan keputusan cepat agar beban utang kereta cepat tidak berubah menjadi krisis BUMN,” tutup Firnando.
Pendaftaran Rekrutmen KAI 2025 Diperpanjang, Terbuka untuk Lulusan SLTA-S1 |
![]() |
---|
Daftar 44 KA yang Berhenti Luar Biasa di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta pada 1 September 2025 |
![]() |
---|
Sosok Bobby Rasyidin, Dirut Baru KAI Diperiksa KPK Soal Kasus Korupsi Digitalisasi SPBU Pertamina |
![]() |
---|
Ini Potensi Bahaya yang Muncul Saat Kereta Khusus Merokok Direalisasikan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.