Puskapol UI Dorong Sistem Pemilu Campuran untuk Penguatan Partai Politik dan Keterwakilan Gender
Puskapol UI mendorong sistem pemilu campuran untuk perbaiki keterwakilan gender.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Pusat Kajian Politik Puskapol Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengusulkan agar sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia beralih ke sistem campuran.
Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Kajian Politik Puskapol Universitas Indonesia Delia Wildianti dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR RI di gedung DPR Jakarta, Rabu (5/2/2025).
RDPUP membahas Sistem Politik dan Sistem Pemilu untuk Perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Mulanya, Delia menyampaikan pandangannya mengenai sistem pemilu proporsional terbuka yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Menurut dia meskipun sistem ini pada awalnya didorong untuk memberikan pemilih kebebasan dalam memilih calon legislatif (caleg) secara langsung namun faktanya sistem ini justru berdampak negatif terhadap institusionalisasi partai politik.
"Kalau kita merujuk kepada semangat proporsional terbuka, sebetulnya Puskapol mendorong sistem proporsional terbuka karena semangatnya pemilih itu bisa diberikan pilihan memilih caleg secara langsung, jadi dia bisa mengenal siapa caleg yang dia pilih," kata dia di Ruang Rapat Komisi II DPR Senayan Jakarta.
"Tetapi dalam praktiknya ternyata sistem itu membuat pelemahan institusionalisasi partai karena calon bertarung secara individu dengan calon-calon lain, jadi partai hanya menjadi tiket saja," imbuhnya.
Lebih lanjut, Delia menyoroti dampak negatif sistem proporsional terbuka terhadap kesetaraan gender.
Dia menjelaskan dalam sistem ini setiap caleg harus bersaing secara bebas tanpa mempertimbangkan ketimpangan akses politik, terutama bagi perempuan yang baru saja mulai terlibat dalam dunia politik.
"Sistem proporsional terbuka itu tidak mendukung kesetaraan gender. Dalam sistem ini setiap caleg harus bertarung secara bebas, padahal kita tahu perempuan masuk dalam proses politik itu belakangan," ujar Delia.
Meskipun semangat reformasi yang melahirkan sistem proporsional terbuka bertujuan untuk meningkatkan demokratisasi, Delia mengungkapkan bahwa dalam praktiknya sistem ini menciptakan berbagai masalah.
"Kita punya sejarah bagaimana implementasi sistem proporsional terbuka yang menunjukkan ketidakdemokratisan. Makanya semangatnya adalah sistem proporsional terbuka di era reformasi, tetapi kita terjebak pada pilihan terbuka atau tertutup, hanya itu dua opsinya," ucapnya.
Delia juga mengkritik implementasi sistem proporsional terbuka dan tertutup.
"Proporsional terbuka kita sudah menjalankan dan implikasinya tadi ada praktik politik uang, kompetisi di internal partai. Proporsional tertutup kita sudah menyelenggarakan di era Orde Baru, bagaimana misalnya ada ketidaktransparanan," ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.