Virus Corona
Negara-negara Maju Disebut Belum Optimal Sumbangkan Vaksin Covid-19 hingga Picu Gelombang Kematian
Negara-negara maju disebut belum optimal menyumbangkan vaksin Covid-19, hingga memicu gelombang kematian di seluruh Afrika, Asia dan Amerika Latin.
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah panel independen yang memantau respons dunia terhadap pandemi virus corona (Covid-19), Panel Independen untuk Kesiapsiagaan dan Respons Pandemi (IPPPR), mengatakan negara-negara maju belum optimal dalam menyumbangkan vaksin ke negara-negara berkembang.
Pada bulan Mei, IPPPR menyerukan realokasi satu miliar dosis vaksin virus corona dari negara-negara berpenghasilan tinggi dengan cakupan yang memadai ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada bulan September.
Diharapkan satu miliar dosis lagi akan ditransfer pada pertengahan 2022.
Namun, menurut ketua IPPPR Helen Clark, dunia masih jauh dari memenuhi target tersebut.
"Dunia masih jauh dari memenuhi target itu," kata Clark kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah pengarahan pada hari Rabu, sebagaimana dilansir Al Jazeera.
"Beberapa komitmen telah dibuat tetapi masih banyak yang harus dilakukan, dan itu dapat dilakukan dengan segera," sambung Clark.
Baca juga: Kemendagri: Urus Dokumen Dukcapil Tak Perlu Sertifikat Vaksinasi Covid-19
Pandemi telah memburuk sejak IPPPR merilis laporannya dan varian Delta yang meningkatkan lonjakan virus corona di seluruh Asia Pasifik dan bagian lain dunia, di mana hanya sebagian kecil penduduknya yang telah divaksinasi.
Bahkan, sistem kesehatan di beberapa negara berada di ambang kehancuran dengan tingkat kematian yang terus melinjak.
Clark dan Ellen Johnson Sirleaf, ketua bersama lainnya, mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk merombak cara vaksin dan perawatan pasien Covid-19.
Pada Mei lalu, Clark dan Sirleaf telah mencatat bahwa sistem saat ini tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
"Ketidaksetaraan vaksin adalah faktor kunci dalam gelombang kematian yang kita lihat di seluruh Afrika, Asia dan Amerika Latin," kata Clark.
Clark menekankan bahwa IPPPR mendukung pengabaian paten sementara di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WHO) atau perjanjian TRIPS WTO untuk memastikan lebih banyak vaksin dapat dibuat dengan cepat.
"Sungguh mencengangkan dan merugikan diri sendiri bahwa produsen farmasi terus tidak berbagi teknologi atau pengetahuan yang dapat membantu skala manufaktur dengan cepat."
"Kami percaya ada kebutuhan untuk beralih dari model berbasis pasar ke model berbasis barang publik global," kata Clark.
Lebih lanjut, IPPPR dalam laporannya pada Mei lalu mengatakan, tanggapan dunia terhadap pandemi bak 'koktail beracun'.
Baca juga: 10 TANYA JAWAB Terkait Varian Covid-19 Delta dan Delta Plus, Apa Saja Gejalanya?