Indonesia Tak Bisa Bersaing di Pasar Karbon Global Tanpa Edukasi
IBC menegaskan edukasi merupakan fondasi utama dalam membangun ekosistem pasar karbon yang kredibel, kompetitif, dan berkelanjutan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesian Business Council (IBC) menegaskan edukasi merupakan fondasi utama dalam membangun ekosistem pasar karbon yang kredibel, kompetitif, dan berkelanjutan secara global.
Hal ini disampaikan oleh Chief Operating Officer IBC William Sabandar, saat memaparkan visi strategis program Indonesia Carbon Market Academy (ICMA), inisiatif terbaru IBC dalam memperkuat kapasitas pelaku pasar karbon di Indonesia.
Baca juga: Perluas Ekosistem Hedera To Earn Secara Global, Hedera Foundation Gandeng Cashtree
“Langkah awal membangun ekosistem pasar karbon yang kokoh adalah edukasi. Tanpa pemahaman yang kuat, pelaku pasar sulit menyelaraskan strategi bisnisnya dengan tuntutan dekarbonisasi dan green growth,” tegas William saat talk show bertajuk Memperkuat Kapabilitas Pelaku Ekosistem Pasar Karbon Indonesia yang Efektif dan Berdaya Saing Global di Jakarta, Kamis (25/7/2025).
Acara ini akan membahas strategi pengembangan pasar karbon nasional agar lebih kompetitif secara global, termasuk regulasi, kolaborasi multipihak, serta potensi transisi energi hijau yang inklusif juga menghadirkan Kepala JETP, Pakar dan Praktisi Pasar Karbon Paul Butar Butar dan Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Masyita Crystallin.
William menjelaskan, ICMA bertujuan mencetak pelaku pasar karbon yang tidak hanya kompeten secara teknis dan memahami regulasi, tetapi juga memiliki kesadaran lingkungan dan integritas tinggi.
Program ini terbuka bagi perusahaan yang telah terlibat dalam perdagangan karbon maupun sektor industri tradisional yang sedang bertransformasi menuju solusi hijau.
Baca juga: Program CCS/CCUS Dinilai Jadi Peluang Pemerintah Percepat Target Net Zero Emission
ICMA dibangun di atas tiga pilar utama yakni penguatan edukasi dan perubahan pola pikir di sektor industri agar berorientasi pada solusi hijau; sosialisasi publik dan komunikasi media untuk memperluas narasi keberlanjutan dan keterlibatan praktikal dalam program transisi energi dan pertumbuhan hijau.
“ICMA tidak hanya memberikan pelatihan teknis. Kami ingin melahirkan pelaku pasar yang aktif, adaptif, dan berpikir jangka panjang. Edukasi adalah alat untuk memastikan pasar karbon kita tumbuh dengan kredibilitas dan akuntabilitas,” imbuh William.
Salah satu tantangan utama pasar karbon Indonesia adalah rendahnya integritas pada sebagian proyek karbon kredit, yang berdampak pada kepercayaan investor global. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui edukasi menjadi langkah mendesak.
Pakar dan Praktisi Pasar Karbon, Paul Butarbutar, menyambut baik kehadiran ICMA sebagai wadah penguatan kualitas pelaku pasar.
“ICMA menjadi platform strategis untuk membekali pelaku pasar dengan pengetahuan praktis dan teknis agar siap menghadapi dinamika pasar karbon global yang makin kompleks,” ujarnya.
Founder & CEO Fairatmos, Natalia Rialucky Marsudi, menilai ICMA dapat menjadi jembatan inklusi dalam pasar karbon. Menurutnya, pendekatan edukatif memberi akses lebih luas bagi komunitas lokal dan generasi muda untuk terlibat dalam ekosistem karbon nasional.
“Semua orang harus punya kesempatan yang sama untuk terlibat. Edukasi adalah kunci agar pasar karbon Indonesia berkembang secara adil, transparan, dan berkelanjutan,” kata Natalia.
Fairatmos sendiri aktif mendukung proyek karbon berbasis masyarakat melalui pendekatan teknologi dan kolaborasi akar rumput.
Pemerintah menargetkan potensi pendapatan 65 miliar dolar AS dari ekspor kredit karbon pada 2028, serta net-zero emission pada 2050. William menekankan bahwa tanpa penguatan edukasi, target ambisius ini akan sulit tercapai.
“ICMA adalah langkah strategis untuk memastikan Indonesia tidak hanya menjadi peserta di pasar karbon global, tapi juga pemain utama dengan integritas yang dihormati dunia,” tegas William.
Sebagai catatan, bursa karbon Indonesia IDXCarbon telah mencatat transaksi sebesar 1,59 juta ton CO₂e senilai Rp77,95 miliar sejak diluncurkan pada September 2023 hingga Juli 2025, menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sementara itu, laporan Carbon Pricing Leadership Coalition (CPLC) menyebut bahwa negara yang memiliki program edukasi karbon yang kuat cenderung memiliki harga karbon yang lebih stabil dan permintaan kredit yang lebih sehat.
IBC Serahkan Delapan Rekomendasi Dunia Usaha untuk Pengembangan Pasar Karbon kepada OJK |
![]() |
---|
Potensi Bursa Karbon Indonesia Mencapai Rp3.000 Triliiun, Menko Luhut: Nggak Bisa Dipandang Remeh |
![]() |
---|
Pemerintah akan Atur Mekanisme Perdagangan Karbon |
![]() |
---|
Ekonom Bhima Yudhistira Sebut Aturan Pasar Karbon di RUU PPSK Butuh Perbaikan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.