Indeks Manufaktur Indonesia Mulai Ekspansi di Agustus Setelah 5 Bulan Kontraksi
Sektor manufaktur Indonesia kembali mencatat ekspansi pada Agustus 2025 yang didorong oleh kenaikan produksi dan volume pesanan baru.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor manufaktur Indonesia kembali mencatat ekspansi pada Agustus 2025 yang didorong oleh kenaikan produksi dan volume pesanan baru, termasuk ekspor yang mencatat lonjakan tertajam sejak September 2023 setelah lima bulan mengalami konstraksi.
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) Manufaktur yang dirilis S&P Global Indonesia tercatat berada di level 51,5 poin pada Agustus 2025, naik dari 49,2 poin pada Juli. Angka di atas 50 menandakan perbaikan kondisi bisnis.
"Sektor manufaktur Indonesia menandai pertengahan kuartal ketiga tahun 2025 dengan perbaikan baru dalam kondisi operasional, yang merupakan yang pertama dalam lima bulan."
Perusahaan mencatat pertumbuhan baru dalam output dan pesanan baru, yang terakhir didorong oleh kenaikan ekspor terkuat dalam waktu kurang dari dua tahun," kata Economist at S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti dalam keterangan, Senin (1/9/2025).
Dalam survei, perusahaan melaporkan permintaan pasar domestik maupun luar lebih kuat, mendorong peningkatan produksi dan perekrutan tenaga kerja. Walau kenaikannya kecil, peningkatan jumlah pekerjaan ini menjadi yang pertama dalam tiga bulan terakhir.
Responden juga menyebut backlog pekerjaan terus turun untuk kelima kalinya dalam tiga bulan terakhir, menandakan perusahaan masih mampu mengimbangi kenaikan permintaan.
Untuk memenuhi pesanan, aktivitas pembelian bahan baku meningkat secara moderat. Hal ini mendorong kenaikan stok input, meski persediaan produk jadi justru menurun karena digunakan untuk memenuhi permintaan baru.
Dari sisi harga, inflasi biaya input pada Agustus masih solid namun berada di bawah rata-rata jangka panjang, bahkan menjadi yang kedua paling lambat dalam lima tahun terakhir.
Akan tetapi, penguatan dolar AS dilaporkan menyebabkan kenaikan harga barang impor, terutama bahan baku. Sebagai respons, perusahaan menaikkan harga jual produk pada tingkat tercepat sejak Juli 2024.
"Sebagai respons, perusahaan berupaya meningkatkan tingkat ketenagakerjaan dan pembelian agar sejalan dengan permintaan dan kebutuhan produksi, sekaligus memanfaatkan stok produk jadi yang ada untuk membantu menyelesaikan proyek."
Baca juga: Indeks Manufaktur Indonesia Juli 2025 Tetap Kontraksi, Penurunan Produksi Jadi Pemicu
"Perusahaan juga berharap pertumbuhan output akan berlanjut dalam jangka pendek, seiring menguatnya optimisme terhadap prospek tahun depan," terang Usamah.
Ke depan, pelaku usaha manufaktur tetap optimistis bahwa produksi akan terus meningkat dalam 12 bulan ke depan. Optimisme ini didukung oleh harapan perbaikan kondisi ekonomi, peluncuran produk baru, serta meningkatnya daya beli konsumen.
Baca juga: Indeks Manufaktur Indonesia Merosot, Apindo: Permintaan dalam Negeri Perlu Digenjot
"Inflasi biaya tetap solid selama bulan Agustus, meskipun menurun ke salah satu tingkat terlemah dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, perusahaan memilih untuk semakin membebankan biaya operasional yang lebih tinggi kepada klien guna melindungi margin, karena biaya naik pada tingkat tertinggi sejak Juli 2024," ungkap Usamah Bhatti.
Sebelum Berangkat ke Korea Selatan, 400 Calon PMI Mendapat Pembekalan Terkait Perlindungan Jamsostek |
![]() |
---|
Dirut Multi Makmur Buka Suara Terkait Rencana Akuisisi Morris Capital |
![]() |
---|
Resmi Jabat Menteri P2MI, Mukhtarudin Janji Lindungi PMI dari Hulu ke Hilir |
![]() |
---|
Pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil Ubah Aturan Perlindungan Pekerja Migran, Sasar Agen Nakal |
![]() |
---|
HUT ke-80 PMI 2025 Tanggal 3 September atau 17 September? Ini Fakta Sejarahnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.