VIDEO Konflik Panjang Buaya Dan Manusia Akibat Penambangan Timah Ilegal
Selain buaya, di Kampung Reklamasi Air Jangkang ada beberapa satwa liar lainnya yang direhabilitasi
Penulis:
Apfia Tioconny Billy
Editor:
Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Penambangan bijih timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung yang merusak lingkungan membuat konflik berkepanjangan antara buaya dan manusia.
Manager Lembaga Konservasi Pusat Penangkaran Satwa (PPS) Alobi Foundation, Endy Yusuf menjelaskan ketika tempat buaya berkembang biak dan mencari mangsa rusak, akibat tambang ilegal, maka buaya akan pergi meninggalkan habitatnya.
Kemudian buaya tersebut akan berpindah ke sungai yang kemudian memangsa masyarakat yang beraktivitas di sekitaran sungai.
“Buaya ini ketika habitatnya rusak dia lari mencari sungai-sungai tempat manusia nyuci karena penambangan merusak ekosistem pakan mereka,” ungkap Endy di Kampung Reklamasi Air Jangkang, Bangka, Rabu (21/8/2025).
Alobi Foundation merupakan lembaga yang berkonstribusi dan berkomitmen dalam melakukan upaya konservasi satwa liar Indonesia.
Alobi telah merawat dan mengembalikan ribuan ekor satwa liar ke habitat aslinya.
Selain dari program Pusat Penyelamatan Satwa (PPS), Alobi juga turut menggalakan kampanye pelestarian satwa liar Indonesia khususnya satwa liar Bangka Belitung kepada seluruh lapisan masyarakat serta berperan aktif dalam penyelesaian konflik satwa liar yang marak terjadi.
Lebih lanjut Endy mengungkap dari Januari hingga Agustus 2025 sudah ada tujuh orang yang meninggal dunia di Bangka Belitung akibat diserang buaya.
Korbannya mulai dari anak-anak yang sedang bermain di sungai hingga para penambang ilegal.
“Di tahun 2025 yang meninggal sudah tujuh orang. Ini yang dilaporkan ke kita atau yang terpantau oleh kita bisa lebih banyak karena banyak yang gak terpantau,” kata Endy.
Alobi Foundation kemudian melakukan evakuasi buaya-buaya yang berkonflik dengan manusia tersebut.
Buaya-buaya tersebut kini direhabilitasi di pusat penyelamatan satwa yang ada di Kampung Reklamasi Air Jangkang yang merupakan lahan bekas tambang atau kawasan reklamasi milik PT Timah tbk.
Alobi Foundation sejak tahun 2018 lalu, berkolaborasi dengan PT Timah menjalankan program rehabilitasi satwa liar di Kampung Reklamasi Air Jangkang.
Sebanyak 15 ekor buaya muara itu kemudian ditempatkan di dua lokasi sesuai dengan usia untuk mengurangi stres dan mencegah kanibalisme.
“Seluruh buaya yang ada di sini (Kampung Reklamasi Air Jangkang) adalah hasil evakuasi konflik dengan masyarakat. Ada yang nyerang orang, ada yang masuk pemukiman warga,” ungkap Endy.
Ada beberapa buaya yang sudah dikembalikan ke alam liar di kawasan Palembang usai menjalani rehabilitasi.
Baca juga: Ahli Geologi Sebut Bukaan Lahan Tambang di IUP PT Timah Babel Periode 2015-2022 Hanya 32,75 Hektare
Selain buaya, di Kampung Reklamasi Air Jangkang ada beberapa satwa liar lainnya yang direhabilitasi diantaranya binturong, burung elang dan burung kakak tua.
Sejak tahun 2013 Alobi Foundation tercatat telah melakukan pelepasliaran pada lebih dari 8.000 satwa dilindungi Undang-Undang.
“PT Timah sebagai sponsorhip utama untuk menjalankan rescue, rehabilitasi dan release satwa hasil dari sitaan negara, penegakan hukum, serahan masyarakat maupun satwa yang berkonflik dengan masyarakat yang itu dilindungi undang-undang,” kata Endy.
Alobi Foundation mengajak masyarakat dan pelaku tambang untuk menjaga habitat satwa liar yang akan membantu kelangsungan hidup manusia.
“Satwa liar memiliki fungsi yang luar biasa bagi alam kita, sehingga berdampak kembali ke kita sebagai manusia. Kita harus menjaga habitat satwa liar, kita harus melindungi mereka dari ancaman apapun sehingga mereka bisa lestari di alam,” pungkas Endy.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.